Selasa, 31 Maret 2015

(Inspirasi Hidup) Baik Itu Bukan Karena Jabatannya

JANGAN LIHAT JABATANNYA
Selama ini kita tahu bahwa nabi itu adalah utusan Tuhan. Mereka selalu membawa pesan dari Tuhan. Hal ini membuat kita berpikir bahwa hidup mereka sangatlah dekat Tuhan, karena mereka mempunyai relasi istimewa dengan Tuhan. Dari gambaran ini tak salah jika kita berkesimpulan bahwa nabi itu adalah orang yang baik.

Akan tetapi, Yeremia membuka mata kita bahwa tidak selamanya nabi itu baik. Dalam Yeremia 28: 1 – 17 dikisahkan ada nabi bernama Hananya bin Azur yang berasal dari Gibeon. Dengan mengatasnamakan Tuhan, ia menyampaikan kabar gembira kepada seluruh umat, “Aku telah mematahkan kuk raja Babel itu. Dalam dua tahun ini Aku akan mengembalikan ke tempat ini segala perkakas rumah TUHAN yang telah diambil dari tempat ini oleh Nebukadnezar, raja Babel, dan yang diangkutnya ke Babel.” (ay. 2 – 3).

Ketika mendapat tantangan dari Nabi Yeremia, Nabi Hananya memberi semacam perumpamaan tentang pembebasan itu dengan mengambil gandar dari tengkuk Yeremia dan mematahkannya. Hananya berkata di hadapan umat, "Beginilah firman TUHAN: Dalam dua tahun ini begitu jugalah Aku akan mematahkan kuk Nebukadnezar, raja Babel itu, dari pada tengkuk segala bangsa!" (ay. 11).

Menghadapi perumpamaan Hananya ini, Yeremia menggantikan gandarnya sesuai perintah Tuhan. Kini gandarnya bukan lagi dari kayu melainkan berbahan besi. Tentulah Hananya akan mengalami kesulitan untuk mematahkan gadar itu. Yeremia berkata, “Kuk besi akan Kutaruh ke atas tengkuk segala bangsa ini, sehingga mereka takluk kepada Nebukadnezar, raja Babel; sungguh, mereka akan takluk kepadanya! Malahan binatang-binatang di padang telah Kuserahkan kepadanya." (ay. 14). Di sini Yeremia mau mengatakan bahwa penderitaan umat masih akan berlangsung, malah semakin berat. Kuk penindasan akan semakin keras dan berat seperti besi.

Umat menghadapi dua orang nabi, yang sama-sama menyampaikan pesan atas nama Tuhan. Sekalipun sama-sama atas nama Tuhan, namun nada pesannya berbeda. Warta Nabi Hananya menyenangkan, sedangkan warta Nabi Yeremia bernada tidak menyenangkan. Pastilah umat akan lebih memilih Nabi Hananya, karena ia memenuhi keinginan hati umat. Sebaliknya, mereka tidak suka Nabi Yeremia. Warta Yeremia bukannya menyejukkan hati, tapi malah membuat hati umat galau.

Namun Tuhan berkenan pada Yeremia. Dari kisah dapat diketahui bahwa Nabi Hananya akhirnya mati. Di mata Yeremia, Hananya telah berdusta terhadap umat. Di dalam warta Hananya yang menyenangkan hati ternyata terdapat dusta. Hananya merupakan contoh nabi yang buruk, yang hanya mau menyenangkan hati umat supaya umat suka padanya. Hananya tidak mewartakan kebenaran, yang darinya dapat melahirkan pertobatan dalam diri umat.

Kisah di atas benar-benar membuka mata kita bahwa ternyata tidak semua nabi itu baik. Ada saja nabi yang buruk. Jadi, jabatan nabi tidak menjadi jaminan bahwa orang tersebut adalah baik, sekalipun ia menyenangkan umat. Tidak ada kaitan antara jabatan dengan kebaikan seseorang; juga tidak ada kaitan antara menyenangkan umat dengan kebenaran.

Gambaran nabi yang buruk dalam dunia Perjanjian Lama, kembali terungkap dalam zaman modern ini. Gambaran itu memang tidak terdapat dalam diri nabi, melainkan dalam diri imam. Awal Oktober lalu, dalam misa pembukaan sinode keluarga di Vatikan, Paus Fransiskus mengingatkan akan adanya gembala yang buruk. Indikasi keburukan itu terlihat dari keserakahan demi uang dan kekuasaan/jabatan.

Bapa Paus melihat bahwa demi uang dan jabatan kekuasaan, para gembala ini bukannya memikirkan umat melainkan hanya pada dirinya sendiri. Umat dijadikan sasaran untuk mendapatkan uang. Melayani umat bukan demi pelayanan, melainkan demi uang. Jabatan digunakan untuk mendapatkan uang. Dengan kata lain, bagi gembala buruk umat adalah ATM dan jabatan adalah mesin uang.

Renungan Hari Selasa Pekan Suci, Thn B

Renungan Hari Selasa sesudah Minggu Palma, Thn B/I
Bac I    Yes 49: 1 – 6; Injil                 Yoh 13: 21 – 33, 36 – 38;

Hari ini bacaan pertama masih diambil dari Kitab Nabi Yesaya. Sama seperti kemarin, di mana Nabi Yesaya menyampaikan nubuat Allah tentang seorang hamba Allah, hari ini juga Nabi Yesaya mewartakan nubuat tentang hamba Allah. Hamba Allah ini dipanggil untuk “menjadi terang bagi bangsa-bangsa, supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi.” (ay. 6).  Kemuliaan hamba Allah ini menjadi juga kemuliaan Allah (ay. 5). Di sini hendak dikatakan bahwa melalui Hamba Allah ini, bangsa manusia menikmati terang kemuliaan Allah sehingga mereka dapat memperoleh keselamatan.

Injil hari ini menampilkan Tuhan Yesus yang tak lama lagi akan masuk ke dalam kisah sengsara dan kematian. Kematian Tuhan Yesus bukanlah merupakan sebuah aib, melainkan peristiwa pemuliaan-Nya, yang berarti juga pemuliaan Allah. Hal ini seperti yang dikatakan Tuhan Yesus, “Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia.” (ay. 31). Ini sejalan dengan nubuat Nabi Yesaya di atas (ay. 5). Ada dua peristiwa utama mengiringi kisah sengsara Tuhan Yesus, seperti yang dikisahkan dalam Injil hari ini, yaitu pengkhianatan dan penyangkalan. Keduanya dilakukan oleh murid Yesus sendiri.

