Selasa, 31 Mei 2016

Renungan Hari Minggu Paskah II - B

Renungan Hari Minggu Paskah II, Thn B/I
Bac I    Kis 4: 32 – 35; Bac II                        1Yoh 5: 1 – 6;
Injil      Yoh 20: 19 – 31;

Hari ini merupakan pekan kedua Minggu Paskah. Dalam tradisi Gereja Katolik, Minggu Paskah kedua ini dikenal juga sebagai Minggu Kerahiman Ilahi. Bacaan-bacaan liturgi hari ini memiliki tema tentang percaya. Kepercayaan itu ditujukan kepada Kristus yang telah bangkit. Inilah yang hendak ditekankan dalam Injil hari ini. Injil berkisah tentang penampakan Tuhan Yesus yang bangkit kepada para murid, secara khusus Thomas. Ada kesan bahwa maksud dari penampakan-penampakan Tuhan Yesus adalah supaya para murid percaya, bukan hanya bahwa Dia telah bangkit, tetapi juga bahwa Dia adalah Kristus. Dengan kepercayaan ini para murid diajak untuk mengimani-Nya.

Bacaan pertama dan kedua memuat konsekuensi dari percaya pada Tuhan Yesus. Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Kisah Para Rasul, dikisahkan kehidupan para murid yang percaya kepada Kristus. Kata “percaya” di sini bisa juga dipahami dengan beriman. Dan mereka yang beriman ini dikatakan hidup “sehati dan sejiwa”. Singkat kata, mereka hidup dalam persaudaraan, kasih dan damai. Semangat ini membuat mereka tidak terlalu memperhatikan kepentingan diri sendiri, melainkan bersama.

Apa yang dihidupi para jemaat perdana dalam bacaan pertama, kembali ditegaskan Yohanes dalam bacaan kedua. Dalam suratnya yang pertama, Yohanes menyatakan bahwa setiap orang yang percaya bahwa Yesus adalah Kristus, harus mengasihi Allah dan sesamanya. Yohanes menekankan juga bahwa orang-orang yang percaya ini harus juga menuruti perintah-Nya. Tentulah umat sudah tahu bahwa perintah utama Tuhan adalah kasih yang ditujukan kepada Allah dan sesama.

Sabda Tuhan hari ini mau menegaskan kepada kita bahwa Yesus yang bangkit adalah Tuhan, yang telah menebus kita. Tuhan hendak mengajak kita untuk percaya dan mengimani-Nya. Berkaitan dengan Minggu kerahiman ilahi, kita diajak untuk mengimani kerahiman-Nya. Tuhan Yesus adalah andalan kita. Kepada-Nya kita percaya bahwa pada-Nya ada kerahiman. Berkat kerahiman-Nya, dosa-dosa kita diampuni. Akan tetapi, kepercayaan kita menuntut konsekuensi. Kita diminta untuk hidup dalam kasih satu dengan yang lain. Sebagaimana Tuhan telah mengampuni dosa kita, maka kita pun diminta untuk saling mengampuni kesalahan sesama.

by: adrian

Renungan Pesta St. Simon & Yudas, Rasul - B

Renungan Pesta St. Simon & Yudas, Thn B/I
Bac I  Ef 2: 19 – 22; Injil           Luk 6: 12 – 19;

