Dapat
dipastikan hanya umat islam saja yang menerima Al-Qur’an sebagai wahyu Allah.
Umat agama lain, teristimewa Yahudi dan Kristiani, sudah sejak kemunculan
perdananya, sudah menolak. Karena tidak menerima Al-Qur’an sebagai kitab suci
dan sebagai wahyu Allah inilah orang Yahudi dan Kristiani, serta umat agama
lain, akhirnya dilabeli “kafir”. Suatu ironisme. Hanya karena berbeda
pandangan, orang lain dicap “kafir”. Ini hanya terjadi pada islam. Sekalipun
umat islam tidak menerima Taurat dan Injil sebagai kitab suci, malah
mengklaimnya sudah dipalsukan, orang Yahudi dan Kristiani tidak mencap orang
islam sebagai kafir. Orang Hindu dan Buddha juga tidak melakukan hal tersebut,
meski umat islam berbeda dari mereka. Hanya islam yang tidak mau menerima orang
berbeda darinya.
Seharusnya,
jika memang bijak, sebelum melabeli dengan kata “kafir” terlebih dahulu umat
islam perlu tahu dan memahami sikap kaum Yahudi dan Kristiani ini. Seperti apa ungkapan-ungkapan
yang mencerminkan sikap orang Yahudi dan Kristiani terhadap Al-Qur’an?
Untuk
mengetahui ungkapan-ungkapan yang mencerminkan sikap kaum Yahudi dan Kristiani
terhadap kitab suci orang islam ini, kita tak perlu merujuk kepada sumber di
luar islam. Apabila kita merujuk pada sumber non islam, dengan sangat mudah
akan dilabeli “islamfobia”. Sumber utama mengetahui sikap umat Yahudi dan
Kristiani ini adalah Al-Qur’an itu sendiri. Jika membaca kitab ini, akan
dijumpai beberapa sikap dasar orang Yahudi dan Kristiani terhadap Al-Qur’an,
yang intinya merupakan penolakan. Sikap-sikap dasar itu tercermin dalam
ungkapan-ungkapan sebagai berikut:
1. Al-Qur’an ada karena Muhammad mengada-ada. Pemikiran seperti ini bisa dibaca dalam QS Hud: 35; QS al-Ahqaf: 8; dan QS as-Sadjah: 3. Dengan kata lain, orang Yahudi dan Kristiani menilai ayat-ayat Al-Qur’an, yang katanya wahyu Allah, tak lebih merupakan hasil olahan Muhammad. Dialah yang mengada-adakannya.