MENGENAL AGRESIVITAS ANAK
Banyak orang tua dewasa kini
bingung melihat tingkah laku anaknya yang cenderung agresif. Sikapnya tidak
seperti anak-anak jaman dulu yang cenderung takut dan hormat pada orang tua.
Sedikit-sedikit marah, yang diperlihatkan dengan kata-kata dan nada suara yang
tinggi, atau dengan membanting pintu atau benda-benda lain, menyakiti temannya
tanpa alasan yang kuat atau merampas barang milik temannya, dan lainnya.
Melihat fenomena agresivitas
anak ini selalu muncul pertanyaan, apakah ini faktor perkembangan zaman (lain
padang lain belalang) atau memang watak anak. Tak bisa dipungkiri bahwa
keduanya sama-sama berperan dalam membentuk agresivitas anak. Tentu kita kenal
dengan teori tabula rasa. Anak ibarat
kertas putih. Lingkunganlah yang menghiasi lembaran-lembaran itu. Jika
lingkungannya bagus, maka kertas itu akan dipenuhi dengan hiasan gambar bagus. Namun
jika lingkungannya buruk, dapat dipastikan kertas itu penuh dengan
coretan-coretan tak bermakna. Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah
mulai dari keluarga, masyarakat, sekolah dan sebagainya.
Jadi, watak agresif anak
dapat ditentukan oleh lingkungan. Perlu diketahui bahwa anak adalah peniru
paling ulung. Segala apa yang dilihat akan dengan mudah direkam dalam memori
alam bawah sadarnya. Segala rekaman itu suatu saat akan muncul, kecuali jika
orang tua memberikan pendampingan ketika anak menyaksikan sesuatu yang buruk di
lingkungannya.
Mencermati
Lingkungan Eksternal
Perlu disadari bahwa tidak
ada jaminan 100 % buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Orang tua jangan mudah
terbuai bahwa anaknya akan tumbuh menjadi baik karena mereka adalah baik. Demikian
pula, orang tua tak perlu merasa minder jika tahu gen yang dimilikinya bukanlah
gen orang hebat. Ada banyak bukti sejarah yang menunjukkan adanya anak hebat
yang lahir dari gen orang tua biasa saja.
Lingkungan eksternal amat
berpengaruh dalam pembentukan karakter anak, termasuk dalam soal agresivitas
tadi. Ada beberapa contoh lingkungan eksternal yang dapat memicu agresivitas
anak. Di sini kami akan menampilkan faktor eksternal yang berada di dalam keluarga.
Pertama, tayangan televisi. Kebanyakan
orang tua, ketika dirinya tidak mau “diganggu” anaknya, menyodorkan televisi kepada
anak. Sekalipun dalam diri anak ada semacam penyaring, namun bila tayangan televisi
yang tidak sehat terus menerus ditonton, maka dapat tumbuh benih agresivitas pada
anak.