Sebuah kuil dibangun di
suatu pulau, tiga kilometer jauhnya dari pantai. Dalam kuil itu terdapat seribu
lonceng. Lonceng-lonceng yang besar, sedang dan yang kecil, semuanya dibuat
oleh para pengrajin terbaik di dunia. Setiap kali angin bertiup atau taufan menderu,
semua lonceng kuil itu serentak berbunyi dan secara terpadu membangun sebuah
simphoni. Hati setiap orang yang mendengarkannya pastilah terpesona.
Tetapi selama berabad-abad
pulau itu tenggelam di dalam laut; demikian juga kuil itu bersama dengan
lonceng-loncengnya. Menurut cerita turun temurun, lonceng-lonceng itu masih
terus berbunyi, tanpa henti, dan dapat didengar oleh setiap orang yang mendengarkannya
dengan penuh perhatian.
Tergerak oleh cerita itu,
seorang pemuda menempuh perjalanan sejauh beribu-ribu kilometer. Tekadnya telah
bulat untuk mendengarkan bunyi lonceng-lonceng itu. Berhari-hari ini duduk di
tepi pantai, di pulau tak jauh dari pulau, yang diyakini sudah tenggelam
bersama kuilnya. Ia duduk berhadapan dengan tempat di mana kuil itu pernah
berdiri dan mendengarkan -- mendengarkannya dengan penuh perhatian. Namun yang
didengarnya hanyalah suara gelombang laut yang memecah di tepi pantai. Ia
berusaha mati-matian untuk menyisihkan suara gelombang itu agar dapat mendengar
bunyi lonceng. Namun sia-sia. Suara laut rupanya memenuhi alam raya.