Hari ini Gereja Semesta mengajak kita untuk bergembira merayakan pesta Santo Simon dan Yudas. Kedua orang kudus ini termasuk dalam bilangan duabelas rasul Tuhan Yesus. Mereka adalah orang pilihan Tuhan Yesus, sebagaimana yang diceritakan dalam Injil hari ini (ay. 13). Pilihan ini bukan didasarkan pada prestasi, prestise atau kehebatan apapun. Semuanya mutlak karena pilihan Tuhan Yesus. Mereka inilah yang kelak melanjutkan pengajaran Tuhan Yesus ke seluruh penjuru dunia. Yudas mewartakan Injil di Mesopotamia sebelum akhirnya bergabung dengan Simon di Persia (sekarang: Iran). Di sanalah keduanya menemui ajalnya sebagai martir Kristus.
Pemilihan para rasul oleh Tuhan Yesus tidak hanya dilihat sebagai penerus ajaran Tuhan Yesus. Paulus, dalam bacaan pertama, yang diambil dari suratnya kepada jemaat di Efesus, melihat para rasul merupakan dasar Gereja (ay. 20). Gereja merupakan perkumpulan keluarga Allah. Karena disatukan oleh pengajaran para rasul, maka sekat-sekat pemisah dalam keluarga tersebut harus disingkirkan. Semua orang menjadi satu keluarga, “kawan sewarga” (ay. 19). Jadi, sama seperti Tuhan Yesus memilih orang untuk menjadi rasul-Nya tanpa memandang prestasi, prestise atau kehebatan apapun, umat yang berkumpul dalam satu keluarga Allah ini menghilangkan sekat-sekat pemisah itu.
Gereja merupakan persekutuan umat Allah yang berasal dari beraneka latar belakang budaya, sosial dan ekonomi. Tak jarang perbedaan ini menjadi pemisah satu dengan yang lain. Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita bahwa kita, oleh pengajaran para rasul, menjadi satu keluarga. Yesus Kristus sebagai kepalanya. Karena itu, Tuhan menghendaki supaya kita menyingkirkan sekat-sekat pemisah di antara kita, misalnya seperti status sosial, ekonomi, ras, golongan bahkan agama. Kita hendaknya menerima sesama kita dalam keluarga Allah ini tanpa memandang statusnya.***
by: adrian

Renungan Hari Selasa Biasa XXX - Thn I

Renungan Hari Selasa Biasa XXX, Thn B/I
Bac I  Rom 8: 18 – 25; Injil                 Luk 13: 18 – 21;

Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus memberikan pelajaran tentang kerajaan Allah dengan menggunakan perumpamaan. Ada dua perumpamaan yang dipakai untuk melukiskan kerajaan Allah itu, yaitu dengan biji sesawi (ay. 19) dan ragi (ay. 21). Dalam dua perumpamaan itu terdapat satu kesamaan, yaitu dari sesuatu yang kecil akhirnya menjadi besar. Pohon yang besar, di mana burung-burung dapat bersarang dan orang bisa berteduh, berasal dari biji yang kecil. Adonan roti dapat mengembang menjadi besar pun karena diberi sedikit ragi. Di sini mau Tuhan Yesus mau menekankan bahwa Kerajaan Allah dapat dimulai dari hal-hal yang kecil, namun manfaatnya besar bagi kehidupan.
Apa yang disampaikan Tuhan Yesus di atas, kembali diungkapkan Paulus dalam bacaan pertama. Dalam suratnya kepada Jemaat di Roma, Paulus menegaskan akan arah perjalanan hidup umat manusia, yaitu “menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan.” (ay. 19). Dan ini menumbuhkan pengharapan akan keselamatan (ay. 24). Karena itu, Paulus mengajak jemaat agar dalam pengharapan itu “kita menantikannya dengan tekun.” (ay. 25). Ketekunan itu berawal dari hal-hal yang kecil dan sederhana.
Dewasa ini manusia sudah dirasuki oleh budaya instan. Orang ingin meraih sukses dengan cepat tanpa menghargai proses. Orang hanya mau melihat hasil yang spektakuler, tanpa memperhatikan proses awalnya. Sabda Tuhan hari ini mengajari kita untuk tidak menganggap remeh hal-hal kecil dan sederhana, apalagi berkaitan dengan tujuan akhir hidup kita. Tuhan menghendaki supaya kita membangun kerajaan Allah di dunia ini dari hal-hal yang sederhana. Dalam ketekunan itulah kerajaan Allah dapat terwujud. Tak perlu menunggu sesuatu yang wah atau luar biasa.***

by: adrian

Renungan Hari Senin Biasa XXX - Thn I

Renungan Hari Senin Biasa XXX, Thn B/I
Bac I  Rom 8: 12 – 17; Injil                 Luk 13: 10 – 17;

