Senin, 30 September 2013

(Inspirasi Hidup) Pikir Dulu Sebelum Bertindak

Syarat Perceraian
Pada hari pernikahanku, aku membopong istriku. Mobil pengantin berhenti di depan flat kami yang cuma berkamar satu. Sahabat-sahabatku menyuruhku untuk membopongnya begitu keluar dari mobil. Jadi kubopong ia memasuki rumah kami. Ia kelihatan malu-malu. Aku adalah seorang pengantin pria yang sangat bahagia. Ini adalah kejadian 10 tahun yang lalu.

Hari-hari selanjutnya berlalu demikian simpel seperti secangkir air bening. Kami mempunyai seorang anak, saya terjun ke dunia usaha dan berusaha untuk menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran meningkat, jalinan kasih di antara kami pun semakin surut. Ia adalah pegawai sipil. Setiap pagi kami berangkat kerja bersama-sama dan sampai di rumah juga pada waktu yang bersamaan.

Anak kami sedang belajar di luar negeri. Perkawinan kami kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup berubah dipengaruhi oleh perubahan yang tidak kusangka-sangka. Dewi hadir dalam kehidupanku. Waktu itu adalah hari yang cerah. Aku berdiri di balkon dengan Dewi yang sedang merangkulku. Hatiku sekali lagi terbenam dalam aliran cintanya. Ini adalah apartmen yang kubelikan untuknya. Dewi berkata, “Kamu adalah jenis pria terbaik yang menarik para gadis.” Kata-katanya tiba-tiba mengingatkanku pada istriku.  Ketika kami baru menikah, istriku pernah berkata, “Pria sepertimu, begitu sukses, akan menjadi sangat menarik bagi para gadis.” Berpikir tentang ini, Aku menjadi ragu-ragu. Aku tahu kalau aku telah  mengkhianati istriku. Tapi aku tidak sanggup menghentikannya. Aku melepaskan tangan Dewi dan berkata, “Kamu harus pergi membeli beberapa perabot, O.K.? Aku ada sedikit urusan di kantor” Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji menemaninya.

Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi semakin jelas dipikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin. Bagaimanapun, aku merasa sangat sulit untuk membicarakan hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun kujelaskan, ia pasti akan sangat terluka. Sejujurnya, ia adalah seorang istri yang baik. Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk santai di depan TV. Makan malam segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama-sama. Atau aku akan menghidupkan komputer, membayangkan tubuh Dewi. Ini adalah hiburan bagiku.

Suatu hari aku berbicara dalam guyon, “Seandainya kita bercerai, apa yang akan kau lakukan?” Ia menatap padaku selama beberapa detik tanpa bersuara. Kenyataannya ia percaya bahwa perceraian adalah sesuatu yang sangat jauh darinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius.

Ketika istriku mengunjungi kantorku, Dewi baru saja keluar dari ruanganku. Hampir seluruh staf menatap istriku dengan mata penuh simpati dan berusaha untuk menyembunyikan segala sesuatu  selama berbicara dengannya. Ia kelihatan sedikit kecurigaan. Ia berusaha tersenyum pada bawahan-bawahanku. Tapi aku membaca ada kelukaan di matanya.

Sekali lagi, Dewi berkata padaku, ”He Ning, ceraikan ia, O.K.? Lalu kita akan hidup bersama.” Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak boleh ragu-ragu lagi.

Ketika malam itu istriku menyiapkan makan malam, kupegang tangannya, ”Ada sesuatu yang harus kukatakan.” Ia duduk diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka di matanya. Tiba-tiba aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi ia tahu kalau aku terus berpikir. “Aku ingin bercerai,”  kuungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang.

Ia seperti tidak terpengaruh oleh kata-kataku, tapi ia bertanya secara lembut, ”kenapa?” Aku menghindari pertanyaannya dan hanya jawab: “Aku serius.” Jawaban ini membuat ia sangat marah. Ia melemparkan sumpit dan berteriak kepadaku, ”Kamu bukan laki-laki!”

Pada malam itu, kami  saling membisu. Ia sedang menangis. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yang telah terjadi dengan perkawinan kami. Tapi aku tak bisa memberikan jawaban yang memuaskan sebab hatiku telah dibawa pergi oleh Dewi. Dengan perasaan yang amat bersalah, Aku menuliskan surat perceraian di mana istriku memperoleh rumah, mobil dan 30% saham dari perusahaanku. Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya jadi beberapa bagian.

Aku merasakan sakit dalam hati. Wanita yang telah 10 tahun hidup bersamaku sekarang menjadi seorang yang asing dalam hidupku. Tapi aku tidak bisa mengembalikan apa yang telah kuucapkan. Akhirnya ia menangis dengan keras di depanku, di mana hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya. Bagiku, tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku. Ide perceraian telah menghantuiku dalam beberapa minggu ini dan sekarang sungguh-sungguh telah terjadi.

