Senin, 23 Juni 2014

(Inspirasi Hidup) Tentang Ketaatan


JENIS-JENIS KETAATAN
Ketaatan merupakan wujud pengabdian. Ketaatan ini dapat ditujukan kepada sebuah prinsip, ideologi, aturan atau kepada oknum. Untuk ketaatan yang ditujukan kepada oknum, biasanya ketaatan ini dikenakan untuk bawahan atau orang yang statusnya lebih rendah dari yang harus ditaati. Mereka-mereka itulah yang harus taat; dan mereka yang di atas harus ditaati.

Ada tiga jenis ketaatan yang biasa ditampilkan bawahan kepada atasannya. Ketiganya adalah:

     1.     Ketaatan Semu
Ketaatan semu adalah jenis ketaatan yang kelihatannya taat, namun sebenarnya tidak. Dengan kata lain, di depan pimpinan akan diungkapan ketaatannya, akan tetapi di belakang lain ceritanya. Ungkapan ketaatan di depan pimpinan hanyalah sekedar menyenangkan atasan, dan kebetulan pimpinan juga senang demikian. Mirip seperti ABS (Asal Bapak Senang). Contoh menarik untuk jenis ketaatan ini ditampilkan oleh anak sulung dalam perumpamaan dua anak laki-laki (Mat 21: 28 – 29). Ketika bapanya meminta si sulung bekerja di kebun untuk hari ini, anak itu dengan lantang menjawab, “Baik, Bapa!”, namun ia tidak pergi.

Ketaatan semu ini juga sering ditampilkan dalam pemerintahan kita. Banyak kinerja pemerintahan tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Presiden sering mengeluh dan curhat. Padahal dalam rapat kabinet, semuanya menyatakan siap menyukseskan program pemerintah.

     2.     Ketaatan Buta
Ketaatan buta ibarat kerbau dicocok hidungnya. Ke mana arah tali ditarik, ke sanalah kerbau akan pergi. Dengan kata lain, pimpinan bilang A, maka A juga hasilnya; tidak ada peluang Δ, Å, atau a, a, dll, apalagi B. Contoh menarik untuk jenis ketaatan ini adalah kisah pilot yang diperintahkan komandannya untuk menjatuhkan bom di lokasi yang sudah ditentukan. Ketika komandan berkata, “Do it!”, maka sang pilot langsung menekankan tombol pelepasan bom; dan .... perintah terlaksana. Dia tak peduli akibat perbuatannya bagi warga yang tidak bersalah.

Contoh humor untuk ketaatan buta dapat kita lihat dari perilaku Harmoko, Menteri Penerangan di masa rezim Orde Baru. Segala sesuatu yang dilakukannya adalah “menurut petunjuk Bapak Presiden.” Bahkan, ketika ditanya, kenapa rambut Pak Menteri selalu disisir ke kiri, jawabannya pun “Ini menurut petunjuk Bapak Presiden.”

     3.     Ketaatan Dialogis
Ketaatan dialogis merupakan jenis ketaatan yang di dalamnya masih terbuka ruang dialog. Jadi, bukan sekedar taat buta atau sekedar taat untuk menyenangkan pimpinan, melainkan mencari nilai dari ketaatan itu. Kita ambil contoh di atas. Jika sang pilot sadar bawah di target sasarannya itu banyak warga sipil, maka ia akan menjadikan hal itu sebagai pertimbangan. Ia akan menyampaikan kepada komandannya, “Pak, di sana banyak warga sipil.” Beda dengan yang taat buta; ia tak akan mengajukan pertanyaan atau pernyataan apapun. Pilot yang memiliki ketaatan dialogis akan memberikan masukan dan saran untuk pertimbangan.

Bagi orang kristen, ketaatan dialogis ini ditunjukkan oleh Yesus Kristus. Dia taat kepada kehendak Bapa sampai wafat di kayu salib. Ketaatan Yesus ini bukanlah ketaatan buta, karena sebelumnya Yesus sempat berdialog dengan Bapa-Nya. “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Mat 26: 39)

Sebagai seorang bawahan, ketaatan apa yang Anda hayati?
Jakarta, 2 Maret 2014
by: adrian


Baca juga:
4.      Jangan Takut Dikritik

Orang Kudus 23 Juni: St. Etheldreda

SANTA ETHELDREDA, PENGAKU IMAN
Santa Etheldreda yang disebut juga “Santa Audrey”, lahir di Exning, Suffolk, Inggris kira-kira pada tahun 630. Ia adalah puteri Raja Anna dari Anglia Timur dan saudara St. Sexburga, St. Ethelburga dan St. Withburga.