Dalam Injil hari ini, Tuhan Yesus mengkritik pandangan orang Yahudi, khususnya kepala rumah ibadat, perihal melakukan kebajikan pada hari sabat. Diceritakan bahwa pada hari sabat itu Tuhan Yesus mengajar di sebuah rumah ibadat. Di sana ada seorang perempuan yang telah 18 tahun hidup dalam penderitaan karena sakit bungkuk punggungnya. Atas dasar belas kasih, Tuhan Yesus menyembuhkannya. Namun tindakan-Nya itu mendapat tanggapan negatif dari kepala rumah ibadat itu. Dalam tindakan-Nya ini Tuhan Yesus mau menunjukkan jiwa merdeka-Nya yang mengatasi kekakuan aturan demi kehidupan manusia. Tuhan tidak mengabdi pada aturan, sebagaimana dicontohkan oleh kepala rumah ibadat, melainkan mengabdi kepada kemanusiaan.
Sikap seperti Tuhan Yesus di atas kembali disuarakan Paulus dalam refleksinya. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, yang menjadi bacaan pertama hari ini, Paulus menegaskan bahwa umat sudah dimerdekakan dan menjadi anak-anak Allah. Dengan menjadi anak-anak Allah, berarti umat menjadi ahli waris kemuliaan Allah. Ada dua konsekuensi untuk ini, yaitu pertama, umat harus mematikan perbuatan-perbuatan daging dalam tubuh. Dengan kata lain, umat diminta untuk tidak hidup menurut daging. Kedua, umat diminta untuk menerima Kristus dan turut menderita bersama-sama dengan Dia.
Dalam kehidupan seringkali kita jumpai orang yang begitu terikat pada peraturan. Memang peraturan itu dibutuhkan untuk terciptanya keteraturan. Akan tetapi, manusia dipanggil buat menjadi budak aturan. Manusia adalah tuan atas peraturan. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk memiliki jiwa merdeka atas peraturan. Bukan berarti kita dapat melanggar peraturan seenaknya saja. Tuhan mengajak kita supaya kita melaksanakan aturan demi kemanusiaan. Hal yang sama ketika diterapkan dalam kehidupan rohani. Tuhan menghendaki agar kita menampilkan diri sebagai anak-anak Allah, karena memang kita sudah dimerdekakan. Dengan kemerdekaan itu, hendaklah kita berjuang mematikan perbuatan daging dalam tubuh kita.***
by: adrian

Renungan Hari Minggu Biasa XXX - B

Renungan Hari Minggu Biasa XXX, Thn B/I
Bac I  Yer 31: 7 – 9; Bac II                  Ibr 5: 1 – 6;
Injil    Mrk 10: 46 – 52;

Bacaan pertama hari ini diambil dari Kitab Nabi Yeremia. Dalam kitabnya, Yeremia menyampaikan firman Allah buat umat Israel, yang saat itu hidup dalam penderitaan. Dalam penderitaan itulah harapan tumbuh. Dan firman Allah mengandung pengharapan itu. Yeremia mengajak umat Israel untuk bersukacita sebab Tuhan akan memenuhi harapan mereka. Di sini terlihat bahwa Tuhan memperhatikan penderitaan umat-Nya: orang buta dan lumpuh, serta perempuan yang mengandung (ay. 8).
Gambaran pemenuhan harapan umat dalam bacaan pertama tadi, terlihat dalam Injil. Tuhan Yesus adalah kepenuhan harapan itu. Ia datang dan menyembuhkan Bartimeus, orang buta. Tuhan Yesus membawa sukacita bagi Bartimeus, simbol orang menderita yang mengharapkan pembebasan. Yang menarik dari kisah penyembuhan Bartimeus ini adalah tindakannya yang menanggalkan jubahnya dan segera berdiri lalu pergi mendapatkan Tuhan Yesus (ay. 50). Menanggalkan jubah dapat dilihat sebagai lambang pertobatan, dan pertobatan ini diikuti dengan hidup dekat dengan Tuhan Yesus.
Tuhan Yesus adalah kepenuhan pengharapan bangsa Israel dan umat manusia. Namun dalam pengharapan itu umat dituntut untuk bertobat sehingga ia dapat berdamai kembali dengan Allah. Inilah yang hendak disampaikan dalam bacaan kedua, yang diambil dari Surat kepada Orang Ibrani. Dalam suratnya, penulis melihat Tuhan Yesus sebagai Imam Besar yang mempersembahkan korban pelunasan dosa sehingga umat dapat kembali berhubungan dengan Allah. Yesus Kristus tidak seperti imam besar lainnya, karena Tuhan Yesus tidak berdosa dan Ia mengorbankan diri-Nya sebagai korbannya.
Sabda Tuhan hari ini mau mengatakan kepada kita bahwa Tuhan Yesus merupakan kepenuhan nubuat Allah akan janji keselamatan yang telah disuarakan oleh para nabi Perjanjian Lama. Janji keselamatan itu tidak hanya diperuntukkan bagi umat Israel, melainkan juga umat manusia. Namun tuntutannya sama, yaitu adanya pertobatan dan senantiasa hidup dekat-Nya. Melalui sabda-Nya ini, Tuhan menghendaki supaya kita senantiasa bertobat dan selalu hidup dekat dengan Dia. Hidup dekat bukan berarti “ada di”, tetapi “ada bersama”, karena dalam kebersamaan itu kita bergerak bersama Tuhan.***
by: adrian

