Rabu, 19 Maret 2014

Anak Mulai Bicara

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BANYAKNYA ANAK BERBICARA
Inteligensi
Semakin cerdas anak, semakin cepat ketrampilan berbicara dikuasai sehingga semakin cepat dapat berbicara.

Jenis Disiplin
Anak, yang dibesarkan dengan disiplin yang cenderung lemah, lebih banyak berbicara daripada anak-anak yang orang tuanya bersikap keras dan berpandangan bahwa “anak-anak harus dilihat tetapi tidak didengar.”

Posisi Urutan
Anak sulung didorong untuk lebih banyak berbicara daripada adiknya dan orang tua lebih mempunyai banyak waktu untuk berbicara dengan adiknya.

Besarnya Keluarga
Anak tunggal didorong untuk lebih banyak berbicara daripada anak-anak dari keluarga besar dan orang tuanya mempunyai lebih banyak waktu untuk berbicara dengannya. Dalam keluarga besar, disiplin yang ditegakkan lebih otoriter dan ini menghambat anak-anak untuk berbicara sesukanya.

Status Sosial Ekonomi
Dalam keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung kurang terorganisir daripada keluarga kelas menengah dan atas. Pembicaraan antar anggota keluarga juga jarang dan anak kurang didorong untuk berbicara.

Status Ras
Mutu dan ketrampilan berbicara yang kurang baik pada kebanyakan anak berkulit hitam dapat disebabkan sebagian karena mereka dibesarkan dalam rumah-rumah di mana para ayah tidak ada atau di mana kehidupan keluarga tidak teratur karena banyaknya anak atau karena ibu harus bekerja di luar rumah.

Berbahasa Dua
Meskipun anak dari keluarga yang berbahasa dua boleh berbicara sebanyak anak dari keluarga berbahasa satu, tetapi pembicaraannya sangat terbatas kalau ia berada dengan kelompok sebayanya atau dengan orang dewasa di luar rumah.

Penggolongan Peran-Seks
Terdapat efek penggolongan peran-seks pada pembicaraan anak sekalipun anak masih berada dalam tahun-tahun pra sekolah. Anak laki-laki diharapkan sedikit berbicara dibandingkan anak perempuan. Apa yang dikatakan dan bagaimana cara mengatakannya diharapkan berbeda dari anak perempuan, membual dan mengkritik orang lain, misalnya, dianggap lebih sesuai untuk anak laki-laki. Sedangkan anak perempuan wajar bila mengadukan orang lain.

sumber: Elizabeth B. Hurlock, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5). Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 115

(Inspirasi Hidup) Belajar dari Teladan St. Yosep

ST. YOSEP: TIDAK HANYA MENDENGARKAN SUARA SENDIRI
Kita sudah kenal sosok Santo Yosep. Dia adalah tukang kayu. Sebagai tukang kayu, ia menggantungkan hidupnya pada orang lain yang memanfaatkan jasa pelayanannya. Itu terletak pada hasil kerjanya. Jika hasil kerjanya tidak bagus, mungkin karena dikerjakan dengan tidak bertanggung jawab, tentulah orang akan meninggalkannya. Sebaliknya jika hasil kerjanya bagus memenuhi harapan orang, tentulah orang akan setia padanya. Dan itu terletak pada kinerjanya. Dan itulah sosok santo Yosep, suami Maria dan ayah dari Yesus.

Hari ini Gereja Katolik merayakan sosok tersebut. Satu teladan yang mau diberikan Santo Yosep untuk kehidupan kita adalah sikap mendengarkan.

Dikatakan bahwa Santo Yosep sudah sampai pada keputusan untuk meninggalkan Maria, yang diketahuinya sudah hamil sebelum mereka resmi menjadi suami istri. Kita bisa tahu apa akibatnya jika mereka tidak jadi menikah, sementara Maria lagi hamil. Tentulah publik akan menuduh Maria telah berbuat zinah. Dan kita tahu apa hukuman bagi orang yang berbuat zinah: Mati dengan cara dirajam.

