Selasa, 24 September 2013

(Pencerahan) Teman itu Istimewa

TEMAN ADALAH HADIAH BUAT KITA
  
Seperti hadiah, ada yang bungkusnya bagus dan ada yang bungkusnya jelek.
 
Yang bungkusnya bagus punya wajah rupawan atau kepribadian yang menarik.
Yang bungkusnya jelek punya wajah biasa saja, atau
kepribadian yang biasa saja, atau malah menjengkelkan.
 
Seperti hadiah, ada yang isinya bagus dan ada yang isinya jelek.
 
Yang isinya bagus punya jiwa yang begitu indah
sehingga kita terpukau ketika berbagi rasa dengannya,
ketika kita dapat menghabiskan waktu berjam-jam saling
bercerita dan menghibur, menangis bersama dan tertawa bersama.
Kita mencintai dia dan dia mencintai kita.
 
Yang isinya buruk punya jiwa yang terluka.
Begitu dalam luka-lukanya…,
sehingga jiwanya tidak mampu lagi mencintai,
justru karena ia tidak merasakan cinta dalam hidupnya.
 
Sayangnya yang kita tangkap darinya seringkali justru sikap
penolakan, dendam, kebencian, iri hati, kesombongan, amarah, dll.
Kita tidak suka dengan jiwa-jiwa semacam ini dan
mencoba menghindar dari mereka.
 
Kita tidak tahu bahwa itu semua BUKAN-lah karena
mereka pada dasarnya buruk, tetapi ketidakmampuan jiwanya
memberikan cinta karena justru ia membutuhkan cinta kita,
membutuhkan empati kita, kesabaran dan keberanian kita
untuk mendengarkan luka-luka terdalam yang memasung jiwanya.
 
Bagaimana bisa kita mengharapkan seseorang yang
terluka lututnya berlari bersama kita? Bagaimana bisa kita
mengajak seseorang yang takut air berenang bersama?
Luka di lututnya dan ketakutan terhadap airlah yang
mesti disembuhkan, bukan mencaci mereka karena
mereka tidak mau berlari atau berenang bersama kita.
Mereka tidak akan bilang bahwa "lutut" mereka luka atau
mereka takut "air", mereka akan bilang bahwa
mereka tidak suka berlari atau mereka akan bilang
berenang itu membosankan dll.
 
It's a defense mechanism. Itulah cara mereka mempertahankan diri.
 
Mereka tidak akan bilang:            Mereka akan bilang:
"Aku tidak bisa menari"                "Menari itu tidak menarik..."
"Aku membutuhkan kamu"            "Tidak ada yang cocok denganku..."
"Aku kesepian"                            "Teman-temanku sudah lulus semua..."
"Aku butuh diterima"                    "Aku ini buruk, siapa yg bakal tahan denganku.."
"Aku ingin didengarkan"               "Kisah hidupku membosankan..."
 
Mereka semua hadiah buat kita,
entah bungkusnya bagus atau jelek,
entah isinya bagus atau jelek.
Dan jangan tertipu oleh kemasan.
Hanya ketika kita bertemu jiwa-dengan-jiwa,
kita tahu itulah hadiah sesungguhnya buat kita.
 
Berikanlah makna di dalam kehidupan Anda bukan hanya
untuk diri Anda sendiri saja melainkan juga untuk
membahagiakan sesama manusia di dalam lingkungan kehidupan Anda.
Berikanlah waktu Anda dengan digabung oleh rasa kasih!
 
Seorang sahabat sama seperti satu permata yang tak ternilai harganya.
Seorang kawan bisa membuat kita ceria, membuat kita terhibur.
Mereka meminjamkan kupingnya pada saat kita membutuhkannya.
Mereka bersedia membuka hati maupun perasaannya untuk
berbagi suka dan duka dengan kita pada saat kita membutuhkannya.
 
Maka dari itu janganlah buang waktu yang Anda miliki,
janganlah sia-siakan waktu yang sedemikian berharganya.
Bagikanlah sebagian dari waktu yang Anda miliki untuk seorang kawan.
Pasti waktu yang Anda berikan tersebut akan berbalik kembali
seperti juga satu lingkaran walaupun terkadang
kita tidak tahu dari mana dan dari siapa datangnya.

Mulailah kita awali dengan membagikan waktu kita
sejenak dengan men-forward artikel ini kepada semua kawan atau
sahabat.. Dengan ucapan I care about you!


Kebahagiaan Anda tumbuh berkembang manakala Anda membantu orang lain. Namun, bilamana Anda tidak mencoba membantu sesama, kebahagiaan akan layu dan mengering. Kebahagiaan bagaikan sebuah tanaman, harus disirami setiap hari dengan sikap dan tindakan memberi. (J.Donald Walters)

Orang Kudus 24 September: St. Gerardus Hungaria

Santo gerardus hungaria, uskup & martir
Gerardus dari Hungaria disebut juga dengan nama Gerardus Sagredo. Ayahnya, seorang bangsawan dari keluarga Sagredo yang meninggal dunia di Tanah Suci Yerusalem tatkala ia berziarah ke sana. Sepeninggal ayahnya, Gerardus masuk biara dan kemudian menjadi abbas biara Santo Gregoria di Venesia. Segara tampak bahwa Gerardus adalah seorang pemimpin yang saleh dan arif di tengah rekan-rekannya sebiara. Ia dengan tekun dan rendah hati menerapkan ajaran-ajaran Kitab Suci dalam hidupnya sehingga menampilkan suatu kedewasaan iman yang mengagumkan.