Renungan Hari Sabtu Biasa XXIX - Thn I

Renungan Hari Sabtu Biasa XXIX, Thn B/I
Bac I  Rom 8: 1 – 11; Injil                   Luk 13: 1 – 9;

Dalam Injil hari ini, Tuhan Yesus mengkritik pandangan orang Yahudi yang mengaitkan aib atau penderitaan dengan dosa. Kritik ini diungkapkan Tuhan Yesus untuk menanggapi pernyataan orang-orang Yahudi yang datang kepada-Nya dengan kabar tentang darah orang Galilea yang dicampurkan Pilatus ke darah korban persembahan. Mereka menilai bahwa orang Galilea sangat berdosa. Di balik penilaian ini ada anggapan bahwa orang yang tidak mengalami peristiwa aib itu berarti dirinya tidak berdosa. Bagi Tuhan Yesus siapa saja bisa mengalami peristiwa itu dan bisa juga berdosa. Namun yang terpenting adalah pertobatan. Dengan bertobat orang melepaskan diri dari hukuman dosa, yaitu maut.
Bertobat merupakan gerakan roh. Inilah yang mau ditekankan Paulus dalam bacaan pertama, yang masih diambil dari Surat Paulus kepada Jemaat di Roma. Dalam suratnya itu, Paulus membeberkan refleksinya tentang Tuhan Yesus yang telah mati untuk penebusan dosa umat manusia. Oleh kematian-Nya, umat sekarang hidup menurut roh yang memerdekakannya dari “hukum dosa dan hukum maut.” (ay. 2). Dosa terjadi karena umat hidup menurut daging. Namun jika umat hidup menurut roh, maka roh itulah yang akan mendorongnya untuk bertobat.
Sebagai manusia kita tentu tidak luput dari dosa. Daging kita lemah. Kita selalu mengikuti kecenderungan daging sehingga akhirnya kita jatuh ke dalam dosa. Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita akan hal itu. Dengan kesadaran ini kita tentunya tidak akan memandang rendah atau menghakimi sesama yang mendapat musibah sebagai akibat dosanya. Tuhan menghendaki supaya kita selalu bertobat. Melalui sabda-Nya, Tuhan menyadarkan kita bahwa dengan kematian Yesus Kristus di salib, kita hidup menurut roh. Oleh karena itu, hendaklah kita selalu hidup menurut roh.***

by: adrian

Renungan Hari Jumat Biasa XXIX - Thn I

Renungan Hari Jumat Biasa XXIX, Thn B/I
Bac I  Rom 7: 8 – 25a; Injil                 Luk 12: 54 – 59;

Dalam Injil hari ini, Tuhan Yesus mengeritik sikap orang yang begitu pandai membaca tanda-tanda alam, namun lemah dalam membaca kebenaran ilahi. Akan tetapi, bagi Tuhan Yesus kelemahan itu bukan terletak pada ketidakmampuan, melainkan pada ketidakmauan. Dan di balik semua itu ada persoalan untung rugi. Orang hanya ingin keuntungan duniawi yang mendatangkan kesukaan. Orang merasa membaca dan melaksanakan kebenaran ilahi tidak mendatangkan keuntungan; malah dapat dikatakan rugi. Karena itulah, banyak manusia yang mengabaikannya.
Dalam bacaan pertama hari ini, yang diambil dari Surat Paulus kepada Jemaat di Roma, Paulus mengungkapkan refleksi akan dirinya. Kepada jemaat di Roma, Paulus memaparkan pergolakan dirinya. Di satu sisi ia ingin melayani hukum Allah, tapi di sisi lain ia melayani hukum dosa. Dosa selalu mendatangkan kenikmatan. Akan tetapi, satu hal yang patut dipuji dari Paulus adalah dia menyadari kelemahan dan kekuatannya. Dan Paulus tidak mau dikendalikan kelemahannya. Dia selalu berjuang mengatasinya.
Seringkali terjadi, dalam kehidupan ini, kita melupakan kebenaran Tuhan, sekalipun kita sebenarnya sudah mengetahui. Kita merasa bahwa dengan melaksanakan kebenaran Tuhan, kita tidak mendapatkan “untung” apa-apa. Keuntungan ini selalu dikaitkan dengan soal kenikmatan. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk melawan kecenderungan itu. Kita dapat belajar dari teladan Santo Paulus. Yang terpenting adalah kita terlebih dahulu harus menyadari kelemahan dan kekuatan kita.***

