Selasa, 04 Oktober 2016

KESALEHAN EKOLOGIS DAN LAUDATO SI’

Hubungan erat antara iman dan kepedulian terhadap lingkungan hidup ditegaskan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si (LS). Paus berkata, “Menghayati panggilan untuk melindungi karya Allah adalah bagian penting dari kehidupan yang saleh.” (LS 217). Maka, manusia akan berjiwa kerdil dan bahkan tampak tak waras ketika perhatian dan perawatan terhadap lingkungan dikecualikan dari hidupnya sebagai makhluk beriman. Sebab, lingkungan hidup merupakan “rumah bersama bagi segenap ciptaan” (LS 1).
Manusia, Makhluk Ekologis
Manusia, secara hakiki, adalah makhluk ekologis. Hidupnya ditopang dan didukung oleh lingkungan hidup, air, udara, tumbuh-tumbuhan dan oleh beragam binatang yang hidup di dalamnya. Bahkan manusia sendiri dibentuk dari debu tanah (Ke 2: 7). Tuhan pun menempatkan manusia itu dalam relasi mutual dengan sesama ciptaan lainnya dalam taman kehidupan.
Kitab kejadian melukiskan harmoni dan kebaikan relasi itu dengan kalimat “Tuhan melihat segala sesuatu yang dijadikan-Nya itu sungguh amat baik!” (Kej 1: 31). Ada dua aspek yang dapat dikatakan mengenai apresiasi positif Tuhan ini. pertama, manusia dan aneka ciptaan itu berstatus sama, yakni makhluk yang diciptakan Tuhan sendiri. Diakui bahwa Tuhan adalah Pencipta. Dan Dia mencipta karena cinta. Maka, kita dan semua yang lain adalah ciptaan-Nya (LS 76, 77). Kita satu sama lain dan lingkungan hidup adalah hadiah dari Tuhan.
Namun demikian, kesamaan status sebagai “ciptaan” itu tidak perlu membawa kita pada sikap biosentris yang berpandangan bahwa manusia itu tak lebih istimewa daripada makhluk-makhluk hidup lainnya (LS 118). Tidak! Manusia tetaplah pribadi dan subyek yang unik, baik dalam hubungannya dengan Tuhan maupun dalam panggilannya yang khusus untuk melindungi ciptaan. Sebab “…., semua makhluk bergerak maju bersama-sama kita dan melalui kita menuju titik akhir yang sama, yakni Allah sendiri” (LS 83).