Senin, 15 Oktober 2012

(Inspirasi Hidup) Belajar dari Kisah Elang Tua

BELAJAR DARI KISAH ELANG TUA
Pernahkan Anda tahu berapa usia seekor elang? Sosok burung perkasa yang menjadi idola dan bahkan menjadi lambang negara. Tentu setiap yang bernyawa memiliki batasan waktu bukan.

Pada umumnya burung elang memiliki usia hingga 30 tahun. Namun di masa yang renta itu biasanya mereka menghabiskan sisa umurnya dengan bertengger di sebuah puncak tebing atau pepohonan. Mengapa demikian? Karena elang yang tua, bulu-bulunya semakin lebat sehingga membuatnya sulit terbang. Paruhnya pun mulai tumpul.

Namun ada beberapa Elang yang tidak mendiamkan keadaan tersebut. Mereka tetap bertengger di pinggiran tebing sembari mematuk-matukkan paruh tuanya. Hingga paruh tumpul tersebut patah dan berganti dengan paruh baru yang lebih runcing. Paruh baru tersebut kemudian dipergunakan untuk mencabuti bulu sayapnya yang melebat. Dan pada akhirnya si elang mampu menjelajah cakrawali hingga usianya menjadi 60 tahun.
***
Sering kali kita enggan beralih dari sebuah kebiasaan dalam menjalani kehidupan. Membiarkan keadaan yang sesungguhnya bisa diupayakan, tetapi kita lebih memilih untuk berdiam menerima. Sedangkan sebagian dari kita ada yang berjuang mengubahnya. Ingatlah, The Enemy of GREAT LIFE is good LIFE.

Orang Kudus 15 Oktober: St. Teresia Avila

SANTA TERESIA AVILA, PERAWAN
Terlahir dengan nama “Teresa Sanches Cepeda Davila y Ahumada” di Avilla, Spanyol Tengah pada tanggal 28 Maret 1515. Beliau dikenal sebagai salah seorang mistikus besar Gereja dan bersama Santa Katarina dari Siena digelar sebagai Pujangga Gereja. Ia dikenal sebagai pembaharu corak hidup membiara di kalangan Ordo Suster-suster Karmelit. Masa efektifnya sebagai seorang suster Karmelit dimanfaatkannya dengan banyak menulis literatur-literatur mistik Katolik yang bernilai tinggi.

Dari autobriografinya, kita mengetahui banyak hal tentang kehidupannya sendiri dan keluarganya. Orang tuanya saleh dan disiplin namun tidak kaku, dermawan tetapi tidak pemboros. Teresa adalah anak ketiga dari 9 bersaudara dari perkawinan kedua ayahnya, Alfonso Sanches de Capeda, dengan Beatrice Davila y Ahumada. Bila digabung dengan anak-anak dari perkawinan pertama ayahnya, mereka ada 12 orang bersaudara. Di rumah Teresa mendapat pendidikan yang baik sehingga membuat dia berkembang menjadi seorang puteri yang riang dan sangat aktif. Pernah suatu hari dalam umur tujuh tahun ia bersama kakaknya Rodrigo bertekad pergi ke Afrika agar mati sebagai martir, karena mendengar berita penganiayaan orang-orang kristen di sana oleh orang-orang Moor. Tetapi mereka dihadang oleh pamannya dan dipaksa kembali ke rumah.

Semakin besar Teresa semakin cantik dan menarik. Penampilannya sangat menyerupai ibunya. Hanya saja ia sadar akan keelokan wajahnya dan akan jiwanya yang pesolek dan senang dikagumi. Ayahnya cemas sekali akan perkembangannya, sehingga cepat-cepat menyekolahkannya di sebuah sekolah puteri yang dikelola oleh suster-suster Santo Agustinus. Di sana ia tinggal di asrama dengan disiplin yang keras. Cara hidup di dalam asrama itu membuat ia insyaf akan perilakunya yang kurang pada tempatnya. Tetapi ia sakit-sakitan dan akhirnya terpaksa kembali ke rumah setelah satu setengah tahun belajar di sekolah itu.

Pada tahun 1538 tatkala berusia 21 tahun ia masuk biara Karmelit Inkarnasi di Avilla dengan nama ‘Teresa dari Yesus’. Baginya kehidupan membiara adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan jiwanya sendiri dan  jiwa orang lain. Namun meski ia berhati teguh, hidupnya tampak kurang bergairah: di rumah ia selalu senang dan tenteram. Ia akrab dengan saudara-saudarinya dan tetangga sekitar. Oleh karena itu hatinya masih tertambat pada keluarganya dan tak sudi untuk berpisah terus.