by: adrian

Renungan Hari Kamis Biasa XXIX - Thn I

Renungan Hari Kamis Biasa XXIX, Thn B/I
Bac I  Rom 6: 19 – 23; Injil                 Luk 12: 49 – 53;

Dalam Injil hari ini, Tuhan Yesus menyampaikan efek dari kedatangan-Nya di dunia. Tuhan Yesus mengatakan bahwa kehadiran diri-Nya di dunia ini akan membawa pertentangan (ay. 51). Pertentangan ini terjadi antara kebaikan dan kejahatan. Tuhan Yesus sebagai wakil dari pertentangan. Di sini Tuhan Yesus mau menggambarkan akibat dari mengikuti Dia. Orang yang mengikuti Dia tentulah akan menerima resiko ini: disingkirkan, dimusuhi bahkan dibunuh. Yang menyingkirkan, memusuhi dan membunuh bukan berasal dari luar lingkungan, melainkan dari dalam lingkungan sendiri, seperti keluarga.
Paulus dalam bacaan pertama, yang diambil dari suratnya kepada jemaat di Roma, juga menampilkan masalah pertentangan. Kepada jemaat di Roma, Paulus mengungkapkan pertentangan itu antara hamba dosa dan hamba Allah. Mereka-mereka yang masuk ke dalam kelompok hamba Allah akan mengalami situasi terasing karena berlawanan dengan kebiasaan yang berlaku di dunia. Kecenderungan dunia adalah menghambakan diri pada dosa dalam wujud kenikmatan duniawi. Tentulah hal ini membuat para hamba Allah mengalami pertentangan, bukan saja dari luar dirinya, melainkan juga dari dalam dirinya.
Perang antara kebaikan dan keburukan merupakan masalah klasik. Dalam kehidupan telah ditunjukkan bahwa untuk menjadi baik itu sangatlah susah. Selalu saja ada yang menggoda dan menentang. Hal yang sama dengan mengikuti Tuhan Yesus. Karena itu, tak heran kalau sampai saat ini murid-murid Yesus Kristus selalu disingkirkan, dihambat, ditekan dan dimusuhi. Ini merupakan bagian dari iman. Sabda Tuhan mengajak kita untuk tetap menjalaninya tanpa perlu merasa takut dan cemas.***

by: adrian

Renungan Hari Rabu Biasa XXIX - Thn I

Renungan Hari Rabu Biasa XXIX, Thn B/I
Bac I  Rom 6: 12 – 18; Injil                 Luk 12: 39 – 48;