Hari ini sabda Tuhan bukan saja mau menyatakan bahwa Tuhan Yesus merupakan pemenuhan nubuat Perjanjian Lama dalam Kitab Nabi Yesaya. Sabda Tuhan hari ini mau mengatakan kepada kita bahwa kesengsaraan Tuhan Yesus diperparah dengan pengkhianatan dan penyangkalan yang dibuat oleh murid-Nya sendiri. Hal ini seakan menyadarkan kita bahwa hingga saat ini Tuhan Yesus masih mengalami kesengsaraan, di mana masih ada banyak murid-Nya yang mengkhianati Dia atau menyangkal Dia. Lewat sabda-Nya, Tuhan menghendaki supaya kita tetap setia dan mencintai Tuhan Yesus. Hendaklah kita jangan menambah lagi kesengsaraan Tuhan Yesus dengan mengkhianati dan menyangkal Dia.

by: adrian

Senin, 30 Maret 2015

Tempat Penyaliban Yesus: Golgota atau Kalvari?

GOLGOTA ATAU KALVARI
Mulai Minggu Palma, umat katolik sedunia mulai memasuki pekan sengsara Tuhan Yesus. Puncak penderitaan dan sengsara Tuhan Yesus adalah penyaliban-Nya. Dia mati di kayu salib. Tempat Tuhan Yesus disalibkan adalah sebuah bukit bernama Golgota. Dari empat Injil, tiga Injil menyebut secara eksplisit nama tempat tersebut, yaitu Golgota, yang berarti tempat tengkorak.
Akan tetapi, dalam beberapa tulisan, tempat Tuhan Yesus disalibkan disebut Kalvari. Bahkan beberapa Kitab Suci berbahasa Inggris memakai istilah itu (Calvary). Manakah yang benar: apakah Tuhan Yesus disalibkan di Golgota atau di Kalvari?
Jangan heboh dulu. Lebih baik kita lihat dulu latar belakang dan makna dari kata tersebut.
Seperti yang sudah disebut di atas, ada tiga Injil yang menyebut secara gamblang nama tempat itu: Golgota. Ketiga Injil itu adalah Matius (27: 33), Markus (15: 22), dan Yohanes (19: 17). Kata “Golgota” ini merupakan transkripsi dalam bahasa Yunani dari kata Aram “Gulgalta”, yang berarti tengkorak.
Sebagaimana yang diketahui, Kitab Suci Perjanjian Baru kita awalnya ditulis dengan menggunakan bahasa Yunani. Bahasa Yunani merupakan salah satu bahasa yang dipakai dalam pergaulan pada zaman Tuhan Yesus, selain bahasa Aram. Akan tetapi, tak bisa dipungkiri bahwa bahasa Yunani lebih populer daripada bahasa Aram. Karena itu, bahasa inilah yang dipakai orang untuk menulis Injil.
Tak heran apabila ada beberapa kata bahasa Aram yang diserap ke dalam bahasa Yunani. Salah satunya adalah Golgota, yang berarti tengkorak.
Lalu bagaimana dengan Kalvari? Adalah Santo Hieronimus (342 – 420) yang berperan dalam kemunculan kata ini. Hieronimus, yang ditahbiskan menjadi imam pada tahun 379, ditugaskan oleh Paus Damasus (366 – 384) untuk menerjemahkan seluruh isi Kitab Suci (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Latin. Hasil terjemahannya dikenal dengan istilah Vulgata.
Dalam terjemahan Vulgata inilah, kata “Golgota” berubah menjadi “Calvariae Locus”, yang juga memiliki arti yang sama, yaitu tengkorak (calva: tengkorak). Jadi, baik Golgota maupun Kalvari adalah dua istilah berbeda yang merujuk kepada satu arti. Hal ini mirip seperti misalnya, tempat yang biasa diduduki orang, yang biasa kita sebut “kursi”, oleh orang Inggris disebut chair, orang Italia menyebutnya posto.
Golgota merupakan sebuah tempat yang agak tinggi, yang berada di luar tembok kota. Hal ini terjadi karena hukum dan tradisi Yahudi melarang menyalibkan orang di dalam lingkungan kota. Karena terkesan seram dan aneh, mungkin ada yang bertanya kenapa tempat itu dinamakan tengkorak.
Ada beberapa penafsiran. Ada yang mengatakan bahwa di tempat itu ada tengkorak Adam. Gagasan ini pertama kali muncul dari Origenes, yang kemudian diikuti oleh banyak orang, termasuk St. Athanasius. Mungkin Origenes mau mengaitkan antara Adam dan Tuhan Yesus. Bukankah Tuhan Yesus disebut juga Adam kedua?
Ada juga yang mengatakan bahwa di tempat itu berserakan tengkorak penjahat yang disalibkan. Adalah kebiasaan Hukum Romawi untuk menghukum mati para penjahat dengan cara digantungkan di tiang salib. Mereka dibiarkan begitu saja sampai mati. Demikian pula mayatnya dibiarkan hingga membusuk dan menjadi makanan burung nasar, burung gagak dan hewan lainnya. Karena itulah, tak mungkin para penjahat itu disalibkan di dalam lingkungan kota. Akan tetapi, hal ini tak akan mungkin terjadi karena bertentangan dengan hukum Yahudi. Orang Yahudi melarang keras membiarkan mayat berserakan di negerinya.
Ada juga yang mengatakan karena tempat itu, bila dilihat sekilas, mirip dengan tengkorak. Kiranya pendapat inilah yang lebih diterima umum.
Tanjung Pinang, 29 Maret 2015
by: adrian, dari berbagai sumber
Baca juga tulisan lainnya:

Orang Kudus 30 Maret: St. Roswita

SANTA ROSWITA, PENGAKU IMAN
Roswita hidup antara tahun 935 – 1000. Orang tuanya yang kaya itu memasukkan dia ke dalam biara Gandersheim di Jerman untuk dididik oleh suster-suster di biara itu. Mereka berharap anaknya bisa memperoleh pendidikan yang baik. Sesudah dewasa, Roswita memutuskan untuk menjadi suster di biara itu. Suster Roswita pandai menggubah syair dan mengarang buku-buku roman dan buku-buku keagamaan.

sumber: Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 30 Maret:

Renungan Hari Senin Pekan Suci, Thn B

Renungan Hari Senin sesudah Minggu Palma, Thn B/I
Bac I    Yes 42: 1 – 7; Injil                 Yoh 12: 1 – 11;

Hari ini bacaan pertama diambil dari Kitab Nabi Yesaya. Dalam kitabnya, Nabi Yesaya menyampaikan nubuat Allah tentang seorang hamba, yang kepadanya Allah berkenan. Hamba Allah ini dipanggil untuk menyelamatkan umat manusia, membuka mata orang buta, dan membebaskan orang-orang tahanan. Apa yang disampaikan Yesaya merujuk kepada Tuhan Yesus, karena memang Tuhan Yesus adalah Hamba Allah. Allah berkenan kepada-Nya. Dapatlah dikatakan bahwa gambaran Nabi Yesaya tentang hamba Allah itu terpenuhi dalam diri Tuhan Yesus.