Di biara ia memang melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Namun ia bersikap acuh tak acuh saja terhadap kehidupan rohaninya bahkan memandang remeh saja dosa-dosanya. Batinnya semakin kacau ketika ayahnya meninggal dunia. Ia jatuh sakit keras dan selama empat hari berada dalam keadaan koma seperti orang yang mendekati ajalnya. Kemudian selama tiga tahun ia lumpuh. Dalam penderitaan itu ia banyak berdoa dan bersemadi sehingga hidup rohaninya berkembang pesat. Dia dikaruniai banyak rahmat, sehingga sering mengalami ekstase. Pengalaman-pengalaman rohani itu membuat hatinya dipenuhi semangat cinta ilahi. Pada tahun 1560 ia pernah menyaksikan kesengsaraan orang-orang di dalam neraka. Sejak itu ia mengalami pertobatan batin yang radikal dan berdoa agar Yesus memperkenankan dia melayani-Nya dengan penuh kesetiaan. Untuk itu ia berikrar untuk selalu berbuat yang baik sesuai dengan kehendak Allah.

Pada usia 50-an, Teresa mencita-citakan suatu biara kecil di mana beberapa orang suster menghayati dengan lebih sungguh-sungguh aturan-aturan asli karmelit. Bersama empat orang suster lain, ia mendirikan biara idamannya itu: Biara Santo Yosep” di Avilla, pada 24 Agustus 1562. Tujuan utamanya ialah untuk membaharui semangat hidup Suster-suster Karmelit sesuai dengan tujuan aslinya. Usahanya ini mendapat banyak tantangan. Tetapi paus mendukung usaha pembaharuannya itu. Anggotanya terus bertambah dengan pesat. Selama 20 tahun berikutnya Teresa menjelajahi seluruh Spanyol untuk menyebarluaskan ide pembaharuannya itu, sambil mendirikan biara-biara – semuanya berjumlah 15 – meskipun dengan susah payah. Ciri khas biaranya: kecil, miskin, tertutup terhadap dunia luar dan berdisiplin keras. Semangat pembaharuan yang dihidupkan Teresa menembus pula tembok Ordo Karmel lain yang ada pada masa itu. Mereka pun mulai berbenah diri meneladani Teresa.

Bersama Santo Yohanes dari Salib yang mempunyai semangat pembaharuan yang sama dengannya, Teresa mendirikan pertapaan pertama bagi rahib-rahib karmelit di Duruelo. Untuk menjaga agar peraturan hidup para karmelit dipegang teguh, Teresa menuliskan peraturan hidup itu dalam sebuah buku tebal. Selain itu ia pun banyak menulis buku-bukunya yang terkenal antara lain: Autobiografinya berisi kisah hidupnya sejak kecil; Fondasi berisi uraian tentang upaya pembaharuannya; Istana Batin berisi pengalaman-pengalaman rohaninya. Tulisan-tulisannya ini ditujukan terutama kepada para susternya, namun karena nilai-nilainya yang bersifat universal maka Gereja menganggapnya sebagai khazanah iman kristen yang tak ternilai harganya bagi pengembangan iman. Dengan demikian tulisan-tulisannya itu menjadi kekayaan Gereja yang berisi ajaran rohani dan mistik kristen yang dianggap berbobot bagi pembinaan iman umat teristimewa di Spanyol.

Wanita yang penuh wibawa, polos, cantik dan menyenangkan itu jatuh sakit dan meninggal dunia di pangkuan Bd Anne di biara Alba de Tormes pada 24 Oktober 1582 sementara dalam suatu perjalanan dari Burgos ke Avilla. Beliau dinyatakan ‘kudus’ pada tahun 1622 oleh Paus Gregorius XIV (1621 – 1623) dan diangkat sebagai pelindung Spanyol.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Senin Biasa XXVIII - Thn II

Renungan Hari Senin Pekan Biasa XXVIII B/II
Bac I  Gal 4: 22 – 22, 26 – 27, 31 – 5: 1 ; Injil    Luk 11: 29 – 32

Tanda. Iman dan tanda, inilah topik yang dibicarakan dalam Injil hari ini. Iman kepercayaan selalu dikaitkan dengan tanda. Tanpa tanda tidak ada iman dan kepercayaan. Sikap inilah yang tumbuh dalam diri orang Israel waktu itu. Padahal di hadapan mereka sudah hadir tanda yang sangat besar. Namun persoalannya adalah tanda itu harus sesuai dengan pola pikir mereka.

Sikap inilah yang dikritik oleh Yesus. Bukan hanya sikap menuntut tanda saja yang dikecam, melainkan juga sikap mengatur tanda yang sesuai dengan keinginan. Berbagai tanda yang sudah dihadirkan Yesus tidak mengusik iman mereka karena tidak sesuai dengan keinginan mereka. Terbersit dalam sikap ini adalah sikap mau mengatur atau mengendalikan Allah.

Lewat Injil hari ini Tuhan mau mengajak kita untuk beriman kepada-Nya tanpa dipengaruhi soal tanda. Bukankah iman itu sendiri berarti sikap berserah diri kepada Tuhan sehingga yang terjadi pada diri kita adalah kehendak Tuhan dan bukannya kehendak kita? Bagi kita Yesus itu merupakan tandanya.

Inilah yang direfleksikan oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia. Paulus melihat bahwa kita adalah anak-anak merdeka. Kemerdekaan itu ddalam permenungan Paulus berawal dari keturunan Sarah dan Abraham yang memenuhi janji Allah. Janji Allah itu juga terpenuhi dalam diri Yesus Kristus. Oleh karena itulah, dalam Yesus, kita adalah anak-anak merdeka.

by: adrian