Bacaan pertama hari ini masih diambil dari Surat Paulus kepada Jemaat di Roma. Di sini Paulus masih melanjutkan pengajarannya yang kemarin, di mana Dia mengajak umat untuk berbahagia karena Yesus Kristus sudah melepaskan jerat maut umat, yaitu dosa. Hari ini Paulus tetap mengingatkan bahwa sekalipun “telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran,” (ay. 18), hendaklah umat jangan berdosa lagi atau menyerahkan tubuh kepada dosa (ay. 12 – 13). Dengan kata lain, Paulus mengharapkan supaya umat tetap memelihara kesucian hidup sebagai buah penebusan Kristus.
Pengajaran Paulus dalam bacaan pertama seakan mau meneruskan apa yang ditekankan Tuhan Yesus dalam Injil. Paulus mau mengajak umat untuk harus berjaga-jaga dan siap sedia. Inilah yang disampaikan Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya. Dalam Injil Tuhan Yesus mengajak agar kita senantiasa terjaga dalam iman, tidak tidur dalam kekelaman dosa. Artinya, dalam hidup kita tidak memberikan ruang bagi kejahatan, melainkan selalu menampilkan kebaikan. Di sini, sama seperti pengajaran Tuhan Yesus dalam Injil kemarin, terlihat jelas bahwa Tuhan Yesus ingin agar umat tidak mendapat celaka. Tuhan Yesus mau umat bahagia.
Manusia adalah makhluk lemah. Kelemahan ini membuatnya mudah jatuh ke dalam dosa. Akan tetapi, manusia sudah diselamatkan oleh Yesus Kristus. Tuhan meminta kita untuk tidak lagi mudah jatuh ke dalam dosa. Melalui sabda-Nya hari ini, Tuhan menghendaki supaya kita senantiasa mendekatkan diri pada-Nya. Dengan mendekatkan diri pada Tuhan, maka kita selalu siap sedia dan tidak menyerahkan anggota tubuh kita kepada dosa.***
by: adrian

Renungan Hari Selasa Biasa XXIX - Thn I

Renungan Hari Selasa Biasa XXIX, Thn B/I

Injil hari ini mau menyampaikan ungkapan berbahagia bagi mereka yang tetap beriman pada Allah. Orang seperti ini diungkapkan Tuhan Yesus dengan istilah “pinggang tetap berikat dan pelita tetap bernyala.” (ay. 35). Orang-orang seperti ini senantiasa mengarahkan hidupnya kepada Tuhan, sehingga ketika tiba waktunya pun ia sudah siap. Tuhan Yesus mengharapkan agar para murid-Nya seperti ini. Di sini terlihat bahwa Tuhan Yesus menghendaki supaya umat tidak mendapatkan celaka akibat keteledorannya. Tuhan mau umat berbahagia.
Ungkapan berbahagia pun mau disampaikan Paulus kepada jemaat di Roma dalam suratnya. Dalam bacaan pertama, Paulus menekankan bahwa dasar untuk berbahagia ini adalah penyelamatan oleh Tuhan Yesus. Paulus melihat bahwa karena dosa satu orang, manusia terjerat oleh kuasa maut. Ini merujuk pada kesalahan Adam. Akan tetapi kita tak perlu merasa takut karena satu orang juga manusia terlepas dari jerat maut itu. Dia-lah Yesus Kristus. Karena itu, Tuhan Yesus dikenal juga sebagai Adam baru.
Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita bahwa kita sudah diselamatkan oleh “satu perbuatan kebenaran” (Rom 5: 18) dan “oleh ketaatan satu orang” (ay. 19). Dia-lah Tuhan Yesus. Oleh Dia kita memperoleh kasih karunia. Tuhan, melalui sabda-Nya ini, menghendaki supaya kita senantiasa menaruh syukur dan hormat pada Tuhan Yesus. Rasa syukur dan hormat ini dapat diungkapkan dengan setia melakukan apa yang diajarkan dan dihidupi-Nya. Kita diminta untuk tetap setia pada iman akan Yesus Kristus.***
by: adrian

Renungan Hari Senin Biasa XXIX - Thn I

Renungan Hari Senin Biasa XXIX, Thn B/I
Bac I  Rom 4: 20 – 25; Injil                 Luk 12: 13 – 21;

Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus memberikan pengajaran tentang sikap terhadap kekayaan. Hal ini berawal dari permintaan seorang kepada Tuhan Yesus supaya Dia menjadi hakim dalam urusan warisannya. Tuhan Yesus menghendaki agar para murid-Nya mempunyai sikap lepas bebas terhadap kekayaan. Sekalipun memiliki banyak kekayaan, hendaklah hidup tidak tergantung pada kekayaan itu (ay. 15). Karena itu, sikap yang harus dihindari adalah sikap tamak atau serakah. Dan sebagai gantinya hendaklah membangun sikap berserah diri atau bergantung kepada Tuhan.
Sikap berserah diri kepada Allah dapat ditemui dalam bacaan pertama, pada sosok Abraham, sebagaimana disampaikan Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma. Paulus melihat bahwa Abraham sangat bergantung pada Allah. Abraham yakin “bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.” Karena itulah, ketika Allah meminta putera tunggalnya untuk diserahkan kepada Allah, Abraham mengikuti perintah Allah itu. Abraham tidak protes walau dia tahu bahwa Ishak adalah putra tunggal yang didapatnya di hari tuanya.
Manusia dewasa ini sudah dirasuki oleh materialisme sehingga menyebabkan ketergantungan dalam hidup manusia. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk bersikap lepas bebas dari kekayaan itu. Tuhan menghendaki agar kita tidak dikendalikan oleh nafsu kekayaan sehingga kita lupa akan Tuhan. Tuhan tidak mengajarkan bahwa harta benda itu jahat, sehingga kita harus anti kepadanya. Tuhan menghendaki kita untuk tidak dikendalikan oleh harta kekayaan. Dengan memiliki sikap lepas bebas, kita dapat menggunakan kekayaan itu untuk kemuliaan Allah.***