Dalam Injil Tuhan Yesus ditampilkan tak lama lagi akan masuk ke dalam kisah sengsara dan kematian. Hal ini terlihat dari peristiwa pengurapan dengan minyak narwastu murni oleh Maria, saudari Lazarus. Minyak narwastu, selain sebagai minyak wangi biasa, dapat juga digunakan orang untuk mengurapi orang yang sudah meninggal. Karena itulah, seperti yang dikatakan Tuhan Yesus, peristiwa itu “mengingat hari penguburan-Ku” (ay. 7). Tak lama lagi Tuhan Yesus akan berpisah dengan para murid-Nya. Tugas-tugas lain akan menjadi tugas para murid, termasuk memperhatikan orang-orang miskin.

Selain mau menegaskan pemenuhan nubuat Nabi Yesaya dalam diri Tuhan Yesus, sabda Tuhan hari ini juga mau menegaskan akan kematian-Nya yang tak lama lagi. Kematian itu merupakan jalan hidup. Tuhan Yesus sudah mengetahuinya. Namun Dia tidak lari. Dalam dan lewat kematian-Nya itu, Tuhan Yesus mau mengingatkan kita bahwa kita hendaknya melanjutkan karya-Nya, sebagaimana yang dikatakan-Nya kepada para murid. Kematian Tuhan Yesus bukan hanya untuk ditangisi, melainkan untuk melanjutkan karya misi-Nya.

by: adrian

Minggu, 29 Maret 2015

Orang Kudus 29 Maret: St. Jonah & Berijesu

SANTO YONAH DAN BERIJESU, MARTIR
Sumber lain mengatakan nama mereka adalah Jonas dan Barachisius. Riwayat masa kecil mereka tidak diketahui dengan pasti. Yang jelas kedua kakak beradik ini hidup pada abad IV, saat Raja Sapor menjadi Raja Persia.
Pada saat Persia dikuasai Raja Sapor, umat Kristen mengalami penganiayaan hebat. Raja Sapor menghancurkan gereja-gereja dan biara-biara. Mendengar adanya penganiayaan terhadap orang Kristen, Jonas dan Barachisius datang menolong dan menyemangati mereka. Jonas dan Barachisius mengajak mereka untuk tetap setia kepada Kristus.
Meski tahu bahwa dirinya bisa juga ditangkap seperti saudara-saudara lainnya, kedua kakak beradik ini tidak gentar. Mereka terus melayani umat Kristen yang ditangkap dan dipenjarakan. Hati keduanya terlalu dipenuhi kasih bagi sesama sehingga nyaris tak ada ruang untuk memikirkan diri sendiri.
Namun akhirnya kedua bersaudara ini ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Mereka diancam akan dianiaya dan dihukum mati jika tidak menyembah matahari, bulan, api dan air. Keduanya dengan tegas menolak untuk menyembah dewa-dewi bangsa Persia. Mereka hanya mau menyembah Allah yang benar dan esa.
Karena penolakan itu Jonas dan Barachisius harus mengalami banyak penderitaan. Akan tetapi mereka tekun berdoa. Mereka tetap menanggung siksa aniaya yang dahsyat karena tidak mau menyangkal imannya. Akhirnya, pada tahun 327, keduanya dijatuhi hukuman mati, namun mereka menyambutnya dengan sukacita. Mereka menyerahkan nyawanya kepada Yesus.
by: adrian, dari berbagai sumber
Baca juga riwayat orang kudus 29 Maret:

Renungan Hari Minggu Palma, Thn B

Renungan Hari Minggu Palma, Thn B/I
Bac I    Yes 50: 4 – 7; Bac II             Flp 2: 6 – 11;
Injil      Mrk 15: 1 – 39;

Hari ini umat katolik memasuki Pekan Suci, yang diawali dengan perayaan Minggu Palma. Perayaan ini mengingatkan umat akan peristiwa waktu Tuhan Yesus memasuki kota Yerusalem dengan diiringi sorak-sorai dan lambaian daun palma. Dalam bahasa Kitab Suci, teristimewa Injil, masuk ke Yerusalem, bagi Tuhan Yesus merupakan masuk ke dalam sengsara dan wafat. Perayaan Minggu Palma mau memperlihatkan bahwa Tuhan Yesus memasuki kesengsaraan dan wafat-Nya dengan sukacita, karena kelak juga perjalanan kesengsaraan itu berakhir dengan sukacita juga (kebangkitan).

Injil hari ini menceritakan kisah sengsara itu. Diawali dengan kesepakatan imam-imam kepala bersama para tua-tua dan ahli Taurat serta Mahkamah Agama untuk menyerahkan Tuhan Yesus kepada Pilatus. Dari sini terjadilah drama pengadilan yang berujung pada keputusan penyaliban. Maka mulailah drama jalan salib, kisah sengsara Tuhan Yesus menuju puncak Golgota. Kisah sengsara dan penderitaan yang dialami Tuhan Yesus tak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan Nabi Yesaya dalam bacaan pertama hari ini. Di sini terlihat bahwa Nabi Yesaya, dalam kitabnya, sudah meramalkan sengsara yang dialami oleh Tuhan Yesus.

Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, yang menjadi bacaan kedua hari ini, merefleksikan pengalaman sengsara Tuhan Yesus. Paulus menilai bahwa Tuhan Yesus sungguh luar biasa. Hal ini disebabkan karena Tuhan Yesus mau menghadapi sengsara itu dengan tabah. Ketabahan ini menunjukkan bahwa Tuhan Yesus taat kepada kehendak Bapa. Meskin Tuhan Yesus sebanarnya sanggup menghindari penderitaan itu, tapi Dia menerima tanpa perlawanan.