Pada larut malam, aku kembali ke rumah setelah menemui klienku. Aku melihat isteriku  sedang menulis sesuatu. Karena capek aku segera ketiduran. Ketika aku terbangun tengah malam, aku melihat ia masih menulis. Aku tertidur kembali. Ia menuliskan syarat-syarat dari perceraiannya. Ia tidak menginginkan apapun dariku, tapi aku harus memberikan waktu sebulan sebelum menceraikannya, dan dalam waktu sebulan itu kami harus hidup bersama seperti biasanya. Alasannya sangat sederhana: Anak kami akan segera menyelesaikan pendidikannya dan liburannya adalah sebulan lagi dan ia tidak ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga kami.

Ia menyerahkan persyaratan tersebut dan bertanya, ”He Ning, apakah kamu masih ingat bagaimana aku memasuki rumah kita ketika pada hari pernikahan kita?” Pertanyaan ini tiba-tiba mengembalikan beberapa kenangan indah kepadaku. Aku mengangguk dan mengiyakan. “Kamu membopongku di lenganmu,” katanya. “Jadi aku punya sebuah permintaan, yaitu kamu akan tetap membopongku pada waktu perceraian kita. Dari sekarang sampai akhir bulan ini, setiap pagi kamu harus membopongku keluar dari kamar tidur ke pintu.” Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia merindukan beberapa kenangan indah yang telah berlalu dan berharap perkawinannya diakhiri dengan suasana romantis.

Aku memberitahukan Dewi soal syarat-syarat perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak ada gunanya. “Bagaimanapun trik yang ia lakukan, ia harus menghadapi hasil dari perceraian ini,” ia mencemooh. Kata-katanya membuatku merasa tidak enak.

Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan perceraian itu. Kami saling menganggap orang asing. Jadi ketika aku membopongnya di hari pertama, kami kelihatan salah tingkah. Anak kami menepuk punggung kami, ”Wah, papa membopong mama, mesra sekali.” Kata-katanya membuatku merasa sakit. Dari kamar tidur ke ruang duduk, lalu ke pintu, aku berjalan 10 meter dengan ia dalam lenganku. Ia memejamkan mata dan berkata dengan lembut, ”Mari kita mulai hari ini, jangan memberitahukan pada anak kita.”  Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang. Aku melepaskan ia di pintu. Ia pergi menunggu bus, dan aku pergi ke kantor.

Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di dadaku, kami begitu dekat sampai-sampai aku bisa mencium wangi dibajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan mesra wanita ini. Aku melihat bahwa ia tidak muda lagi, beberapa kerut tampak di wajahnya.

Pada hari ketiga, ia berbisik padaku, “Kebun di luar sedang dibongkar, hati-hati kalau kamu lewat sana.”

Hari keempat, ketika aku membangunkannya, aku merasa kalau kami masih mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih membopong kekasihku di lenganku. Bayangan Dewi menjadi samar.

Pada hari kelima dan enam, ia masih mengingatkan aku beberapa hal seperti, di mana ia telah menyimpan baju-bajuku yang telah ia setrika, aku harus hati-hati saat memasak, dll. Aku mengangguk.  Perasaan kedekatan terasa semakin erat.

Aku tidak memberitahu Dewi tentang ini. Aku merasa begitu ringan membopongnya. Berharap setiap hari pergi ke kantor bisa membuatku semakin kuat. Aku berkata padanya, “Kelihatannya tidaklah sulit membopongmu sekarang.”

Ia sedang mencoba pakaiannya, aku sedang menunggu untuk membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak bisa menemukan yang cocok. Lalu ia melihat, ”Semua pakaianku kebesaran.” Aku tersenyum. Tapi tiba-tiba aku menyadarinya sebab ia semakin kurus itu sebabnya aku bisa membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku tahu ia mengubur semua kesedihannya dalam hati. Sekali lagi, aku merasakan perasaan sakit. Tanpa sadar kusentuh kepalanya. Anak kami masuk pada saat tersebut. “Pa, sudah waktunya membopong mama keluar.” Baginya, melihat papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian yang penting. Ia memberikan isyarat agar anak kami mendekatinya dan merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku takut aku akan berubah pikiran pada detik terakhir. Aku menyanggah ia di lenganku, berjalan dari kamar tidur, melewati ruang duduk ke teras. Tangannya memegangku secara lembut dan alami. Aku menyanggah badannya dengan kuat seperti kami kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak pucat dan kurus, membuatku sedih.

Pada hari terakhir, ketika aku membopongnya di lenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami telah kembali ke sekolah. Ia berkata, “Sesungguhnya aku berharap kamu akan membopongku sampai kita tua.” Aku memeluknya dengan kuat dan berkata, “Antara kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu mesra.”

