Senin, 11 Februari 2013

(Inspirasi Hidup) Falsafat Maju Bangsa Jepang

FALSAFAH MAJU BANGSA JEPANG
Siapa yang tak kenal dengan negara Jepang, yang dikenal dengan istilah Negeri Matahari Terbit ini? Bagi orang Indonesia tentulah takkan bisa melupakan bangsa ini, karena bangsa ini pernah menjajah Indonesia. Begitu banyak kenangan pahit yang ditinggalkan bangsa, yang waktu itu disebut sebagai orang kate, karena orang-orang Jepang waktu itu berpostur tubuh pendek. Salah satunya adalah romusha.

Bila melihat peta dunia, kita dapat mengetahui betap kecilnya negara ini. Luas daratan seluruhnya tak jauh berbeda dengan daratan Pulau Sumatera. Namun, sekalipun kecil, negara Jepang mampu menjajah negara Indonesia yang sangah jauh lebih besar wilahnya. Malah bersama Jerman dan Italia, mereka ingin menguasai dunia dalam Perang Dunia II.

Lebih hebat lagi adalah kebangkitan Jepang setelah kehancuran Perang Dunia II. Jatuhnya bom atom di dua tempat, yaitu Hirosima dan Nagasaki, benar-benar membuat Jepang hancur total. Ini membuktikan betapa kecilnya negara tersebut. Akan tetapi, tidak lama kemudian Jepang bangkit menjadi bangsa yang maju dan besar, bukan saja di tingkat Asia melainkan juga dunia. Jepang bangkit dan kembali “menjajah” dunia. Dalam hal teknologi, siapa yang tidak kenal produk-produk Negeri Sakura ini? Dalam dunia olahraga pun Jepang memiliki segudang prestasi. Sekarang sulit menemukan orang Jepang yang bertubuh pendek.

Kehancuran sering melanda Jepang. Yang terakhir adalah gempa dan tsunami yang mengakibatkan bocornya reaktor nuklir Fukushima Daiichi. Namun dalam waktu singkat bangsa ini sudah bangkit dari kehancurannya itu. Tentulah kita bertanya apa yang membuat bangsa, yang dikenal sebagai negeri para samurai, ini begitu maju dan menjadi negara yang besar?

Bila ditelusuri baik-baik, bangsa Jepang memiliki beberapa nilai yang merasuki jiwa rakyat Jepang untuk maju. Nilai-nilai ini sudah menjadi bagian hidup mereka. Oleh karena itu, setiap orang Jepang tentulah mempunyai nilai-nilai luhur ini, yang membuat negaranya maju dan berkembang. Nilai-nilai itu adalah bushido. Kata “bushido” ini dimengerti sebagai semangat kerja keras. Dalam nilai bushido ini tidak ada istilah cepat putus asa dan berpuas diri. Dengan ini bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang terus menerus mau belajar dan mengembangkan diri. Semangat bushido membuat orang Jepang terus berinovasi.

Nilai kedua adalah Kai Zen. Kai Zen adalah komitmen. Pada nilai ini terkandung efektifitas dan efisiensi. Pada prinsipnya, semua pekerjaan dilakukan dan diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Karena itu, warga Jepang sudah terbiasa dengan pola hidup tertip dan disiplin.

Nilai Keisan adalah nilai ketiga yang mempengaruhi kemajuan bangsa Jepang. Keisan dimengerti sebagai kesinambungan dan kesungguhan dengan minat yang tinggi. Karena prinsip ini negara Jepang terkesan sebagai bangsa yang ambisius. Dengan nilai keisan ini bangsa Jepang akan terus menerus melakukan perubahan untuk menjadi lebih baik lagi.

Negeri Jepang terkenal juga dengan samurainya. Dalam dunia samurai ada budaya harakiri, yang dimengerti sebagai tindakan bunuh diri karena gagal menjalankan tugas. Mungkin kedengarannya budaya ini menyeramkan, namun budaya inilah yang menjadi nilai keempat yang menjadi faktor kemajuan bangsa Jepang. Di balik aksi bunuh diri itu tersimpan nilai luhur, yaitu berani bertanggung jawab atas kesalahan dan kegagalan. Nilai ini membuat bangsa Jepang memiliki dan menjaga harga diri.