Sabda Tuhan hari ini mau menegaskan kepada kita bahwa sengsara dan penderitaan yang dialami Tuhan Yesus merupakan wujud ketaatan dan sikap berserah-Nya kepada kehendak Bapa. Tuhan Yesus tidak mau menunjukkan keinginan pribadi-Nya, sekalipun ia bisa. Bagi Yesus, kehendak Bapa adalah yang utama. Di sini Tuhan Yesus mau memberi kita dua pelajaran. Pertama, jangan melarikan diri dari masalah. Menyelesaikan masalah, baik masalah kecil maupun besar, adalah dengan cara menghadapinya, bukan lari dari padanya. Kita sendirilah yang menghadapinya. Jangan menyerahkan kepada sang waktu untuk menyelesaikannya, sementara kita duduk mengunggu. Kedua, sikap berserah kepada kehendak Allah. Dalam menghadapi masalah, hendaklah kita mengutamakan kehendak Allah.

by: adrian

Sabtu, 28 Maret 2015

Tawaran Manajemen Rotasi Tenaga Pastoral

Rotasi tenaga pastoral, yang biasa dikenal dengan istilah mutasi, memiliki maksud untuk penyegaran dan efektivitas karya pastoral. Penyegaran yang dimaksud adalah agar imam yang bertugas di suatu medan karya pastoral, baik di paroki maupun kategorial, tidak mengalami kejenuhan ataupun menciptakan kerajaannya sendiri. Hal ini dikaitkan dengan situasi medan pastoral. Jika berada di medan pastoral yang “kering” maka akan berdampak pada kejenuhan; sementara bila di daerah yang “basah”, maka akan berdampak pada penguatan kerajaan.

Mungkin ada umat akan bertanya, kenapa ada pembedaan basah dan kering, padahal para imam semuanya mendapat gaji yang sama. Baik di tempat yang basah, kering ataupun lembab, semua imam mendapat gaji atau uang saku yang sama. Tak bisa dipungkiri, sekalipun aturannya semua imam dapat uang saku yang sama, namun ada imam, yang karena berada di tempat “basah”, menikmati kebasahan itu tanpa peduli pada aturan. Misalnya, seorang imam bertugas di yayasan dan mendapat gaji 20 juta (imam lainnya cuma 1 juta). Sekalipun ada aturan bahwa gajinya harus disetor ke keuskupan dan nanti keuskupan akan memberinya 1 juta, tetap saja ada imam yang makan sendiri 20 juta tadi. Anehnya, uskup "membiarkan" saja hal ini terjadi.

Mungkin juga ada orang yang bertanya, bukankah jabatan pastor kepala paroki itu tak terbatas. Memang benar bahwa hukum Gereja tidak mengatur dengan jelas berapa lama seorang imam dapat menjabat sebagai pastor kepala paroki, atau yang biasa dikenal dengan istilah parokus. Malah bisa dikatakan bahwa jabatan itu terbuka peluang untuk seumur hidup. Akan tetapi, perlu disadari bahwa paroki adalah medan pelayanan. Pusat pelayanannya adalah umat. Sementara pastornya hanyalah tambahan. Pastor bisa silih berganti, tapi umatnya tetap. Karena itu, perlu diperhatikan adalah kepentingan umat. Pastor datang untuk melayani umat. Jadi, jika ada pastor di paroki hanya sibuk mengurus diri sendiri dengan menguras uang umat, haruskah pastor itu dipertahankan? Jika sama sekali tidak ada perkembangan dalam pelayanan umat, haruskan tetap dibiarkan terus?

Uskup jangan menunggu ada masalah dengan imamnya dulu baru buat perpindahan; selama situasi adem ayem (padahal umat sudah mengeluh), tidak akan ada rotasi. Atau jangan pula menunggu sampai imamnya minta pindah baru ada rotasi. Ingat, salah satu tujuan rotasi adalah agar imam tidak menciptakan "kerajaan"-nya sendiri. Karena itulah, uskup harus membuat rotasi. Perlu diadakan sistem perpindahan tugas para imam. Dan untuk pelaksanaan rotasi, dibutuhkan ketegasan dari uskup. Sebab, jika uskup tidak tegas, apalagi bila sudah dikuasai dan dipengaruhi oleh segelintir imam yang haus akan kekayaan dan jabatan, sistem rotasi itu hanyalah hiasan belaka. Jadi, sistem musti ditunjang dengan ketegasan dalam aplikasinya. Bonum commune adalah prinsip utamanya.

Sistem yang bagaimana hendak dibangun? Uskup dan para penasehatnya harus mengatur rotasi para petugas pastoral di wilayahnya. Pertama-tama perlu disepakati berapa lama seorang imam bertugas di suatu medan karya pastoral, tak peduli apakah itu di paroki atau di bidang kategori. Jika ditentukan durasi waktu kepemimpinannya 5 tahun, maka setelah lima tahun, atau memasuki tahun keenam, diadakanlah rotasi secara keseluruhan. Rotasi hanya menyentuh pucuk pimpinan. Untuk di paroki, pastor pembantu menjadi pastor kepala. Jadi, pada saat rotasi, pastor kepala paroki akan pindah tugas menjadi pastor pembantu di paroki lain, sementara pastor pembantunya diangkat menjadi pastor kepala. Jika di medan kategorial ada dua imam, maka imam yang kedua menjadi pimpinan baru. Imam yang sudah pernah menjabat dua atau tiga kali pastor kepala paroki, dapat menjadi pimpinan di medan kategorial.

Renungan Hari Sabtu Prapaskah V - B

Renungan Hari Sabtu Prapaskah V, Thn B/I
Bac I    Yeh 37: 21 – 28; Injil                        Yoh 11: 45 – 56;

Injil hari ini bercerita tentang kesepakatan imam-imam kepala dan kaum Farisi dengan Mahkamah Agama untuk membunuh Tuhan Yesus. Mereka sudah tidak tahan lagi menghadapi popularitas Tuhan Yesus di tengah-tengah bangsa Israel. Mereka iri hati. Adalah Kayafas, Imam Besar kala itu, yang pertama kali melontarkan gagasan untuk mengorbankan Tuhan Yesus demi keselamatan bangsa. Akan tetapi, penginjil Yohanes menegaskan bahwa Tuhan Yesus dikorbankan bukan untuk menyelamatkan bangsa Israel saja, melainkan juga untuk “mengumpulkan dan mempersatuan anak-anak Allah yang tercerai-berai.” (ay. 52).

Apa yang disampaikan dalam Injil hari ini, sesuai dengan sabda Allah yang disampaikan Nabi Yehezkiel dalam bacaan pertama. Dalam kitabnya, Nabi Yehezkiel mengatakan bahwa Allah akan mengumpulkan umat Israel yang tercerai-berai dan membawa mereka ke tanah mereka. Umat Israel di sini bukan dalam pengertian geografis atau antropologis. Umat Israel di sini dipahami sebagai umat pilihan Allah; dan ini senada dengan anak-anak Allah dalam Injil di atas.