Di depan rumah Dewi, aku melompat turun dari mobil tanpa sempat menguncinya. Aku takut keterlambatan akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki tangga. Dewi membuka pintu. Aku berkata padanya, ”Maaf Dewi, aku tidak ingin bercerai. Aku serius.” Ia melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku. “Kamu tidak demam.” Kutepiskan tangannya dari dahiku. “Maaf, Dewi, Aku cuma bisa bilang maaf padamu, aku tidak ingin bercerai. Kehidupan rumah tanggaku membosankan disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai-nilai dari kehidupan, bukan disebabkan kami tidak saling mencintai lagi. Sekarang aku mengerti sejak aku membopongnya masuk ke rumahku, ia telah melahirkan anakku. Aku akan menjaganya sampai tua. Jadi aku minta maaf padamu.” Dewi tiba-tiba seperti tersadar. Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan menutup pintu dengan kencang dan tangisannya meledak.

Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan aku melewati sebuah toko bunga, ku pesan sebuah buket bunga kesayangan istriku. Penjual bertanya apa yang mesti ia tulis dalam kartu ucapan?

Aku tersenyum, dan bilang: tulislah : “Aku akan membopongmu setiap pagi sampai kita tua…”

Orang Kudus 30 September: St. Hieronymus

Santo Hieronimus, Imam & Pujangga Gereja
Eusebius Hieronimus Sophronius lahir di Stridon, Dalmatia pada tahun 342. Ayahnya, Eusebius, adalah seorang beriban kristen yang saleh hidupnya dan dikenal luas sebagai tuan tanah yang kaya raya. Ia mendidik Hieronimus sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan hidup kristiani dan kebiasaan kerja keras. Ketika Hieronimus berusia 12 tahun, ia mengirimnya ke Roma untuk belajar ilmu hukum dan filsafat. Studinya berjalan lancar, hanya cara hidupnya tidak tertib karena terpengaruh kehidupan moral orang Roma yang tidak terpuji pada masa itu. Untungnya bahwa ia lekas sadar dan bertobat dari cara hidupnya yang tidak tertib itu. Pada saat itulah ia meminta dipermandikan oleh Paus Liberius. Rahmat permandian yang diterimanya terus dihayati dengan banyak berdoa dan berziarah ke makam para martir dan para rasul bersama kawan-kawannya. Kehidupan rohaninya terus meningkat, demikian pula cintanya kepada Tuhan dan sesama.

Pada tahun 370 ia berangkat ke kota Aquileia dan tinggal di sana beberapa lama untuk mendapat bimbingan dari Valerianus, seorang uskup saleh. Dari sana ia pindah ke kota Antiokia. Empat tahun lamanya ia hidup di dalam kesunyian padang gurun untuk belajar dan meningkatkan hidup rohaninya dengan doa dan puasa. Di bawah bimbingan seorang rabbi, ia belajar bahasa Yunani dan Ibrani.

Berkat kemajuan hidup rohaninya yang besar, ia dianggap layak untuk ditahbiskan menjadi imam. Peristiwa itu terjadi di Antiokia pada tahun 379. Setelah menjadi imam, Hieronimus pergi ke Konstantinopel karena tertarik pada cara hidup Santo Gregorius dari Nazianza. Ia memperoleh banyak pengalaman dari Gregorius bagi peningkatan hidupnya. Hieronimus kemudian berangkat ke Roma dan di sana ia menjadi sekretaris pribadi Sri Paus Damasus (366 – 384).

Karena pengetahuannya yang luas dan mendalam tentang Kitab Suci dan kecakapannya dalam bahasa Latin, Yunani dan Ibrani, Hieronimus ditugaskan oleh Paus Damasus untuk membuat terjemahan baru atas seluruh isi Alkitab dari bahasa Yunani dan Ibrani ke dalam bahasa Latin. Untuk menunaikan tugas suci ini, ia pindah ke Betlehem, tempat kelahiran Yesus. Ia tinggal di sana selama 30 tahun untuk bekerja, belajar dan bersemadi. Perjanjian Lama diterjemahkannya dari bahasa Ibrani dan Aramik ke dalam bahasa Latin, sedangkan Perjanjian Baru diterjemahkannya dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Latin. Hasil terjemahannya sangat baik dan disukai banyak orang. Oleh karena itu terjemahannya disebut Vulgata, yang berarti populer, dan sampai kini masih dianggap sebagai terjemahan yang resmi dan sah oleh Gereja.

Selain terkenal luas karena hasil terjemahannya, Hieronimus juga dikenal luas sebagai seorang pembela iman dari berbagai aliran bidaah dan pembimbing rohani. Dari segala penjuru datanglah banyak orang untuk mendapatkan bimbingannya dalam berbagai masalah ketuhanan dan Kitab Suci. Di Betlehem Hieronimus mendirikan dua buah biara dan memimpinnya selama berada di Betlehem. Satu dari dua biara itu diperuntukkan bagi pada biarawati di bawah pimpinan Santa Paula dan kelak oleh Santa Eustachia. Dua biara itu kemudian dibakar oleh para pengikut bidaah Pelagianisme. Kendatipun tertimpa kesedihan besar, Hieronimus terus giat menulis dan mengajar hingga wafatnya pada tahun 420. Ia dinyatakan oleh Gereja sebagai orang kudus sekaligus sebagai seorang pujangga Gereja yang besar.

