Selasa, 23 Juni 2015

(Refleksi) Menyikapi Penolakan Umat

KETIKA DOMBA MENOLAK GEMBALA
Ketika ditahbiskan, seorang imam memiliki jabatan sebagai gembala. Umat adalah kawanan gembalaannya. Tentulah sangat diharapkan agar seorang imam bisa menampilkan dirinya sebagai seorang gembala yang baik, sebagaimana yang pernah diungkapkan Tuhan Yesus (lih. Yoh 10: 1 – 11) atau yang ditegaskan oleh Petrus (lih. 1Ptr 5: 1 – 11).
Akan tetapi, tak bisa dipungkiri bahwa tidak ada manusia yang sempurna di muka bumi ini. Demikian pula seorang gembala. Untuk menjadi gembala yang baik, sebagaimana yang diminta oleh Tuhan, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada begitu banyak persoalan dan perjuangan, baik itu menyangkut hal eksternal maupun internal diri gembala itu sendiri.
Paus Fransiskus sendiri, pada bulan Oktober 2014 lalu sudah menyatakan akan adanya gembala yang buruk, yang hanya sibuk dengan kepentingan diri sendiri, menyangkut uang dan kekuasaan. Sekalipun penuh dengan kelemahan dan kekurangan, bukan lantas berarti seorang gembala menyerah begitu saja tanpa ada niat untuk perbaikan diri. Memang tidak ada manusia yang sempurna, tapi setiap kita dipanggil kepada kesempurnaan. Tuhan Yesus pernah bersabda, “… haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mat 5: 48).
Adanya gambaran gembala yang buruk inilah yang sering membuat domba memberontak. Kita dapat membagi pemberontakan ini ke dalam dua kelompok. Pertama, pemberontakan halus. Umat melakukan perlawanan secara diam. Tampil di permukaan seperti tidak ada pergejolakan. Umat seakan mendengar apa yang dikatakan sang gembala, namun dengan diam mengabaikannya. Perlahan-lahan umat enggan mengikuti kegiatan menggereja, malas mengikuti ekaristi hari Minggu, dan menolak setiap kebijakan sang gembala,
Kelompok kedua adalah pemberontakan frontal. Di sini umat dengan terang-terangan menyatakan sikapnya. Ada dua bentuk yang dapat dilihat, yaitu menolak sang gembala dengan mengusulkan pindah tempat tugas, dan yang ekstrem adalah pergi meninggalkan Gereja (pindah Gereja lain atau pindah agama).
Di balik pemberontakan umat ini, ada dua hal yang patut direnungkan oleh para gembala. Pertama, gembala yang buruk membuat umat memberontak. Hal ini berdampak buruk bagi pelayanan, dan yang selalu menjadi korban adalah umat dan Kristus. Hanya karena gembalanya, umat pergi “meninggalkan” Kristus. Kedua, pemberontakan itu mau menunjukkan bahwa para domba mencintai gembalanya. Pemberontakan bukan ungkapan kebencian mereka, melainkan kecintaannya. Mereka ingin agar sang gembala tampil baik.
Berhadapan dengan sikap penolakan domba terhadap gembalanya ini, sangat dibutuhkan kebijaksanaan uskup. Kami tidak akan sibuk dengan persoalan itu, tapi kami ingin mengkritisi penolakan umat atas gembalanya. Kami tidak hanya melihat dari satu sudut pandang saja.
Buat Umat: Tidak Ada yang Sempurna

Renungan Hari Selasa Biasa XII - Thn I

Renungan Hari Selasa Biasa XII, Thn B/I
Bac I  Kej 13: 2, 5 – 18; Injil               Mat 7: 6, 12 – 14;

Injil hari ini masih melanjutkan pengajaran Tuhan Yesus di bukit. Dalam pengajaran-Nya Tuhan Yesus memberikan pelajaran ajaran emas, sebuah pelajaran yang memuat seluruh isi hukum Taurat dan kitab para nabi. “Segala sesuatu yang kamu kehendaki diperbuat orang kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.” (ay. 12). Di sini Tuhan Yesus mau mengatakan kepada para pendengar-Nya bahwa kalau mereka ingin dihormati, maka mereka musti menghormati orang lain; jika mereka tidak suka difitnah, maka mereka jangan pernah memitnah orang.
Ajaran emas ini dapat dilihat dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Kejadian. Diceritakan bahwa Abram tidak mau ada pertikaian antara kerabatnya. Abram ingin dihormati, maka ia terlebih dahulu menghormati Lot. “Baiklah pisahkan dirimu dari padaku: jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri.” (ay. 9). Abram tidak mau memaksakan kehendaknya kepada Lot, karena dia juga tak ingin dipaksa-paksa. Karena sikapnya inilah maka Allah berkenan padanya.
Dalam kehidupan, seringkali kita memaksakan kehendak kita pada orang lain. Akan tetapi kita sendiri tidak mau dipaksa orang. Kita ingin dihormati, namun kita enggan menghormati. Kita hanya mau orang lain memperhatikan keinginan kita, tanpa kita sendiri mau peduli pada mereka. Sabda Tuhan hari ini mau membongkar sikap lama kita itu. Tuhan menghendaki agar kita tidak memaksakan kehendak kita kepada orang lain hanya demi kepentingan diri kita sendiri. Tuhan menghendaki supaya kita jangan hanya memakai kacamata kita saja, melainkan juga memakai kacamata orang lain. Dengan melaksanakan ajaran emas ini, maka hidup akan terasa damai.***
by: adrian