Kamis, 10 Juni 2021

UTAK-ATIK KENDARAAN POLITIK ANIES BASWEDAN PADA PILPRES 2024


 

Pemilihan presiden 2024 masih lama, namun geliatnya sudah mulai terasa. Survei elektabilitas calon oleh beberapa lembaga survei telah bermunculan, terlepas apakah itu titipan atau tidak. Riak di partai “moncong putih” (PDI-Perjuangan) sudah muncul. Aksi dukung-dukungan kader pun terang benderang. Tidak hanya itu saja. Gerakan koalisi pun bermunculan, meski ke permukaan dikamuflase sebagai silahturahmi.

Di antara sekian banyak calon, nama Anies Baswedan masuk dalam bursa yang patut diperhitungkan. Namanya selalu berada di tiga besar pada lembaga-lembaga survei. Tentulah hal ini sedikit mengherankan bagi orang yang masih mempunyai akal sehat. Pasalnya, umumnya orang sudah tahu kalau kinerja Anies selama menjabat Gubernur DKI Jakarta sangat lemah, kalau tak mau dikatakan tak ada. Anies Baswedan hanya bisa berkata-kata, tapi tak bisa bekerja. Dia hanya bisa berjanji. Mau dibawa kemana nantinya negara dan bangsa ini nantinya?

Itulah namanya politik. Tidak selamanya untuk urusan politik, khususnya pada PEMILU, melulu hanya urusan akal sehat. Kerap kalkulasi tak waras turut mewarnai dukungan politik. Pilkada DKI Jakarta 2017 memberikan buktinya. Warga lebih memilih Anies – Sandi hanya tergiur janji dan juga karena ayat dan mayat yang dijual tim Anies, dan melupakan Ahok – Jarot yang kerjanya jelas-jelas nyata. Sering terdengar alasan pemilih untuk memilih calon tertentu lantaran ganteng atau popularitas, bukan soal kredibilitas dan kapasitas yang dimiliki calon.

Akan tetapi, sekalipun dipandang sebelah mata, tetap saja Anies Baswedan patut diperhitungkan. Malah pada salah satu lembaga survei namanya mengungguli dua calon lain yang biasanya unggul. Ini sedikitnya membuktikan masih ada saja “orang tak waras”, yang lebih senang menderita asalkan jagoannya menang.

Sekalipun populer, tetap saja Anies masih mempunyai kendala untuk bisa maju pada pilpres 2024 nanti. Soal dana tak perlu diragukan lagi. Pundi-pundi Anies untuk itu sudah tersedia. Lima tahun sebagai Gubernur DKI tentulah cukup baginya, asalkan KPK tidak mengusik-usiknya. Belum lagi kalau memilih pasangan yang juga punya modal kencang, tentulah semakin aman. Kendala utama Anies adalah kendaraan politik. Anies butuh partai.