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Senin Biasa XXVI-C

Renungan Hari Senin Biasa XXVI, Thn C/I
Bac I   : 2Tim 3: 14 – 17; Injil      : Luk 9: 46 50

Injil hari ini mengisahkan pertengkaran para rasul berkaitan yang terbesar di antara mereka. Di sini tampak jelas bahwa mereka hanya memikirkan apa yang mereka inginkan, bukannya kehendak Allah. Mereka hanya memikirkan soal kekuasaan, prestise, harga diri, jaminan hidup, kenikmatan dan lain-lain. Padahal kehendak Allah jauh dari semuanya itu. Yesus menunjukkan kehendak Allah dengan “mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di samping-Nya.” (ay. 47). Pada anak kecil itu ada kehendak Allah, yaitu sikap ketergantungan pada Allah dan rendah hati.

Dalam bacaan pertama, yang diambil dari surat Paulus yang kedua kepada Timotius, kehendak Allah ada dalam Kitab Suci. Bagi Paulus, Kitab Suci “bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (ay. 16). Kitab Suci sudah dikenal sejak kita bisa membaca. Akan tetapi, kekuatan Kitab Suci terletak pada pelaksanaannya.

Sabda Tuhan hari ini menghendaki kita untuk selalu mencari dan melakukan kehendak-Nya. Sangat menarik refleksi Paulus bahwa kehendak Allah itu ada dalam Kitab Suci, di mana Kitab Suci sangat dekat dengan kehidupan kita. Kita sudah lama mengenal Kitab Suci. Namun sejauh mana kita sudah membacanya. Dan lebih dari itu, sejauh mana kita sudah melaksanakan apa yang ditulis dalam Kitab Suci.

by: adrian

Minggu, 29 September 2013

Pesan di Balik Karikatur

Salah satu topik berita terhangat dalam dua minggu ini adalah keberadaan mobil murah. Di saat Pemprov DKI berjuang mengurai kemacetan di ibukota, pemerintah pusat malah menambah simpul keruwetan dengan menurunkan kebijakan mobil murah. Ada begitu banyak pro kontra mengenai hal itu.

Tulisan ini ditujukan kepada Pak Beye, yang adalah Presiden Indonesia. Pak Beye di sini bukan sebagai pribadi, melainkan sebagai kepala negara. Dan karena beliau sebagai kepala negara, maka beliau juga adalah wakil pemerintah, khususnya pemerintah pusat, yang mengeluarkan kebijakan mobil murah. Kebijakan mobil murah adalah juga tanggung jawab Pak Beye. Dengan ini saya menghimbau supaya SBY meluangkan waktu untuk membaca Kompas, Minggu, 29 September 2013.

Mungkin selama ini Bapak Presiden hanya senang mendengar masukan-masukan dari para pembisiknya, yang umumnya berprinsip ABS (Asal Bapak Senang), sehingga tak ada kesempatan untuk membaca. Mungkin juga Bapak SBY sibuk mengurus konvensi partai atau masalah partainya, atau asyik menulis lagu baru sehingga tidak punya waktu untuk membaca. Karena itulah, saya menganjurkan Pak Beye untuk sedikit membaca.

Membaca adalah aktivitas manusia. Hanya manusia yang dapat membaca. Dengan membaca ia dapat mengerti sehingga darinya bisa lahir kebijakan atau keputusan. Semua ini mengandaikan adanya otak yang mengolah apa yang dibaca sehingga dimengerti, dan adanya hati (nurani) yang menggerakkan untuk beraksi.

Ada banyak media bacaan. Salah satunya adalah Kompas. Koran Kompas terkenal dengan spirit mottonya: AMANAT HATI NURANI RAKYAT. Ini mau menunjukkan bahwa Kompas selalu berusaha menangkap apa yang ada dalam hati nurani rakyat. Pemimpin yang pro rakyat adalah mereka yang selalu mendengarkan suara rakyat, harapan dan persoalan hidup rakyat.

Berkaitan dengan topik “Mobil Murah” Kompas menangkap suara hati rakyat dalam bentuk karikatur. Tolonglah Pak Beye mencermati karikatur itu, agar Bapak bisa menangkap apa yang ada di dalam hati rakyat Indonesia.

Di suatu tempat dagangan, terjadi tawar menawar antara Sukribo dan si mbok pedagang.

Sukribo         : Kalau sayur asem berapa, Bu?
Pedagang     : Terserah. Tapi paling dikit tiga ribu, ya.
Sukribo         : Kalau tahu bulat ini??
Pedagang     : satu 500.
Sukribo         : Getuk ini?
Pedagang     : Seribu.
Sukribo         : Lumpia?
Pedagang     : Seribu.
Sukribo         : Yang lebih murah apa ya?
Pedagang     : Kalau yang murah, mobil. Itu mas, ada disediakan pemerintah. Kalau makan nggak ada.

Hakikat sebuah karikatur ada lucu, namun menyentil. Demikian pula karikatur Sukribo di atas, yang diambil dari Kompas, 29 September, hlm. 30. Dan saya meminta Pak Beye untuk membaca karikatur ini.