Kelebihan bangsa Jepang lainnya adalah mandiri. Sejak kecil orang Jepang dilatih untuk hidup mandiri. Ada begitu banyak mahasiswa Jepang yang membiayai kuliahnya sendiri dari hasil pekerjaannya. Dalam nilai mandiri ini terkandung prinsip apa yang bisa dilakukan sendiri akan dilakukan, tanpa merepotkan orang lain. Prinsip ini membentuk bangsa Jepang sebagai bangsa berkembang secara mandiri tanpa mengandalkan bantuan dari bangsa lain.

Nilai terakhir dari bangsa Jepang yang membuatnya menjadi negara maju dan layak ditiru adalah budaya membaca. Sejak kecil warga dibiasakan untuk membaca. Tidak ada waktu luang terbuang percuma. Oleh karena itu, adalah pemandangan bisa bila kita berada di Jepang kita menyaksikan orang sedang membaca. Mungkin kita bertanya apa kaitan antara membaca (buku) dengan kemajuan? Tentulah kita tahu bahwa buku merupakan jendela ilmu. Dengan membaca berarti kita membuka jendela itu sehingga kita dapat melihat dan mengetahui apa yang ada di luar jendela.

Demikianlah beberapa nilai-nilai positif bangsa Jepang yang membuatnya menjadi bangsa yang maju dan besar. Untuk menjadi maju dan besar sebenarnya tidaklah sulit. Tinggal adanya kemauan dan tekad. Bangsa Jepang adalah bukti nyatanya. Oleh karena itu, jangan menunggu besok! Mulailah dari sekarang, maka kelak Anda akan menjadi orang yang sukses dan maju. Sukses dan maju itu ada di tangan Anda.

by: adrian
Baca juga refleksi lainnya:

Dokumen Konsili Vatikan II: Lumen Gentium (6)

Sambungan sebelumnya....
KONSTITUSI DOGMATIS TENTANG GEREJA

BAB TIGA
SUSUNAN HIRARKIS GEREJA, KHUSUSNYA EPISKOPAT

18. (Pendahuluan)
Untuk menggembalakan dan senantiasa mengembangkan umat Allah, Kristus Tuhan mengadakan dalam Gereja-Nya aneka pelayanan, yang tujuannya kesejahteraan seluruh Tubuh. Sebab para pelayan yang mempunyai kekuasaan kudus, melayani saudara-saudara mereka supaya semua yang termasuk Umat Allah dan karena itu mempunyai martabat kristiani sejati dengan bebas dan teratur bekerja sama untuk mencapai tujuan tadi dan dengan demikian mencapai keselamatan.

Mengikuti jejak Konsili Vatikan I, Konsili suci ini mengajarkan dan menyatakan bahwa Yesus Kristus Gembala kekal telah mendirikan Gereja Kudus dengan mengutus para Rasul seperti Ia sendiri diutus oleh Bapa (lih. Yoh 20:21). Para pengganti mereka yakni para Uskup, dikehendaki-Nya untuk menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir zaman. Namun supaya episkopat itu sendiri tetap satu dan tak terbagi, Ia mengangkat santo Petrus menjadi ketua para Rasul lainnya. Dan dalam diri Petrus itu Ia menetapkan adanya azas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap dan kelihatan.[37] Ajaran tentang penetapan, kelestarian, kuasa dan arti Primat Kudus Imam Agung di Roma maupun tentang Wewenang Mengajarnya yang tak dapat sesat, oleh Konsili suci sekali lagi dikemukakan kepada semua orang beriman untuk diimani dengan teguh. Dan melanjutkan apa yang sudah dimulai itu Konsili memutuskan untuk menyatakan dan memaklumkan di hadapan mereka semua ajaran tentang para uskup, pengganti para Rasul, yang beserta pengganti Petrus, Wakil Kristus[38] dan Kepala Gereja semesta yang kelihatan, memimpin rumah Allah yang hidup.

