Sudah
lumrah terjadi dimana Gereja Katolik selalu mendapat serangan dari pihak luar
terhadap doktrin atau ajaran iman. Hal ini bukan saja baru terjadi abad ini,
tetapi sudah sejak puluhan abad lampau. Jadi, jika sekarang ada yang melakukan
hal itu, bukan hal baru lagi. Secara umum, ada dua pihak yang biasa menyerang dan
menghina Gereja Katolik, yaitu pihak islam dan juga saudara-saudari kita
protestan. Sebelum menyikapi serangan-serangan itu, silahkan baca kisah berikut
ini.
Toni adalah siswa SD kelas 5. Sepulang
sekolah, Toni mampir ke toko yang menjual aneka jenis topi. Dia mencoba satu per
satu topi sambil melihat diri di cermin. Akhirnya ia menemukan topi yang pas. Ketika
mengenakan topi itu dia merasa nyaman dan dirinya terlihat keren. Dia minta
penjual untuk membungkusnya dengan kertas kado. Pada saat ulangtahun ayahnya, Toni
menyerahkan kado itu. Ia meminta ayahnya untuk segera membukanya. Ayahnya
tersenyum setelah mengetahui kado itu. Si bocah meminta ayahnya untuk
memakainya, karena ia ingin melihatnya. Ternyata topi itu kecil. Tidak pas
dengan kepala ayahnya.
“Ah, tak mungkin!” Ujar Toni. “Kemarin aku
coba pas koq.”
“Itu kepalamu,” jelas mamanya.
“Berarti kepala ayah yang salah.”
Demikian sekilas cerita. Si anak
memaksakan ukurannya kepada orang lain, sehingga jika ukurannya tidak pas
dengan orang lain, maka kesalahan ada pada orang lain.
Kisah di atas hanyalah sekedar cerita. Namun di dalamnya terkandung pesan
atau nilai, yaitu sering kita menyalahkan orang lain dengan menggunakan standar
penilaian kita. Atau kita mengatakan orang salah hanya berdasarkan ukuran kita.
Hanya karena topi tidak pas di kepala ayahnya, Toni menilai kepala ayahnya
salah. Di sini terlihat adanya kesesatan berpikir atau kesesatan menilai. Toni
tak sadar bahwa bagaimana jika ayahnya melakukan hal yang sama seperti yang
dilakukannya; tentulah kesalahan terletak pada kepalanya.
Kisah seperti inilah yang kerap terjadi pada peristiwa serangan-serangan
yang dilakukan pihak islam dan protestan terhadap doktrin atau ajaran iman
katolik. Maaf, di sini kami menggunakan istilah protestan, bukan kristen,
karena sebenarnya katolik juga adalah kristen. Baik islam maupun protestan
sama-sama menilai doktrin ajaran katolik dengan menggunakan standar mereka. Dengan
memakai standarnya (ajaran dan juga cara pandang/pikir), umat islam menilai
bahwa Allah orang kristen (entah itu katolik maupun protestan) ada tiga. Dan
dengan memakai standarnya (ajaran dan juga cara pandang/pikir) orang protestan
menilai orang katolik menyembah Bunda Maria. Itulah kesesatan berpikir.
Gary Hoge, ketika masih sebagai seorang protestan, pernah berkata bahwa
iman katolik penuh dengan ajaran-ajaran yang tidak terdapat dalam Alkitab.
Sebenarnya bukan cuma Hoge saja yang berpendapat demikian. Umumnya orang
protestan juga menilai Gereja Katolik seperti itu. Namun ketika Hoge mendengar
sendiri teologi katolik dari sumber katolik, ia menyadari bahwa selama ini
dirinya telah salah, karena informasi yang didengar semua berasal dari sumber
protestan. Hoge berkesimpulan bahwa para ahli protestan tidak mengerti ajaran
katolik dengan baik karena mereka terus mengkritik hal-hal yang tidak diajarkan
oleh Gereja Katolik. Pengalaman Hoge tak jauh beda dengan pengalaman dua teolog
protestan, Scoot Hahn dan Gerry Matatics. Setelah membaca semua buku-buku katolik
yang diberikan Hahn, Gerry mengatakan bahwa tidak ada satu pun doktrin Katolik
yang ditemuinya tanpa dasar alkitabiah. Beberapa tokoh islam juga memiliki
pendapat serupa. Mereka akhirnya menilai bahwa islam keliru menilai ajaran
kristiani.