Sabtu, 20 Juli 2013

Kedekatan dengan Pemimpin

Pagi ini saya keluar dari pastoran sekitar jam 07.00. Saya mau mencari inspirasi buat bahan retret kaum muda-remaja wilayah St. Mikael, Tanjung Batu. Hari Minggu lalu (7 Juli) setelah misa, dua remaja, Paulina dan Wiliam, menghampiri saya dan langsung minta diadakan retret untuk mengisi liburan. Setelah berbagai pertimbangan soal tempat dan waktu dikemukakan, akhirnya diputuskan retret diadakan pada tanggal 23 – 25 Juli.

Saya menyusuri jalan lingkar, mencari pondok yang bias dijadikan tempat untuk merenung. Awalnya saya menemukan “pondok”, yang biasa dipakai untuk memancing, di ujung aspal jalan lingkar. Saya masuk dan duduk sebentar di situ sambil menikmati suasana. Baru duduk sekitar 15 menit, cahaya matahari, yang sebelumnya diselimuti awan sehingga terasa sejuk, mulai menyengat kulit. Saya sedikit merasa terganggu karena tidak bias berkonsentrasi. Akhirnya saya memutuskan pindah, mencari tempat lain.

Kembali saya menyusuri jalan lingkar yang belum beraspal, menuju arah PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara). Tak jauh dari PLTB ada sebuah pomdok kecil yang biasa digunakan orang proyek untuk mengawasi proyek penimbunan dan pembuatan jalan lingkar. Tak ada orang di sana. Situasinya teduh dari sinar mentari. Karena itu saya ke pondok itu. Di pondok itu ada sebuah kursi dan meja. Sangat cocok untuk merenung dan menulis. Apalagi pandangannya langsung ke laut.

Tak lama saya di pondok itu, tiga orang pemuda dengan sebuah motor bebek menghampiri pondok, tempat saya merenung. Setelah berhenti di depan pondok, samping motor saya, seorang dari mereka turun dan kemudian dua lainnya pergi berlalu. Tinggallah kami berdua di pondok itu. Saya memulai pembicaraan dengan bertanya soal pekerjaannya.

Dari jawabannya itu, pembicaraan meluas ke “mega-proyek” Karimun ini. Secara tak sengaja, akhirnya saya menemukan jawaban atas satu keanehan dari mega-proyek ini. Keanehan itu begini: mulai pondok tempat kami nongkrong, timbunan sudah jauh melewati batas ketentuan. Ini dapat dilihat dari sisi batu miring di sebelahnya.

Pemuda itu menjelaskan bahwa timbunan lebih ini adalah proyeknya Pak Umar (bukan nama sebenarnya). Kalau proyek jalan lingkar adalah proyeknya WASKITA. “Kita juga tak tahu kenapa timbunan bergeser sampai jauh ke sana. Kita tak tahu juga bagaimana pembagian jatahnya,” jelas pemuda itu. “Ini bisa terjadi karena ini adalah proyek Pak Umar.”

Menurut pemuda ini ada isu yang mengatakan bahwa areal timbunan ini hendak dijadikan pelabuhan dan hotel seperti yang di Balai. Apakah mungkin kawasan polsek dan pelabuhan Balai mau disulap jadi Mega Mall seperti yang pernah diisukan sekitar dua tahun lalu? Demikian hati kecil saya. Pemuda ini terus menjelaskan sedikit tentang Pak Umar. Dari mulutnya saya akhirnya mengetahui siapa Pak Umar ini.

“Dia orang asli sini,” kata pemuda itu. “Orang dekatnya bupati.”

“Pantesan!” Komentar spontan saya.

Setelah dua temannya dating lagi, saya pamit meninggalkan pondok dan mereka. saya mau kembali ke pastoran. Sepanjang perjalanan pulang saya terus merenungkan isi pembicaraan kami tadi. Yang saya renungkan adalah tentang kedekatan Pak Umar dengan pimpinan Karimun sehingga pemerintah pun tak berkutik. Ini artinya, Pak Umar menggunakan kedekatan relasinya dengan pemimpin daerah ini sehingga dapat melangkahi kewenangan instansi-instansi pemerintah yang berkaitan dengan urusan proyek ini. Tentulah, di atas semuanya itu, ujung-ujungnya adalah DUIT.

Karena itu, saya langsung berpikir betapa enaknya mempunyai relasi dekat dengan pemimpin. Dengan kedekatan ini saya dapat berbuat apa saja yang saya suka asal tidak bentrok dengan pimpinan. Sekalipun saya bukan bawahan langsung pemimpin ini, tapi karena kedekatan dengan pemimpin, saya bisa “injak” kewenangan bawahannya. Bahkan, bukan tidak mungkin saya yang mengatur bawahannya. Yang penting saya tidak bentrok dengan pimpinan.

Awalnya saya hanya merenung masalah ini pada dunia pemerintahan saja. Lantas saya langsung bertanya, bagaimana dengan lingkungan Gereja? Apakah masalah ini ada juga dalam lingkungan Gereja?

Tanpa disadari saya sudah sampai di depan rumah dinas bupati. Maksud hati mencari ide bahan retret, eh malah dapat gagasan renungan.
TBK, 11 Juli 2013

by: adrian, Pr

Orang Kudus 20 Juli: St. Vincent Kaun

Santo vinsent kaun, martir
Vinsent berasal dari Seoul, Korea. Ia menjadi tawanan perang dan diangkut ke Jepang. Di sana ia menjadi Kristen dan masuk Serikat Yesus. Ia berkarya sebagai katekis di Tiongkok dan Jepang sampai akhirnya mati dibakar hidup-hidup di Nagasaki.

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Sabtu Biasa XV-C

Hari Sabtu Biasa XV, Thn C/I
Bac I   : Kel 12: 37 – 42; Injil        : Mat 12: 14 – 21

Bacaan pertama hari ini mengisahkan keluarnya bangsa Israel dari Mesir. Tuhan membawa umat Israel keluar dari tanah Mesir. Keluar dari tanah Mesir berarti keluar dari penderitaan. Di sini mau dikatakan bahwa Tuhanlah yang membawa orang Israel keluar dari penderitaannya. Di sini tampak bahwa bangsa Israel menaruh harapan pada Allah.

Kepedulian Allah akan umat-Nya tampak dalam diri Yesus. Untuk menggambarkan hal ini, Injil mengutip ramalan Nabi Yesaya. Karena kepedulian-Nya, maka “semua bangsa akan berharap” (ay. 21) pada Yesus. Pernyataan Nabi Yesaya ini secara tidak langsung mau menegaskan keallahan Yesus.

Penderitaan adalah bagian hidup manusia. Kita tak bisa lepas dari penderitaan. Namun, sabda Tuhan hari ini menghendaki agar kita menaruh harapan pada Tuhan. Dia akan membantu kita lepas dari penderitaan.

by: adrian