Walaupun Santa Etheldreda menikah dua kali; keduanya karena alasan kenegaraan. Ia tetap bersikeras menghayati kaul kemurnian hidup bagi Allah. Suaminya yang pertama setuju menjalankan pantang perkawinan demi tegaknya kaul kemurnian itu. Ketika suaminya meninggal, ia mengundurkan diri ke Pulau Ely, salah satu wilayah yang berada di bawah kekuasaan Inggris. Di sini Etheldreda menyepi seorang diri dalam khlawat yang mendalam.

Di kemudian hari, dia memenuhi keinginan keluarganya, ia menikah lagi dengan Pangeran Muda Egfrid dari Northumbria. Mulanya, Etheldreda sanggup menjalankan kaul kemurnian tanpa ada gugatan dari Egfrid suaminya; namun ketika Egfrid menjadi Raja Northumbria, ia menuntut Etheldreda agar memenuhi kewajibannya sebagai isteri. Ia menuntut penghayatan hidup perkawinan yang sungguh-sungguh sebagaimana layaknya suami dan isteri. Dengan tegas Etheldreda menolak tuntutan Egfrid itu karena ia tidak sudi mengkhianati kaulnya. Ia meminta bantuan Santo Wilfrid, Uskup York, untuk mendukung pendiriannya dan memperkuat keputusannya. Dengan dukungan Winfrid, Etheldreda kembali ke Ely untuk bertapa dan berdoa. Di sana ia mendirikan sebuah biara pada tahun 673. Sebagai abbas, ia memimpin biaranya dengan aturan hidup yang keras.
 
Etheldreda meninggal dunia pada tanggal 23 Juni 679 di Pulau Ely. Jenazahnya dikuburkan di Ely. Konon terjadi banyak sekali mukzijat di kuburnya.

Renungan Hari Senin Biasa XII - Thn II

Renungan Hari Senin Biasa XII, Thn A/II
Bac I    2Raj 17: 5 – 8, 13 – 15, 18; Injil     Mat 7: 1 – 5;

Sabda Tuhan hari ini berisi peringatan Tuhan kepada umat-Nya. Dalam bacaan pertama dikisahkan bangsa Israel yang diserahkan ke dalam tangan bangsa Asyur untuk ditindas. Hal ini terjadi karena bangsa Israel telah menolak ketetapan, perintah dan perjanjian Allah dengan nenek moyang mereka (ay. 15). Singkat kata, ada ketidak-setiaan bangsa Israel terhadap Allah; atau dengan kata lain “orang Israel telah berdosa kepada Tuhan, Allah mereka.” (ay. 7). Padahal Allah sudah memperingatkan mereka untuk kembali dari jalan yang jahat, mengikuti ketetapan dan perintah Tuhan (ay. 13).

Dalam Injil, Tuhan Yesus memberi peringatan kepada para pendengar-Nya untuk tidak mudah menghakimi sesama. Bukan berarti Tuhan Yesus melarang mereka untuk tidak menghakimi, melainkan agar mereka sadar bahwa ukuran penghakiman yang digunakan untuk menghakim orang lain, akan dikenakan juga pada diri sendiri (ay. 2). Penghakiman atas orang lain menuntut penghakim untuk terlebih dahulu mengoreksi diri. “Keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.” (ay. 5). Demikian sabda Tuhan Yesus.

Hari ini, melalui sabda-Nya, Tuhan memberi peringatan kepada kita. Peringatan yang Tuhan berikan bertujuan supaya kita bisa hidup baik. Bacaan pertama memberi contoh bahwa karena tidak mengindahkan peringatan Tuhan, bangsa Israel dibuang ke pembuangan menjadi budak. Mengabaikan peringatan berakibat fatal bagi kehidupan. Karena itu, kita tak perlu merasa alergi terhadap peringatan, karena ia hendak menuntun kita pada jalan yang benar. Tuhan menghendaki agar kita senantiasa mengindahkan setiap peringatan yang Tuhan berikan.

by: adrian