Pada
5 Oktober 2017 lalu, sekelompok perempuan mengunjungi daerah Odisha yang terpencil
dan miskin, dimana penduduk desa diserang oleh nasionalis Hindu yang mengamuk
pada akhir Agustus 2008. Serangan tersebut menyebabkan 100 orang tewas dan
ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Ini merupakan serangan terburuk
terhadap orang Kristen dalam sejarah India. Pemimpin wanita katolik
terinspirasi oleh iman yang ditunjukkan para korban serangan anti-kristen di
Kandhamal, wilayah di negara bagian Odisha di India bagian timur.
Para
perempuan tersebut berada di antara 50 pemimpin dari seluruh dunia yang
berkumpul di Bhubaneswar, ibukota Odisha, untuk menghadiri sebuah konferensi
yang diselenggarakan oleh Komisi Wanita Wali Gereja India. Konferensi yang
diadakan dari 30 Sept – 4 Okt membahas peran perempuan dalam keluarga.
“Saya
diperkuat kembali dalam iman setelah mengunjungi wilayah itu,” kata Rosemary
Sahayam dari Madhya Pradesh di India tengah. “Bagaimana keluarga terus hidup
dalam iman dan kepercayaan diri bahkan setelah keluarga mereka dibunuh karena
iman mereka; benar-benar memberi inspirasi.”
Kekerasan
anti-kristen melanda lebih dari 600 desa. Mereka yang tewas termasuk orang
cacat dan orangtua, anak-anak dan perempuan. Beberapa perkosaan dilaporkan
terjadi, termasuk seorang biarawati katolik. Lebih dari 350 gereja dan 6.500
rumah dijarah dan dibakar selama serangan yang menyebabkan 56.000 orang
kehilangan tempat tinggal.
Serangan
anti-kristen didorong oleh tembakan pada 23 Agustus 2008, seorang pemimpin
spiritual Hindu, Swami Laxmananda Saraswati dan empat rekannya. Para ekstremis
Hindu menyalahkan orang Kristen atas pembunuhan tersebut meskipun Maois mengaku
bertanggung jawab atas kematian tersebut.
“Iman
yang dengannya mereka bertahan, serangan itu hidup dan aktif,” ujar Uskup Jacob
Mar Barnabas dari Keuskupan Gurgaon, ketua konferensi tersebut. “Kami memiliki
pengalaman yang sangat kaya tentang bagaimana memproklamirkan iman dengan hanya
bersikap setia kepada Tuhan.”
Rose
Tete dari Bengal Barat mengatakan bahwa dia tergerak untuk menangis saat janda
Kanakarekha Nayak menceriatakan bagaimana dia menjalani hidupnya setelah
suaminya Parikit dihajar sampai mati di desa Tiangla. Tete mengungkapkan bahwa janda tersebut mengatakan kepadanya, “Setiap
nafas yang saya ambil hari ini adalah nafas iman kepada Yesus, yang suami saya
menjadi saksi lewat hidupnya.”