Minggu, 29 November 2020

KATOLIK MENJAWAB SOAL KRITIKAN ATAS TRADISI BAPTIS BAYI DAN SAKRAMEN TOBAT

Sudah lumrah terjadi dimana Gereja Katolik selalu mendapat serangan dari pihak luar terhadap doktrin atau ajaran iman. Hal ini bukan saja baru terjadi abad ini, tetapi sudah sejak puluhan abad lampau. Jadi, jika sekarang ada yang melakukan hal itu, bukan hal baru lagi. Secara umum, ada dua pihak yang biasa menyerang dan menghina Gereja Katolik, yaitu pihak islam dan juga saudara-saudari kita protestan. Sebelum menyikapi serangan-serangan itu, silahkan baca kisah berikut ini.

Toni adalah siswa SD kelas 5. Sepulang sekolah, Toni mampir ke toko yang menjual aneka jenis topi. Dia mencoba satu per satu topi sambil melihat diri di cermin. Akhirnya ia menemukan topi yang pas. Ketika mengenakan topi itu dia merasa nyaman dan dirinya terlihat keren. Dia minta penjual untuk membungkusnya dengan kertas kado. Pada saat ulangtahun ayahnya, Toni menyerahkan kado itu. Ia meminta ayahnya untuk segera membukanya. Ayahnya tersenyum setelah mengetahui kado itu. Si bocah meminta ayahnya untuk memakainya, karena ia ingin melihatnya. Ternyata topi itu kecil. Tidak pas dengan kepala ayahnya.

“Ah, tak mungkin!” Ujar Toni. “Kemarin aku coba pas koq.”

“Itu kepalamu,” jelas mamanya.

“Berarti kepala ayah yang salah.”

Demikian sekilas cerita. Si anak memaksakan ukurannya kepada orang lain, sehingga jika ukurannya tidak pas dengan orang lain, maka kesalahan ada pada orang lain.

Kisah di atas hanyalah sekedar cerita. Namun di dalamnya terkandung pesan atau nilai, yaitu sering kita menyalahkan orang lain dengan menggunakan standar penilaian kita. Atau kita mengatakan orang salah hanya berdasarkan ukuran kita. Hanya karena topi tidak pas di kepala ayahnya, Toni menilai kepala ayahnya salah. Di sini terlihat adanya kesesatan berpikir atau kesesatan menilai. Toni tak sadar bahwa bagaimana jika ayahnya melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya; tentulah kesalahan terletak pada kepalanya.

Kisah seperti inilah yang kerap terjadi pada peristiwa serangan-serangan yang dilakukan pihak islam dan protestan terhadap doktrin atau ajaran iman katolik. Maaf, di sini kami menggunakan istilah protestan, bukan kristen, karena sebenarnya katolik juga adalah kristen. Baik islam maupun protestan sama-sama menilai doktrin ajaran katolik dengan menggunakan standar mereka. Dengan memakai standarnya (ajaran dan juga cara pandang/pikir), umat islam menilai bahwa Allah orang kristen (entah itu katolik maupun protestan) ada tiga. Dan dengan memakai standarnya (ajaran dan juga cara pandang/pikir) orang protestan menilai orang katolik menyembah Bunda Maria. Itulah kesesatan berpikir.

Gary Hoge, ketika masih sebagai seorang protestan, pernah berkata bahwa iman katolik penuh dengan ajaran-ajaran yang tidak terdapat dalam Alkitab. Sebenarnya bukan cuma Hoge saja yang berpendapat demikian. Umumnya orang protestan juga menilai Gereja Katolik seperti itu. Namun ketika Hoge mendengar sendiri teologi katolik dari sumber katolik, ia menyadari bahwa selama ini dirinya telah salah, karena informasi yang didengar semua berasal dari sumber protestan. Hoge berkesimpulan bahwa para ahli protestan tidak mengerti ajaran katolik dengan baik karena mereka terus mengkritik hal-hal yang tidak diajarkan oleh Gereja Katolik. Pengalaman Hoge tak jauh beda dengan pengalaman dua teolog protestan, Scoot Hahn dan Gerry Matatics. Setelah membaca semua buku-buku katolik yang diberikan Hahn, Gerry mengatakan bahwa tidak ada satu pun doktrin Katolik yang ditemuinya tanpa dasar alkitabiah. Beberapa tokoh islam juga memiliki pendapat serupa. Mereka akhirnya menilai bahwa islam keliru menilai ajaran kristiani.