Dalam karikatur ini terdapat kritik terhadap pemerintah dan sekaligus apa yang ada di dalam hati rakyat. Kompas sudah menangkapnya dengan baik. Bagaimana dengan Bapak Presiden???

Tentulah tak pantas saya mengajari Bapak Presiden untuk menjelaskan arti karikatur itu. Bapak adalah seorang Doktor. Tentulah bukan berarti Bapak tidak dapat mengerti makna tersembunyi karikatur ini. Saya yakin Bapak Presiden pasti paham. Ibu-ibu di pasar yang hanya lulusan SMP saja ngerti koq, masak Bapak Presiden tidak. Kan mustahil.

Hanya persoalannya adalah: sejauh mana pesan karikatur ini menggerakkan hati nurani Bapak. Tentulah pertama-tama hal ini harus mengandaikan Bapak memiliki hati nurani. Saya tidak tahu apakah Bapak Presiden mempunyai hati nurani atau tidak. Akan tetapi semua itu dapat dilihat dalam kebijakan-kebijakan yang Bapak lahirkan.

Pangkalpinang, 29 September
by: adrian

Orang Kudus 29 September: St. Sirakus

santo sirakus, pengaku iman
Sirakus lahir pada tahun 449. Pada umur 17 tahun ia memasuki kehidupan pertapaan di Betlehem. Namun kemudian ia tinggal di banyak biara di seputar Palestina dan di tepi Laut Mati. Rahib Yunani ini sangat lemah lembut, tak pernah marah dan senang menyanyikan Mazmur. Ia biasanya tidak makan sebelum matahari terbenam. Sirakus meninggal dunia di pertapaannya pada tahun 557.

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Minggu Biasa XXVI-C

Renungan Hari Minggu Biasa XXVI
Bac I   : Am 6: 1a, 4  7; Bac II  : 1Tim 6: 11 – 16;
Injil     : Luk 16: 19  31
Sabda Tuhan hari ini mau berbicara soal berbuat kebaikan. Bacaan pertama dan Injil memiliki kesamaan pesan, yaitu agar kebaikan kita tidak hanya dinikmati sendiri, melainkan dirasakan orang lain juga. Dalam Injil hal ini ditegaskan dalam kisah “Orang kaya dan Lazarus yang miskin.” Diceritakan bahwa selama hidupnya, si kaya hanya memperhatikan dirinya sendiri dan tak peduli dengan orang lain. Dia menikmati dunianya sendiri tanpa peduli nasib Lazarus miskin. Dengan kata lain, orang kaya itu bersikap egois. Lewat kisah ini Tuhan menghendaki agar kebaikan pada kita dibagikan kepada sesama.
Apa yang disampaikan Yesus di atas sudah ditegaskan oleh Amos dalam bacaan pertama. Dalam kitabnya, Amos menyebut mereka yang egois, yang hanya peduli pada diri sendiri sebagai orang yang celaka. Orang-orang ini diibaratkan dengan orang yang merasa ama di Sion dan tenteram di gunung Samaria (ay. 1), sehingga tak peduli akan penderitaan sesama. Lewat nubuatnya ini Amos mengajak umat untuk peduli akan orang lain yang miskin, kecil, lemah dan terpinggirkan. Kebaikan yang ada pada umat hendaknya dibagikan kepada mereka yang membutuhkan. Dengan demikian, maka umat akan terhindar dari celaka.
Berbuat baik ditegaskan juga oleh Paulus dalam bacaan kedua. Dalam suratnya yang pertama kepada Timotius, Paulus secara sederhana meminta jemaat untuk menjauhi kejahatan dan mengejar kebaikan. Wujud kebaikan yang diserukan Paulus adalah keadilan, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan (ay. 11). Semua perbuatan baik ini terarah bukan saja kepada diri sendiri, melainkan juga kepada orang lain. Paulus mengajak kita untuk menghindari kejahatan atau semangat egois, serta berjuang dalam iman.
Hari ini Tuhan, melalui sabda-Nya, menyadarkan kita akan kehendak-Nya. Tuhan menghendaki supaya kita senantiasa berjuang dalam kebaikan, atau yang dalam istilah Paulus “merebut hidup yang kekal.” (ay. 12). Orientasi perbuatan baik kita adalah orang lain. Kebaikan pada kita merupakan hak orang lain. Karena itu, kita berkewajiban untuk membaginya, bukan hanya dinikmati sendiri tanpa peduli pada sesama. Perbuatan baik itu harus lahir dari kesadaran diri kita sendiri, bukan karena keterpaksaan ataupun aturan.***