19. (Dewan para Rasul didirikan oleh Kristus)
Setelah berdoa kepada Bapa, Tuhan Yesus memanggil kepada-Nya mereka yang dikendaki-Nya sendiri. Diangkat-Nya duabelas orang, untuk ikut serta dengan-Nya dan untuk diutus mewartakan Kerajaan Allah (lih. Mark 3:13-19; Mat 10:1-42). Para Rasul itu (lih. Luk 6:13) dibentuk-Nya menjadi semacam dewan atau badan yang tetap. Sebagai ketua dewan diangkat-Nya Petrus, yang dipilih dari antara mereka (lih. Yoh 21:15-17). Ia mengutus mereka pertama-tama kepada umat Israel kemudian kepada semua bangsa (lih. Rom 1:16), supaya mereka, dengan mengambil bagian dalam kekuasaan-Nya, menjadikan semua bangsa murid-murid-Nya serta menguduskan dan memimpin mereka (lih. Mat 28:16-20; Mrk 16:15; Luk 24:45-48; Yoh 20:21-23). Demikianlah mereka akan menyebarluaskan Gereja dan di bawah bimbingan Tuhan menggembalakannya dalam pelayanan, di sepanjang masa hingga akhir jaman (lih. Mat 28:20). Pada hari Pentekosta mereka diteguhkan sepenuhnya dalam perutusan itu (lih. Kis 2:1-36) sesuai dengan janji Tuhan: Kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun ke atas kamu dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi (Kis 1:8). Adapun para Rasul di mana-mana mewartakan Injil (lih. Mrk 16:20), yang berkat karya Roh Kudus diterima baik oleh mereka dan di atas Santo Petrus, ketua mereka, sedangkan Yesus Kristus sendiri menjadi batu sendinya (lih. Why 21:14; Mat 16:18; Ef 2:20).[39]

20. (Para Uskup pengganti para Rasul)
Perutusan ilahi, yang dipercayakan kristus kepada para rasul itu, akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat 28:20). Sebab Injil, yang harus mereka wartakan bagi Gereja merupakan azas seluruh kehidupan untuk selamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hirarkis itu para Rasul telah berusaha mengangkat para pengganti mereka.

Mereka tidak hanya mempunyai berbagai macam pembantu dalam pelayanan.[40] Melainkan supaya perutusan yang dipercayakan kepada para Rasul dapat dilanjutkan sesudah mereka meninggal, mereka menyerahkan kepada para pembantu mereka yang terdekat – seakan-akan sebagai wasiat – tugas untuk menyempurnakan dan meneguhkan karya yang telah mereka mulai.[41] Kepada mereka itu para Rasul berpesan agar mereka menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis 20:28). Jadi para Rasul mengangkat orang-orang seperti itu; dan kemudian memberi perintah supaya bila mereka sendiri meninggal orang-orang lain yang terbukti baik mengambil alih pelayanan mereka.[42] Di antara pelbagai pelayanan, yang sejak awal mula dijalankan dalam Gereja itu menurut tradisi yang mendapat tempat utama ialah tugas mereka yang diangkat menjadi Uskup dan yang karena pergantian yang berlangsung sejak permulaan[43] membawa ranting benih rasuli.[44] Demikianlah menurut kesaksian S. Ireneus, melalui mereka yang oleh para Rasul diangkat menjadi uskup serta para pengganti mereka sampai akhir zaman kita, tradisi rasuli dinyatakan[45] dan dipelihara[46] di seluruh dunia. Jadi para Uskup menerima tugas melayani jemaat bersama dengan para pembantu mereka, yakni para imam dan diakon.[47] Sebagai wakil Allah mereka memimpin kawanan[48] yang mereka gembalakan sebagai guru dalam ajaran, imam dalam ibadat suci, pelayanan dalam bimbingan.[49] Seperti tugas, yang oleh Tuhan secara khas diserahkan kepada Petrus ketua para rasul dan harus diteruskan kepada para penggantinya, tetaplah adanya, begitu pula tetaplah tugas para rasul menggembalakan Gereja, yang tiada hentinya harus dilaksanakan oleh pangkat suci para Uskup.[50] Maka dari itu Konsili suci mengajarkan bahwa atas penetapan ilahi para Uskup menggantikan para Rasul[51] sebagai gembala Gereja. Barangsiapa mendengarkan mereka, mendengarkan Kristus; tetapi barangsiapa menolak mereka, menolak Kristus dan Dia yang mengutus Kristus (lih. Luk 10:16).[52]