Sabda Tuhan pertama-tama mau mengatakan kepada kita bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia. Injil hari ini merupakan pemenuhan nubuat Nabi Yehezkiel. Tuhan Yesus dikorbankan untuk keselamatan umat manusia, bukan hanya umat Yahudi. Pesan ini menjadi relevan bagi kita di masa prapaskah ini. Pada masa ini kita diajak untuk mempersiapkan diri kita menyambut misteri penderitaan, kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus. sabda Tuhan hari ini mempersiapkan kita dalam permenungan akan penderitaan dan wafat Tuhan kita Yesus Kristus. Di sini kita disadarkan bahwa Tuhan Yesus memang wafat demi keselamatan kita.

by: adrian

Jumat, 27 Maret 2015

Orang Kudus 27 Maret: St. Nikodemus


Nikodemus adalah seorang dari kelompok farisi dan dewan Anggota Sanhendrin. Kisah tentang dirinya dalam hubungannya dengan Tuhan Yesus dapat ditemukan dalam Injil Yohanes (3: 1 – 21). Ia begitu kagum akan kepribadian Tuhan Yesus dan cara pengajaran-Nya yang penuh wibawa. Nikodemus mengakui bahwa Tuhan Yesus adalah seorang utusan Allah.
Dalam Injil dikisahkan bahwa Nikodemus datang menemui Tuhan Yesus pada waktu malam hari. Ia menanyakan tentang bagaimana orang dapat dilahirkan kembali dari air dan Roh. Pada akhir hidup Tuhan Yesus dengan peristiwa tragis di salib, Nikodemus tampil lagi sebagai seseorang yang mengurapi jeazah Yesus dengan minyak wangi (Yoh 19: 39).
Baca juga orang kudus hari ini:

Orang Kudus 27 Maret: St. Lucy Filipini

SANTA LUCY FILIPINI, PENGAKU IMAN
Lucy Filipini lahir pada tahun 1672 di Tarquinia, Italia, Barat Laut Roma. Sedari kecil, Lucy sudah ditinggal pergi ayah ibunya. Mereka meninggal dunia jauh sebelum Lucy berkarya. Lucy dikenal sebagai pelanjut pendidikan bagi kaum wanita katolik di Italia.
Sebagai seorang gadis yatim piatu, Lucy berhasil menarik perhatian Kardinal Martinus Barbarigo, karena ketelatenan, kesalehan dan bakat-bakatnya. Ia mendesak Lucy untuk belajar di sebuah Institute Pendidikan Guru, yang disebut Maestre Pie di Monte Fiascone, dekat Tarquinia. Kemudian pada tahun 1707 Paus Klemens XI meminta dia untuk mendirikan sekolah pertama dari Maestre Pie di Roma. Tugas ini dijalankannya dengan sukses besar hingga ia menghembuskan nafasnya terakhir pada 25 Maret 1732. Pada tahun 1930 ia dinyatakan kudus oleh Paus Pius XI (1922 – 1939).
sumber: Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 27 Maret:

Renungan Hari Jumat Prapaskah V - B

Renungan Hari Jumat Prapaskah V, Thn B/I
Bac I    Yer 20: 10 – 13; Injil                        Yoh 10: 31 – 42;

Bacaan pertama hari ini diambil dari Kitab Nabi Yeremia, yang berisi ratapan Nabi Yeremia. Dalam kitabnya, Nabi Yeremia menceritakan derita yang dialaminya akibat mewartakan kebenaran Allah. Banyak orang ingin mencelakakan dirinya. Mereka tidak menerima pewartaan yang disampaikan Nabi Yeremia. Pewartaan itu seakan menyakitkan hati perasaan mereka. Karena itu, mereka hendak membinasakan Yeremia dengan segala pewartaannya. Akan tetapi, Yeremia mendapat perlindungan dari Tuhan. Bagi Nabi Yeremia, Tuhan senantiasa melepaskan orang baik dari tangan orang yang hendak berbuat jahat.

Apa yang digambarkan dalam bacaan pertama, seakan kembali terulang dalam Injil hari ini. Pengalaman Nabi Yeremia dialami oleh Tuhan Yesus. Orang-orang Yahudi hendak melempari Yesus dengan batu, sekalipun Tuhan Yesus sudah menyampaikan kebenaran dan kebaikan kepada mereka. Dan sama seperti ungkapan Nabi Yeremia, Tuhan Yesus luput dari tangan mereka yang hendak menangkap Dia.

Hari ini Sabda Tuhan pertama-tama mau menyadarkan kita bahwa Tuhan akan senantiasa melindungi umat-Nya yang baik dan benar. Perlu disadari bahwa kebenaran dan kebaikan selalu mendapat tantangan. Hal ini dapat kita saksikan dalam kehidupan kita. Ada begitu banyak orang baik dan benar dihukum. Sabda Tuhan mengingatkan kita bahwa Dia tidak akan membiarkan kita berjuang sendirian. Dia akan melindungi kita. Tuhan menghendaki agar kita tidak perlu takut dalam memperjuangkan kebaikan dan kebenaran, sekalipun tantangan dan cobaan menghadang.

by: adrian

Kamis, 26 Maret 2015

Orang Kudus 26 Maret: St. Ireneus Sirmium

SANTO IRENEUS SIRMIUM, MARTIR
Ireneus masih sangat muda ketika terpilih menjadi Uskup kota Sirmium, sebuah kota di Provinsi Pannonia, Eropa Tenggara. Dia dikenal sebagai seorang uskup yang beriman kokoh dan punya semangat pengabdian dan kerasulan yang tinggi. Demi Kristus dan Kerajaan Allah ia rela meninggalkan sanak saudara dan orang tuanya.
Sewaktu terjadi penganiayaan terhadap orang Kristen pada masa pemerintahan Kaisar Diokletianus, Ireneus dihadapkan kepada Gubernur Pannonia untuk diadili. Ia dipaksa membawakan kurban persembahan kepada dewa-dewi kafir Romawi. Uskup Ireneus yang saleh dengan tegas menolak perintah gubernur. Katanya kepada gubernur, “Sengsara itu akan kutanggung dengan gembira supaya aku dapat mengambil bagian dalam sengsara Tuhanku.”
Karena jawabannya ini, ia disiksa dengan kejam. Ibu dan sanak saudara, kenalan dan sahabat-sahabatnya menganjurkan agar dia mengikuti saja kemauan gubernur supaya luput dari kematian ngeri. Meski demikian Ireneus tetap setia kepada Kristus karena berpegang teguh pada kata-kata Kristus, “Barangsiapa menyangkal Aku di hadapan manusia, maka Akupun akan menyangkal dia di hadapan Bapa-Ku yang di surga.” Ireneus justru menantang gubernur agar segera menyelesaikan perkaranya sesuai kehendaknya.
Ireneus digiring ke atas panggung untuk dipenggal kepalanya. Ireneus tampak tak gentar. Ia bahkan membuka sendiri pakaiannya, lalu mengangkat tangannya ke atas sambil memohon agar Yesus datang menjemput jiwanya. Peristiwa ini terjadi di kota Mitrovicea, Yugoslavia, pada tahun 304.
sumber: Iman Katolik
Baca juga orang kudus hari ini:

Renungan Hari Kamis Prapaskah V - B

Renungan Hari Kamis Prapaskah V, Thn B/I
Bac I    Kej 17: 3 – 9; Injil                 Yoh 8: 51 – 59;

Hari ini bacaan pertama diambil dari Kitab Kejadian, yang menceritakan perjanjian Allah dengan Abraham. Dengan perjanjian itu, Abraham mendapat nama baru, dari sebelumnya Abram menjadi Abraham. Dia akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Tuhan akan mencurahkan rahmat-Nya kepada Abraham serta keturunannya. Lewat perjanjian itu, Tuhan menjadi Allah bagi Abraham dan anak cucunya. Abraham dituntut untuk memegang perjanjian tersebut. Perjanjian itu mengikat dirinya dan keturunannya turun menurun. Bisa dikatakan bahwa perjanjian itu menuntut Abraham serta keturunannya untuk percaya kepada Allah. Kepercayaan itu akan mendatangkan keselamatan.

Sepertinya tuntutan perjanjian Allah dan Abraham itu kembali ditegaskan Tuhan Yesus dalam Injil hari ini. Tuhan Yesus menegaskan bahwa siapa yang menuruti firman-Nya, akan hidup selama-lamanya. Menuruti di sini bisa diartikan juga dengan percaya. Dengan kata lain, tuntutan perjanjian untuk percaya kepada Allah, identik dengan menuruti firman Tuhan Yesus. Hal inilah yang dipersoalkan oleh orang-orang Yahudi; bukan cuma soal tidak akan mati, melainkan pernyataan ini mengingatkan mereka akan perjanjian Allah dengan Abraham, bapa leluhur mereka.

Sabda Tuhan hari ini pertama-tama mau menyadarkan kita bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia. Pernyataan Yesus kepada orang-orang Yahudi selaras dengan perjanjian Allah dengan Abraham. Tuhan Yesus seakan mengingatkan kembali orang Yahudi akan perjanjian yang pernah dibuat pada zaman Abraham. Dan kini, lewat sabda-Nya, Tuhan Yesus mengingatkan kita. Kita diingatkan bahwa kita terikat dengan perjanjian untuk senantiasa percaya kepada Allah. Kepecayaan inilah yang akan mendatangkan keselamatan.

by: adrian

Rabu, 25 Maret 2015

Minat Agama pada Masa Dewasa Dini

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT KEAGAMAAN PADA MASA DEWASA DINI
Seks
Wanita cenderung lebih berminat pada agama daripada pria dan juga lebih banyak terlibat aktif dalam ibadat dan kegiatan-kegiatan kelompok agama.

Kelas Sosial
Golongan kelas menengah sebagai kelompok lebih tertarik agama dibandingkan dengan golongan kelas yang lebih tinggi atau yang lebih rendah; orang lebih banyak ambil bagian dalam kegiatan gereja, misalnya, dan banyak yang duduk dalam kepengurusan organisasi keagamaan. Orang-orang dewasa yang ingin terpandang dalam masyarakat lebih giat dalam organisasi-organisasi keagamaan dibandingkan dengan orang-orang yang sudah puas dengan status mereka.

Lokasi Tempat Tinggal
Orang-orang dewasa yang tinggal di pedesaan dan di pinggir kota menunjukkan minat yang lebih besar pada agama daripada orang yang tinggal di kota.

Latar Belakang Keluarga
Orang-orang dewasa yang dibesarkan dalam keluarga yang erat beragama dan menjadi anggota suatu gereja cenderung lebih tertarik pada agama daripada orang-orang yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang peduli pada agama.

Minat Religius Teman-teman
Orang dewasa dini lebih memperhatikan hal-hal keagamaan jika tetangga-tetangga dan teman-temannya aktif dalam organisasi-organisasi keagamaan daripada apabila teman-temannya yang kurang peduli.

Pasangan dari Iman yang Berbeda
Pasangan yang berbeda agama cenderung kurang aktif dalam urusan agama daripada suami isteri yang menganut agama yang sama.

Kecemasan akan Kematian
Orang-orang dewasa yang cemas akan kematian atau mereka yang sangat memikirkan hal kematian cenderung lebih memperhatikan agama daripada orang yang bersikap lebih realistik.

Pola Kepribadian
Semakin otoriter pola kepribadian seseorang, semakin banyak perhatiannya pada agama per se dan semakin kaku sikapnya terhadap agama-agama lainnya. Sebaliknya, orang yang memiliki pribadi yang berpandangan seimbang lebih luwes terhadap agama-agama lain dan biasanya lebih aktif dalam kegiatan agamanya.

sumber: Elizabeth B. Hurlock, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5). Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 258
Baca juga:

Renungan Hari Raya Kabar Sukacita, Thn B

Renungan Hari Raya Kabar Sukacita, Thn B/I
Bac I    Yes 7: 10 – 14, 8: 10; Bac II                        Ibr 10: 4 – 10;
Injil      Luk 1: 26 – 38;

Hari ini Gereja Universal mengajak umatnya untuk bergembira merayakan pesta Kabar Sukacita. Hari raya Kabar Sukacita mengacu para peristiwa berita sukacita yang diterima Bunda Maria dari Malaikat Gabriel. Injil hari ini mengisahan agak rinci kejadian tersebut. Ini merupakan bagian dari rencana keselamatan yang sudah dirancang Allah bagi manusia. Maria terpilih dalam rancangan itu dengan menjadi bunda Yesus Kristus. Keterpilihan Maria dalam rencana keselamatan ini tentulah membawa sukacita besar bagi Bunda Maria, namun kesediaannya menerima rencana itu membawa sukacita besar bagi umat manusia.

Bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Nabi Yesaya, seakan melukiskan peristiwa dalam Injil di atas. Dalam kitabnya, Yesaya menyampaikan pesan Allah kepada Ahas. Di sini terlihat bahwa Allah telah membuat rencana keselamatan bagi umat manusia, dan rencana tersebut hadir melalui seorang perempuan muda. Bisa dikatakan bahwa bacaan pertama ini terpenuhi dalam diri Bunda Maria. Atau dengan perkataan lain, Injil hari ini merupakan pemenuhan ramalan Nabi Yesaya dalam bacaan pertama hari ini.

Dalam bacaan kedua, yang diambil dari Surat kepada Orang ibrani, penulis merefleksikan rencana keselamatan Allah bagi umat manusia. Bagi penulis, keselamatan itu terjadi melalui Yesus Kristus, yang mau melakukan kehendak Allah. Penulis mengatakan bahwa dengan melakukan kehendak Allah, Yesus Kristus telah menguduskan kita. Hal ini juga yang dilakukan oleh Bunda Maria. "Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu itu."