by: adrian

Sabtu, 28 September 2013

Mencari Sosok Presiden Idaman

Tak bisa dipungkiri, sosok Presiden Susilo B Yudhoyono (SBY), di masa keduanya, adalah sangat buruk. Ke-buruk-an itu bukan hanya terlihat dalam diri pribadi SBY saja melainkan juga dalam kehidupan perpolitikan. Publik mengetahui kalau presiden kita saat ini sangat lemah. Kasus perbatasan dengan Malaysia, kasus GKI Yasmin dan Ahmadiah, kasus Mesuji, kasus korupsi dan rekening gendut di Polri, dan masih banyak kasus lain yang tak pernah selesai menunjukkan betapa presiden sangat lemah. Ke-lemah-an presiden juga tampak dari aksi curhatnya di media. Selain itu juga kita tahu soal kebohongan yang pernah dikemukakan para aktivis pada 10 Januari 2011.
Karena lemahnya pribadi SBY membuat perpolitikan negeri ini menjadi karut marut. Contoh-contoh di atas adalah buktinya. Segala masalah yang ada bisa sedikit berkurang bila presiden memiliki sikap tegas dalam bertindak dan dalam berpihak.
Keprihatinan inilah yang mendasari tulisan ini untuk mencari kriteria apa yang cocok buat sosok Presiden RI di masa depan.

12 Kriteria Sosok Presiden
Ada banyak kriteria yang bisa diajukan untuk mencari sosok anggota dewan yang ideal. Dalam tulisan ini akan diberikan 12 kriteria.
a.        Takut akan Tuhan
Ketika mengikuti pencalonan Gubernur Bangka Belitong 2007, Basuki T Purnama[1]  memilih satu slogan kampanye yang berbunyi “takut akan Tuhan”. Slogan ini didasarkan pada Kitab Suci[2]. Orang yang takut akan Tuhan akan menjauhi kejahatan, sehingga ia terhindar dari maut (baca: jerat hukum). “Takut akan Tuhan” mau menunjukkan kualitas keberimanan seseorang. Karena itu, sikap “takut akan Tuhan” ini hendaknya dimiliki oleh presiden kita kelak.
b.        Ksatria
Ksatria bukan cuma sikap berani tanpa perhitungan, tetapi berani dengan bijaksana. Sifat ksatria berarti bukan hanya hebat dalam perang dengan kemenangan gilang gemilang, melainkan juga dengan jujur dan lapang dada mau mengakui kekalahan dan kelemahannya. Kekalahan atau kelemahan tak perlu ditutupi dan keunggulan lawan harus diakui. Salah satu bentuk sifat ksatria adalah mundur dari jabatan.
c.         Jujur, Adil dan Tegas
Masih segar dalam benak kita tindakan nekad Pong Harjatmo pada 30 Juli 2010 dengan membubuhkan tulisan di atap gedung DPR: Jujur, Adil, Tegas. Meski aksi Pong ini ditujukan ke anggota dewan, namun pesannya kena juga ke presiden saat ini. Karena itu, pada awal tahun 2011 muncul pernyataan 18 kebohongan pemerintahan SBY dari tokoh lintas agama. Semua itu berakar pada ketidak-tegasan SBY sehingga dalam bertindak dan bersikap dia berlaku tidak adil. Dan ketidak-adilan dan ketidak-tegasan itu ditutup dengan kebohongan. Oleh karena itu, sosok presiden masa depan harus memiliki ketiga sifat di atas. Sosok presiden yang tegas dapat kita lihat dalam diri Bung Karno.
d.        People Oriented
Model pemilihan presiden kita saat ini sudah jauh berbeda dari jaman Suharto. Presiden sekarang langsung dipilih oleh rakyat. Sebagai wujud terima kasih atas kepercayaan rakyat, maka hendaknya presiden terpilih lebih memperhatikan kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat, khususnya yang kecil dan terpinggir, harus mengalahkan kepentingan partai. Sikap people oriented berarti presiden mengabdikan dirinya secara total untuk kepentingan rakyat. Sebagai seorang pemimpin, sudah sepantasnya presiden meninggalkan politik pencitraan diri. Dave Ulrich, dalam wawancaranya dengan KOMPAS awal Maret lalu berkata, “Pemimpin yang baik harus mengurangi perhatian kepada diri sendiri..., dan lebih banyak melayani yang lain.”[3] Pada kriteria ini, menjadi calon yang ideal untuk presiden masa depan adalah Bapak Jokowi dan Bapak Ahok.
e.         Bermoral
Moral merupakan pedoman yang mengatur manusia untuk melakukan yang baik dan menghindar yang buruk.[4] Sangat diharapkan di masa depan presiden memiliki moralitas sehingga mereka dapat menghindar hal-hal yang buruk dan berusaha melakukan hal yang baik demi kesejahteraan masyarakatnya. Sekalipun bermoral, presiden hendaknya jangan jatuh ke dalam tindakan sok moralis alias munafik.
f.         Cerdas berhati nurani
Tentulah diharapkan agar presiden itu harus memiliki kecerdasan yang mumpuni agar tidak malu-maluin dalam kancah politik dunia. Kecerdasan, selain sebagai sarana yang memudahkan untuk berkomunikasi, dapat juga membantu untuk bersikap kritis terhadap masalah yang dihadapi. Namun hendaknya tidak hanya berhenti pada cerdas otak, tetapi juga harus cerdas hati. Untuk itu dia harus memiliki hati nurani yang bisa mengajaknya untuk berempati dan bersolidaritas dengan korban.
g.        Berani berkorban
Yesus pernah menasehati murid-Nya, yang kelak akan menjadi pemimpin, agar tidak seperti pimpinan duniawi pada umumnya yang memerintah rakyatnya dengan “tangan besi”. Sebaliknya “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."[5] Memberikan “nyawa” berarti mau berkorban demi rakyat. Inilah yang diharapkan pada presiden kelak.
h.        Rendah hati
Sosok presiden di masa yang akan datang hendaknya memiliki sikap rendah hati. Kriteria rendah hati ini tidak hanya tampak dalam penampilan melainkan juga dalam sikap dan tutur kata. Contoh profil rendah hati terlihat dalam diri Bapak Dahlan Iskan, Menteri Negara BUMN, dan juga Bapak Jokowi, Bupati Solo. Sikap ini akan memangkas jarak anggota dewan dengan rakyat.
i.          Arif
Kearifan tumbuh di atas kerendahan hati. Sikap ini akan menuntun orang untuk dengan benar memilih tindakan yang harus diterapkan.[6] Atau dengan kata lain, mampu membaca masa depan dan menetapkan arah yang positif. Dengan sikap ini, tentulah presiden dapat terhindar dari praktek-praktek tak terpuji.
j.          Berpengalaman
Yudi Latief pernah mengungkapkan salah satu kriteria pemimpin yang baik, yang dapat diterapkan dalam sosok presiden masa depan adalah pengalaman. Menurutnya seorang pemimpin harus memiliki jabatan pemimpin atau setingkatnya dalam organisasi tertentu.[7] Pengalaman berorganisasi inilah yang bisa dijadikan modal untuk mengatur dan mengelola bangsa ini.
k.        Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban atas janji-janji yang telah diucapkan kepada orang lain. Istilah sederhananya, bagaimana kita membuktikan janji-janji yang dibuat menjadi kenyataan.[8] Sebagai bentuk akuntabilitasnya, presiden harus membuat laporan terbuka, baik melalui situs resmi pemerintah maupun lewat media massa, tentang kerja yang sudah dilakukannya.
l.          Mencintai rakyat
Dr Haryono Umar, dalam tulisannya di Tempo Interaktif, menilai bahwa pemimpin yang didambakan masyarakat adalah pemimpin yang mencintai rakyatnya.[9] Pemimpin dengan kriteria ini akan selalu membuat kebijakan pro rakyat. Dengan kriteria ini maka presiden di masa depan tidak akan “menjual” bangsanya ke negara lain atau juga tidak mau dikendalikan oleh kekuatan asing.
Demikianlah beberapa buah pikiran untuk mewujudkan adanya sosok presiden yang ideal demi terciptanya perubahan yang lebih baik bagi bangsa ini. Namun di atas semuanya itu, political will menjadi mutlak dibutuhkan. Tanpa adanya kemauan dan usaha, semuanya menjadi percuma. Dan ini semua ditentukan juga oleh rakyat yang memilih.
Tanjung Balai – Karimun, 20 Maret 2012
by: adrian