[37] Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi dogmatis tentang Gereja Kristus Pastor Aeternus: DENZ. 1821 (3050 DSL.).
[38] Lih. KONSILI FLORENSIA, Dekrit untuk umat Yunani: DENZ. 694 (1307) dan KONSILI VATIKAN I, di tempat yang sama: DENZ. 1826 (3059).
[39] Lih. S. Gregorius, Kitab sakramen-sakramen, Prefasi pada hari raya S. Matias dan S. Tomas: PL 78,51 dan 152; lih. Kodeks Vatikan latin 3548, hlm. 18. S. HILARIUS, Tentang Mzm 67:10: PL 9,450; CSEL 22, hlm. 286. S. HIRONIMUS, Melawan Yovin. 1, 26: PL 23,247A. S. AGUSTINUS, Tentang Mzm 86:4: PL 37,1103. S. GREGORIUS AGUNG, Mor. Tentang Ayub, XXVIII, V:PL 76,455-456. PRIMASIUS, Komentar pada Why V: PL 68,924BC. PASKASIUS RADBERTUS, Tentang Mat, jil. VIII, bab 16: PL 120,561C. Lih. Leo XIII, Surat Et sane, 17 Desember 1888: AAS 21(1888) hlm. 321.
[40] Lih. Kis 6:2-6; 11:30; 13:1; 14:23; 20:17; 1Tes 5:12-13; Flp 1:1; Kol 4:11 dan di berbagai tempat.
[41] Lih. Kis 20:25-27; 2Tim 4:6 dsl. Bdk. 1Tim 5:22; 2Tim 2:2; Tit 1:5; S. KLEMENS dari roma, Surat kepada umat di Korintus 44,2: terb. FUNK, I, hlm. 156.
[42] Lih. S. KLEMENS dari Roma, Surat kepada umat di Korintus 44,3: terb. FUNK, I, hlm. 154 dsl.
[43] Lih. TERTULIANUS, Melawan kaun bidaah 32: PL 2,52 dsl. S. IGNASIUS Martir, di pelbagai tempat.
[44] Lih. TERTULIANUS, Melawan kaun bidaah 32: PL 2,53.
[45] Lih. S. IRENEUS, Melawan bidaah-bidaah III,3,1: PG 7,848A; HARVEY 2,8; SAGNARD, hlm. 100 dsl.: dinyatakan.
[46] Lih. S. IRENEUS, Melawan bidaah-bidaah III,2,2: PG 7,847; HARVEY 2,7; SAGNARD, hlm. 100: dipelihara, juga IV,26,2: kolom 1053; HARVEY 2,236, juga IV,33,8: kolom 1077; HARVEY 2,262.
[47] Lih. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Filadelfia, Pendahuluan: terb. FUNK, I, hlm. 264
[48] Lih. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Filadelfia 1,1; kepada umat di Magnesia 6,1: terb. FUNK, I, hlm. 264 dan 234.
[49] S. KLEMENS dari roma, Surat kepada umat di Korintus, 42, 3-4; 44,3-4; 57,1-2; terb. FUNK, I, 152, 156, 171 dsl. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Filadelfia 2; kepada umat di Smirna 8; kepad umat di Magnesia 3; kepada umat di Tralles 7; terb. FUNK, I, hlm. 265 dsl.; 282; 232; 256 dsl. Dll.; S. YUSTINUS, Apologia 1,65: PG 6,428; S. SIPRIANUS, seringkali disurat-suratnya.
[50] Lihat LEO XIII, Ensiklik Satis cognitum, 29 Juni 1896: ASS 28 (1895-96) hlm. 732.
[51] Lih. KONSILI TRENTE, Tentang sakramen tahbisan, bab 4: DENZ. 960 (1768); KONSILI VATIKAN I,
Konstitusi tentang Gereja Kristus Pastor Aeternus, bab 3: DENZ. 1828 (3061). PIUS XII, Ensiklik Mystici
Corporis, 29 Juni 1943: AAS 35 (1943) hlm. 209 dan 212. Kitab Hukum Kanonik (lama), kanon 329 par. 1.
[52] Lih. LEO XIII, Surat Et sane, 17 Desember 1888, ASS 21 (1888) hlm. 321 dsl.