Terdorong oleh niatnya mengikuti jejak ayahnya dan tekadnya meneladani cara hidup Yesus, Gerardus meletakkan jabatannya sebagai abbas dan berangkat ke Yerusalem. Tetapi kemalangan menimpa dia di tengah perjalanan karena kapal yang ditumpanginya terdampar ke pantai Istria, Yugoslavia. Di situ ia bertemu dengan seorang Abbas Hungaria. Abbas itu menasehati dia untuk pergi ke Hungaria dan berkarya di sana. Gerardus menuruti nasehat itu dan bersedia pergi ke Hungaria. Di sana ia disambut baik oleh keluarga Raja Stefanus, bahkan diminta menjadi guru pribadi untuk putera mahkota Emerik. Sebenarnya ia tidak suka tinggal di istana. Ia lebih suka tinggal di sebuah pertapaan di hutan, jauh dari kota.

Karena kesalehan hidupnya dan pengaruhnya yang besar, Gerardus diangkat menjadi Uskup Maroschburg, Hungaria Selatan. Penduduk wilayah itu sebagian besar belum beriman kristen; sedangkan mereka yang telah dibaptis pun belum cukup hidup menurut cita-cita Injil. Menyaksikan keadaan itu Gerardus belum berani langsung terjun berkarya di antara mereka. Ia mengasingkan diri ke daerah pegunungan untuk berdoa dan bertapa sebagai persiapan batin bagi karyanya. Setelah itu Gerardus dengan jiwa berani mulai melaksanakan tugasnya sebagai gembala umat.

Siang dan malam ia menelusuri lorong-lorong kota itu untuk mengunjungi umatnya dan tanpa mengenal lelah menuruni dan  mendaki lembah dan bukit mengunjungi dusun-dusun untuk berkotbah. Penduduk yang sudah menjadi kristen kembali sadar akan imannya dan mereka yang masih kafir dipermandikannya. Banyak sekali yang dikerjakan Gerardus untuk memperkuat karya pewartaannya. Ia memberi makan kepada kaum fakir miskin dan gelandangan. Ia menghibur orang-orang sakit di kota. Ia mendirikan gereja, biara-biara dan sebuah sekolah di samping rumahnya untuk mendidik anak-anak muda kota itu. Untuk meningkatkan karya pewartaannya ia mendatangkan banyak misionaris dari Jerman dan mendidik orang-orang muda untuk menjadi imam.

Semua tindakan dan karyanya membuat semua warga kota Hungaria segan dan sangat menyayangi dia. Namun keadaan itu berubah seketika tatkala Raja Stefanus yang kudus itu meninggal dunia dan digantikan oleh seorang tak beriman yang menaruh kebencian terhadap umat kristen. Putera mahkota Emerik yang seharusnya menggantikan dia sudah lebih dahulu meninggal dunia dan kekuasaan jatuh ke tangan seorang tak beriman. Raja baru itu melancarkan pengejaran dan penganiayaan besar terhadap orang-orang kristen. Menyaksikan keadaan itu Uskup Gerardus bermaksud menyadarkan raja baru itu dan menunjukkan jalan yang benar kepadanya. Bersama beberapa pembantunya, Gerardus berangkat menuju istana raja itu. Namun nasib sial menimpa mereka di tengah jalan. Mereka disergap oleh orang-orang kafir di tepi sungai Donau, dilempari batu bertubi-tubi hingga mati. Seorang dari antara mereka menikami lambung Gerardus dengan tombak, sama seperti yang dialami oleh Yesus di Golgota sewaktu disalibkan. Demikianlah Uskup Gerardus bersama pembantu-pembantunya mati sebagai saksi Kristus di tepi sungai Donau pada tanggal 24 September 1048

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Selasa XXV-C

Renungan Hari Selasa Biasa XXV, Thn C/I
Bac I   : Ezr 6: 78, 12b, 14 – 20; Injil            : Luk 8: 19 21

Bacaan pertama hari ini merupakan lanjutan kisah bacaan pertama kemarin. Kalau kemarin mengisahkan Raja Koresh yang memerintahkan orang Yahudi untuk kembali membangun Bait Allah, sekarang dikisahkan pembangunan itu. Satu hal yang menarik adalah bahwa penyelesaian pembangunan itu “menurut perintah Allah Israel, dan menurut perintah Koresh, Darius, dan Arthasasta, raja-raja negeri Persia.” (ay. 14). Di sini tampak jelas bahwa Allah mendapat posisi pertama, baru para raja. Jadi, orang Israel, dalam proses pembangunan Bait Allah itu, mengutamakan kehendak Allah.

Sikap seperti inilah yang hendak diwartakan Yesus dalam Injil. Dalam hubungan relasional, Yesus meminta para murid-Nya untuk mengutamakan relasi dengan Allah. Hal ini dicontohkan Yesus sendiri dalam kaitannya dengan relasi-Nya dengan keluarga-Nya. Yesus tidak mau hanya membatasi diri pada relasi duniawi, melainkan juga relasi spiritual. Relasi spiritual ini membuat setiap orang terhubungkan satu sama lain. Dan penghubung itu ada pada melakukan kehendak Allah.

Hari ini sabda Tuhan menghendaki agar kita mau membuka sekat-sekat relasional kita. Kita hendaknya mengutamakan kehendak Allah dalam hidup sehingga dengan demikian kita dapat membangun persahabatan dengan siapa saja. Kehendak Allah membuat kita bersatu dalam ikatan kekeluargaan.

by: adrian