[1] Dikenal sebagai Ahok, yang dinobatkan majalah TEMPO sebagai salah satu dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia (2006). Dan pada 2007 ia dinobatkan sebagai Tokoh Anti Korupsi dari penyelenggara negara oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan.
[2] Ada banyak sumber Kitab Suci, khususnya dari Perjanjian Lama, yang mendasari slogan “Takut akan Tuhan”. Yang bisa disebut di sini misalnya Mazmur 25: 12; 111: 10 dan Amsal 8: 13; 14: 27 dan 16: 6
[3] KOMPAS, 14 Maret 2012, hlm 18
[4] Bdk. Sonny Keraf, Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius, 1991, hlm. 20
[5] Markus 10: 42-45
[6] Dr. William Chang, Menggali Butir-Butir Keutamaan. Yogyakarta: Kanisius, 2002, Hlm 36-37
[7] Briko Alwiyanto, “15 Pemimpin Muda Berpengaruh”, dlm  Kompas.com, 16 Desember 2008, 17:20 WIB
[8] Yulia Permata Sari, “Empat Kunci jadi Pemimpin Sukses”, dlm Media Indonesia.com, 8 Maret 2010, 15:30 WIB
[9] Dr. Haryono Umar, “Pemimpin yang Mencintai Rakyat”, dlm Tempo.co, 2 Desember 2008, 15:51 WIB

Orang Kudus 28 September: St. Eustakia

santa eustakia, perawan
Eustakia adalah puteri bungsu Santa Paula, janda seorang bangsawan Romawi. Ia dikenal sebagai gadis Romawi pertama yang mengikrarkan kaul kemurnian hidup bagi Kristus. Oleh Santo Hieronymus, pembimbing rohaninya di Betlehem, Eustakia diberi julukan “Bunga para Gadis.”

