Sejak
kerusuhan di Mako Brimob Kelapa Dua, 9 Mei lalu, sejumlah aksi terorisme
terjadi secara simultan. Hari Minggu, 12 Mei ada aksi teroris di Cianjur, di
tiga lokasi gereja di Surabaya, dan di Sidoarjo. Keesokan harinya Surabanya
kembali diguncang aksi teror. Kali ini terjadi si Malpotabes Surabaya. Hingga
sehari menjelang Bulan Suci Ramadhan, masih terjadi beberapa aksi teror di
daratan Sumatera.
Indonesia
memang sudah tak asing dengan aksi teror. Namun aksi teror di Surabaya
memunculkan satu fenomena baru dalam aksi terorisme Indonesia, yaitu munculnya
satu keluarga inti sebagai pelaku terorisme. Selama ini para teroris itu adalah
personal yang tidak terkait dalam ikatan keluarga utuh. Peristiwa bom Bali
memang menampilkan dua tokoh kakak beradik sebagai pelaku teror, namun itu
tidak utuh seperti yang terjadi di Surabaya. Kejadian terorisme di Surabaya dan
Sidoarjo menampilkan keluarga utuh: ayah, ibu dan anak-anak.
Munculnya
pelaku teror dari satu keluarga utuh ini membuat orang kembali mempertanyakan apa
alasan atau motivasi orang mau terlibat dalam terorisme. Selama ini banyak
orang menilai bahwa mereka yang terlibat dalam terorisme, bahkan hingga menjadi
pelaku bom bunuh diri, hanya bertujuan ekonomi. Dengan ikut dalam aksi teror,
mereka akan mendapat uang. Seandainya pun mereka mati dalam aksi bom bunuh
diri, keluarga yang ditinggalkan akan mendapat santunan. Artinya, masih ada
yang menikmati keuntungan ekonomi tersebut. Karena itu, orang mengatakan bahwa
para pelaku terorisme itu umumnya berasal dari latar belakang keluarga ekonomi
kurang mampu.
Akan
tetapi, alasan ekonomi tersebut di atas tidak dapat diterapkan pada pelaku
teror yang berasal dari satu keluarga utuh. Misalnya seperti yang terjadi di
Surabaya, pada aksi teror di tiga lokasi gereja dan di Malporestabes. Jika demi
alasan ekonomi, apa yang didapat para pelaku bila semuanya (satu keluarga)
meninggal akibat aksi bom bunuh diri. Sama sekali mereka tidak mendapat sedikit
pun keuntungan ekonomi, karena ayah, ibu dan semua anaknya meninggal dunia.
Karena
itu, apa yang menggerakkan orang untuk terlibat dalam aksi terorisme?