Sabda Tuhan hari ini mau mengajak kita untuk bersukacita. Kita bersukacita karena keselamatan yang Tuhan berikan kepada kita melalui Yesus Kristus. Jika kita perhatian, semuanya ini terjadi karena kehendak Allah. Sukacita pertama terjadi ketika Bunda Maria menerima tawaran Allah. Dan dalam menerima tawaran ini, kehendak Allah-lah yang utama. Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu, demikian pernyataan Maria. Sukacita kedua terjadi ketika Tuhan Yesus mempersembahkan diri-Nya sesuai kehendak Allah. Melalui sabda-Nya, kita pertama-tama disadarkan untuk bersukacita atas keselamatan kita, Tuhan menghendaki kita supaya kita senantiasa hidup menurut kehendak Allah, karena hal itu dapat mendatangkan keselamatan.

by: adrian

Selasa, 24 Maret 2015

(Pencerahan) Refleksi Diri

BERJALAN DI HUTAN CEMARA

Berjalan di hutan cemara
Langkahku terasa kecil dan lelah
Makin dalam lagi
Ku ditelan fatamorgana.

Tebing tanah basah di pinggir jalan setapak
Seperti garis wajahmu
Teduh dan kasih
Makin dalam lagi
Ku dicengkam kerinduan.

Kabut putih melintas di jalanku
Jarak pandangku dua langkah ke depan
Ada seberkas cahaya
Menembus rimbun dedaunan
Sanggupkah menerangi jalanku.

Dan aku berharap
Kapankah kiranya sampai di puncak sana
Aku kan bertanya siapa diriku
Aku kan bertanya siapakah Kamu
Aku kan bertanya siapa mereka
Aku kan bertanya siapa kita

by: Ebiet G Ade
Baca juga pencerahan lainnya:
1.      Senantiasa Sadar
3.      Kekuatan Jimat

Renungan Hari Selasa Prapaskah V - B

Renungan Hari Selasa Prapaskah V, Thn B/I
Bac I    Bil 21: 4 – 9; Injil                  Yoh 8: 21 – 30;

Bacaan pertama hari ini diambil dari Kitab Bilangan, yang mengisahkan perjalanan Bangsa Israel di bawah pimpinan Musa. Mereka baru lepas dari penindasan Bangsa Mesir. Akan tetapi situasi kebebasan yang dirasakan tidak senikmat situasi penindasan. Karena itu, umat Israel memberontak terhadap Allah dan Musa. Tuhan Allah mengutus ular-ular tedung sebagai balasnya sehingga banyak umat Israel yang mati. Hal ini menimbulkan ketakutan dan penyesalan dalam diri orang Israel. Maka, dibuatkan kesepakatan antara Allah dan umat, melalui sebuah simbol ular tembaga yang diletakkan pada sebuah tiang. “Setiap orang yang terpagut, jika ia melihatnya, akan tetap hidup.” (ay. 8).

Apa yang digambarkan dalam bacaan pertama tak jauh berbeda dengan Injil hari ini. Ada kemiripan antara ular tembaga dalam bacaan pertama dengan pernyataan Tuhan Yesus tentang Anak Manusia yang akan ditinggikan (ay. 28). Peninggian Anak Manusia ini mengarah pada peristiwa penyaliban Tuhan Yesus. Peristiwa itu mendatangkan keselamatan bagi umat manusia. Dengan kata lain, manusia sudah dipagut oleh dosa sehingga Allah turun ke dunia dalam diri Yesus Kristus untuk merelakan diri-Nya disalibkan. Setiap orang yang memandang salib (percaya) akan diselamatkan.

Sabda Tuhan hari ini mau menyadarkan kita bahwa Tuhan Yesus adalah pokok keselamatan. Dengan percaya kepada-Nya, kita akan selamat. Tuhan Yesus menyelamatkan kita dengan cara mengorbankan diri-Nya di kayu salib. Hal ini seperti cara Allah menyelamatkan umat Israel dari bahaya pagutan ular. Melalui sabda-Nya, Tuhan menghendaki kita untuk percaya kepada-Nya. Namun, terlebih dahulu kita harus bersyukur karena Tuhan Yesus mau menyelamatkan kita. Penyelamatan ini menjadi bukti Allah mengasihi kita.

by: adrian

Senin, 23 Maret 2015

Islam, ISIS dan Terorisme

BENARKAH ISIS BUKAN ISLAM?
KOMPAS, 14 Maret 2015, menampilkan tulisan Ali Mustafa Yaqub, imam besar Masjid Istiqlal. Judul tulisannya adalah “NIIS, Khawarij, dan Terorisme”. Tulisan menarik ini bisa dikatakan sebagai bentuk pembelaan terhadap agama islam. Sebenarnya pembelaan ini sudah banyak kali muncul, semenjak kehadiran kelompok teroris Al Qaeda. Jadi, dapatlah dikatakan bahwa tidak ada yang baru dalam tulisan tersebut.

Akan tetapi, tulisan tersebut, sebagaimana tulisan-tulisan lain yang sejenis, masih menyisahkan kebingungan. Satu hal yang membuat bingung akhirnya melahirkan pertanyaan sebagaimana judul tulisan ini. Selain kebingungan, dalam tulisan Mustafa terdapat satu hal, yang bagi saya, terkesan lucu.

Dikatakan lucu karena, untuk membela agama islam, Mustafa malah semacam melemparkan persoalan radikalisme ini kepada penganut agama lain. Ali Mustafa menulis, “Sebab, terorisme dapat datang dari pemeluk agama mana saja…” Argumentasi ini mirip seperti argumen seorang anak yang kedapatan menyontek saat ujian. Ketika ditanya gurunya, ia berkata, “Orang lain juga nyontek, koq!”

Pernyataan Mustafa ini terkesan menutupi persoalan utama: kaitan agama islam dan terorisme. Memang penulis mengatakan bahwa sejatinya terorisme tak ada kaitannya dengan agama. Tapi, benarkah demikian?

Pernyataan Mustafa di atas perlu dikritisi. Tak bisa dipungkiri bahwa pernyataan itu benar: terorisme bisa muncul dari pemeluk agama mana saja (harap bisa bedakan antara agama dan pemeluk agama). Terorisme bisa dilakukan oleh pemeluk agama Islam, Kristen, Buddha dan lainnya. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa landasan terorismenya berbeda. Aksi teror yang dilakukan oleh kelompok islam dilandasi pada ajaran agamanya. Ada banyak buku yang menyatakan hal ini, seperti Sejarah Teror dan Kudeta Mekkah. Karena itu, sekitar bulan September 2013 lalu, Pemerintah Rusia mengeluarkan perintah untuk membakar Al Quran, karena kitab itu dinilai menciptakan radikalisme yang mengarah pada terorisme. Berbeda dengan pemeluk agama lain. Jika orang Kristen atau Buddha melakukan terorisme, bisa dipastikan mereka melanggar ajaran agamanya, karena tidak ada ajaran untuk melakukan hal itu.

Berkaitan dengan konteks ajaran agama, sangat menarik kalau kita kritisi pernyataan Mustafa lainnya. Dia menulis, “…, mengaitkan NIIS dengan agama islam akan melahirkan kesimpulan yang salah, karena islam adalah ajaran yang tertulis dalam Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW…” Hal inilah yang membuat banyak orang bingung.

Orang Kudus 23 Maret: St. Dismas

SANTO DISMAS, PENGAKU IMAN
Konon, Dismas adalah penyamun, yang disalibkan di sebelah kanan Yesus dan bertobat sebagaimana dikatakan dalam Injil Lukas, “Seorang dari penjahat yang digantung itu menghojat Dia, katanya, ‘Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkan diri-Mu dan kami.’ Tetapi yang seorang menegor dia, katanya, ‘Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.’ Lalu ia berkata, ‘Yesus, ingatlah aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.’ Kata Yesus kepadanya, ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus.’” (Luk 23: 39 – 43).

Renungan Hari Senin Prapaskah V - B

Renungan Hari Senin Prapaskah V, Thn B/I
Bac I    Dan 13: 41c – 62; Injil                      Yoh 8: 1 – 11;

Hari ini bacaan pertama diambil dari Kitab Daniel. Di sini ditampilkan kisah penyelamatan Susana dari hukuman mati. Dikatakan bahwa Susana difitnah telah berbuat zinah oleh dua orang tua-tua, yang justru sebenarnya ingin melakukannya. Namun kebenaran masih berbicara. Adalah Daniel yang membuka mata semua rakyat Israel akan kebenaran dari peristiwa itu sehingga warga tidak melakukan hukuman kepada Susana, tetapi kepada kedua orang tua-tua itu.

Kisah dalam bacaan pertama tak jauh berbeda dengan Injil hari ini. Hari ini juga Injil mengisahkan orang Israel, di bawah pimpinan ahli-ahli Taurat dan kaum Farisi membawa kepada Tuhan Yesus seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Mereka meminta “persetujuan” Tuhan Yesus untuk menghukum perempuan itu sesuai Taurat Musa. Berbeda dengan Susana, perempuan ini mungkin benar-benar melakukan perbuatan zinah itu. Akan tetapi, sebagaimana Daniel, Tuhan Yesus pun membuka mata orang banyak itu akan kebenaran. Sebelum menghakimi orang lain, cobalah menghakimi diri sendiri. Dengan kebenaran ini, perempuan itu luput dari hukuman mati.

Dalam kehidupan kita sering bertindak seperti orang tua-tua atau kaum Farisi dan ahli Taurat. Kita suka menghakimi orang lain tanpa pernah koreksi diri. Kita suka menyembunyikan borok kita dengan memaparkan kesalahan orang lain. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk terlebih dahulu membersihkan diri sendiri sebelum membersihkan orang lain. Tuhan menghendaki supaya kita tidak terlalu mudah menghakimi sesama, tanpa pernah mau terlebih dahulu menghakimi diri sendiri. Masa prapaskah merupakan kesempatan bagi kita untuk bertobat. Kita diajak untuk mengubah perilaku dan kebiasaan buruk kita.

by: adrian

Minggu, 22 Maret 2015

Lokasi Pengungsian Vietnam di Galang

 

 

Renungan Hari Minggu Prapaskah V - B

Renungan Hari Minggu Prapaskah V, Thn B/I
Bac I    Yer 31: 31 – 34; Bac II                     Ibr 5: 7 – 9;
Injil      Yoh 12: 20 – 33;

Bacaan pertama hari ini diambil dari Kitab Nabi Yeremia. Di sini Nabi Yeremia menyampaikan pesan Allah kepada umat Israel. “Akan tiba waktunya,” demikian bunyi kata-kata Allah. Waktu di sini bukan mengacu pada hari atau jam, melainkan aktivitas. Yang dimaksud Allah dengan waktu yang akan datang itu adalah perjanjian-Nya dengan umat Israel. Perjanjian itu berisi niat Allah untuk menyelamatkan umat-Nya. Dan sebagaimana sebuah perjanjian tidak hanya mengikat satu pihak, perjanjian ini pun mengikat umat Israel. Mereka diminta untuk taat kepada Allah. Ketaatan inilah yang akan membuahkan keselamatan.

Injil hari ini juga menekankan saat yang telah tiba. Dan saat di sini bukan berarti waktu, seperti yang dipahami umumnya, melainkan seperti bacaan pertama tadi, yaitu soal aktivitas. Tuhan Yesus memaksudkan saat itu dengan kemuliaan Diri-Nya. Di sini Tuhan Yesus seakan meramalkan tentang kematian-Nya, yang merupakan pemuliaan Diri-Nya. Di sini terlihat ketaatan Tuhan Yesus kepada kehendak Bapa, sehingga dengan ketaatan itu pula Dia membawa keselamatan bagi umat manusia.

Dalam bacaan kedua, yang diambil dari Surat kepada Orang Ibrani, penulis seakan kembali merefleksikan bacaan Injil hari ini. Penulis surat ini seperti meringkas dengan bahasanya sendiri. Di sana terlihat jelas bagaimana pesan yang disampaikan Injil kembali ditegaskan oleh penulis ini. Dikatakan bahwa Tuhan Yesus telah belajar menjadi taat. Ketaatan-Nya itu membawa Dia kepada kesempurnaan atau kemuliaan; dan berkat kemuliaan itu “Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.” (ay. 9).

Sabda Tuhan hari ini mau berbicara tentang ketaatan. Dikatakan bahwa ketaatan akan mendatangkan keselamatan. Dalam bacaan pertama, keselamatan itu akan dirasakan oleh umat Israel yang taat, dan dalam Injil Tuhan Yesus dimuliakan karena ketaatan-Nya; dan penulis Surat kepada Orang Ibrani mengatakan bahwa kita akan mendapat keselamatan jika kita taat kepada Tuhan Yesus. Saat ini kita masih dalam masa prapaskah. Dalam masa ini kita diajak untuk berpuasa dan berpantang. Jika kita setia dan taat dalam menjalani tuntutan masa prapaskah ini, maka kita akan memperoleh rahmat penebusan.

by: adrian