Ketika ibunya, Paula, meninggalkan segala-galanya dan berangkat ke Palestina untuk mengurbankan hidupnya demi Kristus dan kepentingan sesama, Eustakia menemaninya. Ia mau menjadi seperti ibunya dalam hal pengabdian kepada Kristus dan sesama. Di Palestina mereka berdua bersama-sama mengunjungi berbagai tempat suci yang pernah disingahi Kristus semasa hidup-Nya. Paula, ibunya, mendirikan sebuah biara di Betlehem dan Eustakia menjadi salah satu anggota biara itu.

Sepeninggal ibunya, Eustakia menjadi pemimpin biara itu di bawah bimbingan Santo Hieronymus. Sebagai pemimpin biara, Eustakia benar-benar menunjukkan teladan hidup yang cemerlang dalam mengamalkan segala kebajikan kristiani demi kemuliaan Kristus.

Santo Hieronymus sangat mengagumi cara hidup Eustakia. Ada beberapa surat yang ditulisnya kepada Eustakia untuk menunjukkan kekagumannya pada cara hidup Eustakia. Dalam salah satu suratnya ia menulis, Eustakia, anakku dan adikku yang terkasih di dalam Kristus, Tuhan! Umurku dan kasih sayangku memperkenankan aku menggunakan kata-kata seperti itu. Sesungguhnya Tuhan telah menciptakan engkau untuk menjadi orang terkemuka di antara para gadis Romawi. Oleh karena itu, berjuanglah sekuat tenagamu agar tugasmu yang suci mulia itu kauselesaikan sampai tuntas di dalam nama Kristus Tuhan kita. Kiranya kebahagiaan yang telah kauperoleh dari Kristus, tidaklah hilang karena kebodohan yang hanya menuntut pengorbanan yang setengah-setengah.”

Sebaiknya cara hidup Eustakia menjadi dorongan moril yang besar bagi Santo Hieronymus dalam usahanya menyelesaikan terjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa Latin. Setelah mengabdi Tuhan dalam waktu yang cukup lama, Eustakia meninggal dunia pada tahun 419. Tidak lama kemudian Santo Hieronymus pun menyusul dia ke dalam kebahagiaan surgawi yang tak kunjung berakhir.

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Sabtu Biasa XXV-C

Renungan Hari Sabtu Biasa XXV, Thn C/I
Bac I   : Za 2: 15, 10 – 11a; Injil         : Luk 9: 43b 45

Bacaan Injil hari ini diawali dengan informasi keheranan umat atas mujizat yang dilakukan Yesus, yaitu mengusir roh jahat dari seorang anak muda. Ketakjuban itu semakin bertambah karena para rasul, yang sebelumnya sudah menerima kuasa dari Yesus, tidak dapat menyembuhkan anak itu. Karena itulah, setelah anak itu sembuh, “takjublah semua orang itu karena kebesaran Allah.” (ay. 43a).

Umat melihat Allah hanya dari sisi kebesaran saja. Karena itu, Yesus mengungkapkan sisi lain dari Allah, yaitu penderitaan. Kepada para rasul-Nya, Yesus berkata bahwa “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.” (ay. 44). Para rasul tidak mengerti akan hal ini. Mereka tidak bias menerima kalau Allah yang hebat itu harus diserahkan ke dalam tangan manusia, yang artinya hidup menderita.

Gambaran Allah yang menderita ini bukan saja tidak bisa diterima oleh para rasul. Sampai saat ini pun masih ada orang yang tidak percaya kalau yang disalib itu itu adalah Yesus. Mereka ini menggunakan cara piker manusia, yaitu kalau Tuhan itu maha kuasa, maka Ia dapat lolos dengan mudah dari penderitaan. Hanya manusia saja yang menderita. Sabda Tuhan hari ini menghendaki agar kita tidak takut akan penderitaan. Lewat sabda-Nya Tuhan mau mengatakan pada kita bahwa di saat kita mengalami penderitaan, kita tidaklah sendirian. Dia juga pernah menderita. Dan lebih dari itu Tuhan hadir di tengah-tengah kita (Za 2: 10 – 11).

by: adrian

Jumat, 27 September 2013

Kolekte yang Terpaksa

Seorang pemuda sedang mengikuti perayaan ekaristi di sebuah gereja. Setelah mengungkapkan Sahadat Para Rasul, acaranya adalah persembahan. Petugas kolekte segera mengedarkan kantong kolekte. Ketika kantong kolekte hampir tiba padanya ia pun merogoh sakunya, membuka dompet dan mengeluarkan uang Rp 1.000 untuk nanti dimasukkan ke kantong kolekte.

Ketika kantong kolekte itu tiba di hadapannya, tiba-tiba seorang bapak di belakangnya menyodorkan uang Rp 50 ribu kepadanya. Setelah memasukkan uang seribu-nya ke dalam kantong kolekte, ia pun memasukkan uang itu ke kantong kolekte dengàn perasaan kagum pada Bapak yang murah hati itu. Setelah kantong kolekte berlalu, si Bapak menepuk pundaknya dan berkata,

"Itu tadi jatuh dari kantongmu..."

edited by: adrian
Baca juga humor lainnya: