Sabtu, 14 November 2015

Mengkritisi Surah Jilbab

QS AL-AHZAB: 59 TENTANG JILBAB
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa setiap wanita islam identik dengan kerudung, atau biasa disebut jilbab. Bahkan jilbab menjadi suatu kewajiban bagi seorang muslimah. Karena itu, sejak anak-anak pun, perempuan mengenakan jilbab; dan polisi wanita yang beragama islam pun menanggalkan seragam lazimnya dan mulai memakai jilbab. Perintah ini datang dari Allah dengan perantaraan Nabi Muhammad, sehingga wajib untuk diikuti.
Pendasaran kewajiban mengenakan jilbab ini dapat dijumpai dalam QS al-Ahzab: 59. Bunyi surah tersebut adalah demikian, “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu, dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam islam, selalu ada peristiwa yang mendasarkan turunnya firmal Allah kepada Nabi Muhammad. Dan ada ilmu yang khusus mempelajari asal usul ayat-ayat Al-Quran, yang dikenal dengan istilah Asbabun Nuzul. Terkait dengan kewajiban jilbab, ada dua peristiwa yang menjadi sebab turunnya surat ini.
Pertama, peristiwa yang dialami oleh seorang istri Muhammad bernama Siti Saudah. Dikisahkan bahwa pada suatu hari Saudah keluar rumah untuk keperluan. Pada waktu itu, Umar melihatnya dan berkata, “Hai Saudah. Demi Allah, bagaimana pun kamu akan dapat mengenalmu. Karenanya cobalah pikir mengapa engkau keluar?” Dengan tergesa-gesa ia pulang. Ketika bertemu dengan Muhammad, ia berkata, “Ya Rasulallah, aku keluar untuk sesuatu keperluan, dan Umar menegurku (karena ia masih mengenalku).” Karena peristiwa inilah maka turun surah al-Ahzab: 59.
Kedua, peristiwa yang dialami oleh istri-istri Muhammad. Diceritakan bahwa suatu malam, istri-istri Muhammad keluar dari tenda untuk buang hajat (beol/pipis?). Pada waktu itu kaum munafiqin menganggu mereka yang menyakiti. Hal ini diadukan kepada Rasulullah SAW, sehingga Rasul menegur kaum munafiqin. Mereka menjawab, “Kami hanya menganggu hamba sahaya.” Setelah peristiwa inilah maka turun surah al-Ahzab: 59.
Perlu diketahui bahwa pada saat peristiwa itu terjadi belum ada perintah untuk mengenakan jilbab. Jadi, saat itu Saudah dan istri-istri Muhammad, bahkan para istri pengikut nabi, tidak mengenakan jilbab. Kaum munafiqin mengira bahwa mereka bukan istri Muhammad sehingga mereka menggodanya. Mereka tidak mengenal sehingga dengan sendirinya menggoda. Akan tetapi, setelah peristiwa itu, maka mulailah isteri-isteri Muhammad mengenakan jilbab. Demikian pula istri-istri orang islam.
Namun ada beberapa persoalan, karena surah ini turun setelah ada dua peristiwa. Artinya, pewajiban mengenakan jilbab setelah turun surah al-Ahzab: 59. Pertama, kita tidak tahu waktu dari dua peristiwa tersebut, apakah peristiwa itu terjadi pada hari yang sama atau berlainan. Hal ini mengandaikan bahwa surah ini turun dua kali, yaitu saat Muhammad berbicara dengan Siti Saudah di rumah istri cantiknya, Aisyah, dan saat Muhammad menegur kaum munafiqin. Karena itu, bisa dipertanyakan, kenapa para istri Muhammad tidak mengenakan jilbab ketika mereka keluar hendak buang hajat? Bukankah surah pewajiban jilbab sudah turun ketika Muhammad berbicara dengan Siti Saudah? Atau sebaliknya.

Renungan Hari Sabtu Biasa XXXII - Thn I

Renungan Hari Sabtu Biasa XXXII, Thn B/I
Penulis Kitab Kebijaksanaan, dalam bacaan pertama, menggambarkan tentang kemahakuasaan Allah sang pencipta dan pengatur alam semesta. Kemahakuasaan Allah membuat alam ciptaan menjadi teratur, sehingga umat manusia menjadi takjub. Hal ini sudah dirasakan dan dinikmati oleh bangsa Israel. Yang dinikmati bangsa Israel bukan hanya sekedar ketakjuban, melainkan juga keselamatan. Karenanya, reaksi yang pantas bagi Allah adalah pujian yang dialamatkan kepada-Nya. Penulis kitab ini ingin supaya umat senantiasa menghaturkan pujian kepada Tuhan. Salah satu bentuk pujian adalah doa.
Topik doa juga diajarkan Tuhan Yesus dalam Injil hari ini. Tuhan Yesus mengajarkan para murid-Nya tentang doa lewat perupamaan hakim dan janda. Di sini Tuhan Yesus mau mengajak mereka untuk berdoa dengan tidak jemu-jemu, seperti janda yang tak mengenal menyerah memohon kepada hakim untuk membela perkaranya. Tuhan pasti akan mendengarkan doa umat yang selalu datang kepada-Nya. Dia tidak akan menelantarkan umat-Nya. Dengan ini, Tuhan Yesus bukan saja mau menekankan bahwa Allah itu peduli, tetapi juga mahakuasa.
Doa merupakan salah bentuk komunikasi iman antara umat manusia dengan Allah. Dalam doa umat dapat menyampaikan pujian dan syukur serta permohonan. Tak sedikit kita datang kepada Tuhan dengan membawa sekumpulan permohonan. Dan tak jarang pula kita sedikit mendesak atau malah memaksa Allah supaya permohonan kita dikabulkan. Pemaksaan ini menunjukkan bahwa kita ingin instan. Ketekunan dan ketabahan kita tak bisa teruji. Sabda Tuhan hari ini menuntut kita untuk memiliki ketabahan dan ketekunan dalam berdoa. Berdoalah dengan tidak jemu-jemu.***
by: adrian