Senin, 13 Maret 2017

MENGENAL PERNIKAHAN KATOLIK

Tak sedikit orang berpikir bahwa pernikahan itu adalah urusan suka dan tidak suka. Ketika seorang pria dan wanita sudah saling suka, maka dengan mudah mereka mengikat kesukaan itu dengan ikatan pernikahan. Perasaan senang selama masa pacaran juga sering menjadi landasan untuk mengikat relasi dalam membangun mahligai rumah tangga. Mereka berpikir bahwa situasi bahagia dan senang saat pacaran menjadi cerminan kebahagiaan saat berumah tangga. Begitu mudahnya orang membangun bahtera rumah tangga, tanpa menyadari konsekuensi yang menyertainya.
Gereja Katolik melihat pernikahan bukanlah sekedar urusan suka dan tidak suka. Pada prinsipnya, pernikahan dalam Gereja Katolik adalah serius, bukan main-main. Karena itu, umat katolik diajak untuk menyiapkan diri dalam membangun rumah tangga. Hal ini menjadi tugas tanggung jawab gembala Gereja. Setidaknya ada 3 tahapan persiapan, yaitu persiapan jauh, menengah dan dekat. Kursus persiapan pernikahan merupakan salah satu bentuk persiapan dekat.
Salah satu bentuk persiapan adalah mencoba mengenal tentang pernikahan katolik. Harus disadari bahwa tiap agama mempunyai ciri tersendiri soal pernikahan. Umat katolik wajib mengenal tentang pernikahan katolik, karena dia terpanggil untuk menghayatinya.
Pernikahan Katolik: Antara Hak dan Kewajiban
Gereja Katolik melihat pernikahan sebagai HAK yang melekat pada setiap orang. Sebagai HAK, pernikahan itu merupakan pilihan hidup, karena ada orang yang memilih menggunakan haknya untuk menikah, namun ada juga orang yang memilih tidak memakai haknya untuk menikah. Para imam, suster dan bruder adalah contoh orang yang memilih tidak memakai haknya. Ada juga awam biasa mengambil kebijakan seperti itu. Jadi, pernikahan dalam Gereja Katolik adalah HAK setiap orang, bukan sebagai KEWAJIBAN.
Namun, masih ada kelompok masyarakat yang melihat pernikahan sebagai kewajiban. Mereka melihat bahwa orang yang sudah mencapai umur tertentu atau secara ekonomi sudah mapan HARUS menikah. Mereka akan merasa heran bila ada orang yang sudah berusia matang dan mapan secara ekonomi tapi belum menikah. Mereka akan menggelari orang-orang ini dengan istilah perawan tua atau pria tak laku. Tak jarang juga orang-orang seperti ini dicurigai sebagai orang yang punya kelainan seksual (gay atau lesbi).
Terkait dengan contoh ini, dapat disebut soal keheranan orang-orang yang melihat para imam, suster dan bruder yang tidak menikah. Di balik keheranan itu terlihat jelas bahwa bagi mereka menikah adalah suatu KEWAJIBAN. Seorang pria harus menikah dengan seorang wanita. Oleh karena itu, mereka selalu mempertanyakan kenapa imam, suster dan bruder tidak menikah.