Kamis, 06 Agustus 2015

Pelatihan sebagai Media Perubahan

Beberapa peserta pelatihan yang dikirim untuk belajar sering menyatakan bahwa mereka gembira mendapat jatah pelatihan. Namun ketika ditanya alasan kegembiraannya, sering kali jawabannya berkisar antara hiburan, relaksasi, refreshing, bahkan shopping. Tentunya untuk perusahaan yang serius ingin mengembangkan sumber daya manusianya, hal ini bisa mengecewakan karena individu yang diharapkan berubah ternyata bahkan tidak merasa memiliki kebutuhan untuk itu.
Kita memang perlu membagi fokus pelatihan bila mau menelaah kinerja pelatihan. Bila berbicara mengenai hard skills seperti ketrampilan mengaudit, misalnya, kita mudah mengharapkan dan menyaksikan perubahan ketrampilan dari tidak bisa menjadi bisa. Namun kalau kita menginginkan sikap yang lebih profesional dalam melakukan proses audit, yang hal ini terkait dengan ketrampilan soft skills, metode pelatihan yang menunjang keberhasilan akan menjadi lebih kompleks.
Banyak permasalahan ada pada peserta pelatihannya sendiri. Bisa saja komitmen untuk mengubah soft skills-nya dipandang tidak perlu. Beberapa perusahaan, bahkan kesulitan dalam mengumpulkan peserta pelatihan soft skills dan terpaksa harus menjadwal ulang beberapa kali dikarenakan jumlah peserta yang mendaftar tidak memenuhi kuota. Para calon peserta beralasan bahwa pekerjaan sehari-harinya akan terlantar bila menghadiri pelatihan yang ia sendiri tidak melihat kegunaannya. Ada juga yang merasa bahwa soft skills-nya sudah bagus, tidak ada masalah dalam cara ia menangani anak buah, hubungan antar-rekan kerja atau bahkan merasa tak bisa berubah karena “dari sononya sudah begitu.”
Tidak lama setelah memiliki bawahan, kita mungkin merasakan kebutuhan untuk mengubah tingkah lakunya. Kalau kita beruntung, mungkin hanya tingkah laku yang bersifat ketrampilan kecil seperti cara greeting di telepon. Namun terkadang ada ketrampilan yang lebih besar, berbasis kepribadian yang sudah berakar. Hal ini pastinya memberikan tantangan yang lebih besar bagi atasan untuk mengubahnya, terutama bila motivasi untuk berubah pada bawahan memang kurang. Para atasan sering merasa frustasi setelah beragam cara ditetapkan, tetapi perubahan yang diinginkan tidak juga membuahkan hasil.
Waspadai Kekebalan untuk Berubah
Banyak orang juga mengeluhkan bosan bila menghadapi pekerjaan yang itu-itu saja dan mengharapkan adanya perubahan sehingga sepertinya banyak orang ingin berubah, khususnya berubah menjadi lebih baik. Namun, kita tidak bisa menganggap bahwa perubahan itu otomatis, kecuali bila diiringi motivasi internal yang kuat. Motivasi eksternal yang diberikan oleh para motivator terkenal biasanya tertinggal di hotel tempat seminar diselenggarakan seiring dengan meredupnya musik dan yel-yel yang tadinya begitu gegap gempita diteriakkan.

Renungan Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya - B

Renungan Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaan
Bac I  Dan 7: 9 – 10, 13 – 14; Injil                Mrk 9: 2 – 10;

Hari ini Gereja Universal mengajak kita untuk merayakan pesta Yesus menampakkan kemuliaan-Nya. Injil hari ini mengisahkan peristiwa tersebut. Yang beruntung dapat melihat langsung kejadian itu adalah Petrus, Yohanes dan Yakobus. Dikatakan "beruntung" karena apa yang mereka saksikan merupakan peristiwa langka. Apa yang mereka lihat mirip seperti penglihatan Daniel dalam bacaan pertama (ay 9).
Kelangkaan itu menimbulkan berbagai perasaan: kagum terpesona, senang dan juga takut. Perasaan takut ini bukan dalam pengertian takut seperti ketakutan akan hantu atau semacam fobia. Perasaan takut di sini lebih dalam arti sikap gentar. Istilahnya tremendum. Sikap ini merupakan sikap religius yang pernah diungkapkan Rudolf Otto, dengan konsepnya "Numinosum tremendum et fascinosum".
Semua perasaan tersebut membuat Petrus, mewakili rekannya yang lain, mengungkapkan niatnya untuk mendirikan tenda. Mendirikan tenda berarti niat untuk tetap tinggal agar bisa menikmati terus kebahagiaan itu lebih lama lagi dan hanya mereka saja yang menikmatinya. Dengan kata lain, ada niat Petrus dan kawan-kawan untuk memonopoli kebahagiaan itu. Ada semangat egoisme.
Jelas sekali niat tersebut bertentangan dengan misi TuhanYesus, karena niat tersebut menolak jalan yang harus ditempuh Tuhan Yesus, yaitu jalan salib. Karena itulah, Tuhan Yesus mengajak mereka untuk turun gunung sambil mengatakan rencana Allah, yakni "Anak Manusia bangkit dari antara orang mati." (ay 9). Tentulah rencana Allah ini tidak sesuai dengan keinginan ketiga rasul itu.
Sabda Tuhan hari ini mau mengajak kita untuk siap menerima rencana Tuhan dalam kehidupan kita, sekalipun rencana itu bertentangan dengan keinginan dan harapan kita. Yang perlu diingat dan disadari adalah bahwa Tuhan selalu punya rencana yang baik buat umatnya. Rencana Tuhan indah. Tuhan tidak ingin umatnya menderita. Oleh karena itulah, Sabda Tuhan mau menyadarkan kita akan rencana Tuhan itu pada hidup kita. Tuhan meminta agar kita mau mendahulukan rencana-Nya dalam hidup kita daripada rencana kita sendiri. Pertanyaannya, beranikah kita? ***
by: adrian