Tapi semua itu tidak terjadi karena akhirnya Yosep kembali menerima Maria menjadi isterinya. Ini disebabkan karena Yosep mau mendengarkan suara Tuhan dalam mimpinya. Dan di sinilah letak keutamaan Yosep: mendengarkan, bukan hanya suara dirinya sendiri melainkan suara yang berasal dari luar dirinya.

Salah satu penyakit manusia dewasa ini adalah ketidak-mauan dan ketidak-mampuan untuk mendengarkan suara dari luar dirinya sendiri. Manusia jatuh dalam egoismenya. Hal ini didukung dengan kemajuan teknologi. Perhatikanlah di jalan-jalan. Sebagian besar orang berjalan lalu lalang dengan headset di telinganya. Orang sibuk dan tenggelam dalam dunianya sendiri tanpa peduli pada suara sesamanya. ketidak-mampuan dan ketidak-mauan mendengarkan juga nyata pada para pemimpin negeri ini. Mereka sepertinya sudah tak peduli lagi pada suara-suara rakyat kecil yang tertindas.

Oleh karena itu, pada hari raya Santo Yosep ini, marilah kita tumbuhkan kesadaran dan kemampuan untuk mendengarkan suara Tuhan termasuk sesama kita. Dengan mau mendengarkan suara di luar diri kita, berarti kita berani menanggalkan egoisme kita.
Tanjung Balai Karimun, 19 Maret 2012
by: adrian

Renungan Hari Raya St. Yusuf, Thn A

Renungan Hari Raya St. Yusuf, Thn A/II
Injil     : Mat 1: 16, 18 – 21, 24a

Hari ini Gereja Universal mengajak umat Allah untuk bergembira merayakan pesta Santo Yusuf, suami Bunda Maria, ayah dari Tuhan kita Yesus Kristus. Injil hari ini menampilkan sosok Yusuf yang kita rayakan pestanya hari ini. Sosok Yusuf ini menjadi penghubung dengan nubuat Allah yang disuarakan Nabi Natan, dalam bacaan pertama. Nabi Natan menyatakan bahwa kerajaan Daud akan kokoh selamanya berkat keturunannya. Dialah Yesus Almasih, anak dari Yusuf, yang termasuk keturunan Daud. Karena itu juga, Yesus dikenal dengan sapaan Putera Daud.

Akan tetapi Injil tidak hanya menampilkan sosok Yusuf sebagai penghubung nubuat Allah dalam jaman Daud. Injil hari ini juga menampilkan sosok Yusuf yang beriman. Ketika mengetahui ada masalah dengan pertunangannya dengan Maria, muncul niat dalam dirinya untuk menceraikan Maria dengan diam-diam. Artinya, kalau Yusuf mendengar suaranya sendiri, maka dia sudah meninggalkan Maria. Namun Yusuf tidak demikian. Dia mau mendengarkan suara Tuhan dalam mimpi. Dan akhirnya Yusuf menyerahkan semuanya kepada kehendak Allah. Dia hanya mengikuti saja.

Sikap Yusuf ini mirip seperti Abraham, sebagaimana yang direfleksikan Paulus dalam bacaan kedua. Dalam suratnya kepada jemaat Roma, Paulus menyatakan bahwa “sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa.” (ay. 17). Paulus menampilkan Abraham sebagai sosok teladan umat beriman, dimana dia berserah diri kepada penyelenggaraan Ilahi. Sikap itu juga yang dilakukan Yusuf.

Merayakan pesta Santo Yusuf bukan sekedar mengetahui perihal sosok orang kudus ini. Di saat kita merayakan pestanya hari ini, sabda Tuhan mengajak kita untuk meneladani teladan iman Santo Yusuf. Kita diajak untuk bersikap berserah diri kepada Tuhan. Dengan berserah diri, maka kita akan berusaha untuk mendengarkan suara Tuhan, bukan hanya suara kita sendiri.

by: adrian