by: adrian

Renungan Hari Minggu Biasa XXIX - B

Renungan Hari Minggu Biasa XXIX, Thn B/I
Bac I  Yes 53: 10 – 11; Bac II              Ibr 4: 14 – 16;
Injil    Mrk 10: 35 – 45;

Bacaan pertama hari ini, yang diambil dari Kitab Nabi Yesaya, menyampaikan nubuat Allah tentang Hamba Tuhan yang menderita. Dikatakan bahwa penderitaan yang dialami dilihat sebagai korban penebus salah, bukan kesalahannya, melainkan kesalahan orang lain. Hal ini tampak dalam pernyataan “kejahatan mereka dia pikul.” (ay. 11). Jadi, Hamba Tuhan ini, sekalipun tidak punya salah, namun ia harus memikul kesalahan orang lain sehingga dengan demikian orang lain mendapatkan keselamatan.
Gambaran Hamba Tuhan yang menderita ini merupakan gambaran Tuhan Yesus. Hal ini terlihat dalam Injil dan kembali ditegaskan dalam bacaan kedua. Dalam Injil dikisahkan tentang permintaan Yakobus dan Yohanes kepada Tuhan Yesus agar kelak mereka diperkenankan mendapat posisi di samping-Nya. Tuhan Yesus menegaskan jalan hidup-Nya sebagai Hamba Tuhan. Dia terpanggil untuk merendahkan diri dan memberikan nyawa menjadi tebusan bagi banyak orang (ay. 45). Di sini Tuhan Yesus tidak hanya menunjukkan jalan hidup-Nya, tetapi juga mengajak para murid-Nya untuk mengikuti jalan hidup-Nya itu.
Penulis Surat kepada Orang Ibrani, dalam bacaan kedua, mencoba merefleksikan jalan hidup Tuhan Yesus sebagai Hamba Tuhan yang menderita. Bagi penulis, Tuhan Yesus adalah Imam Besar Agung (ay. 14). Tidak hanya sekedar Besar, tetapi juga Agung. Akan tetapi, sekalipun Besar Dia turut merasakan kelemahan manusia, sekalipun Ia tidak berdosa. Tidak seperti imam besar lainnya. Ada semangat solidaritas dengan kaum lemah. Di sini penulis, sama seperti ajakan Tuhan Yesus kepada para murid-Nya, mengajak jemaat untuk mau solidaritas dengan sesama mengikuti teladan Tuhan Yesus, “supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.” (ay. 16).
Sabda Tuhan hari ini pertama-tama mau mengatakan kepada kita bahwa Tuhan Yesus merupakan kepenuhan nubuat Allah dalam Perjanjian Lama. Dia-lah Hamba Tuhan yang menderita. Dia menderita untuk keselamatan umat manusia. Selain itu, sabda Tuhan mau mengajak kita untuk mengikuti teladan Tuhan Yesus. Tuhan menghendaki supaya kita mau merendahkan hati di hadapan Tuhan dan sesama dengan hidup solider pada sesama.***
by: adrian

Renungan Hari Sabtu Biasa XXVIII - Thn I

Renungan Hari Sabtu Biasa XXVIII, Thn B/I
Bac I  Rom 4: 13, 16 – 18; Injil           Luk 12: 8 – 12;

Bacaan pertama hari ini masih diambil dari Surat paulus kepada Jemaat di Roma. Dalam suratnya, Paulus mau mengeritik sikap sebagian orang yang lebih menekankan soal aturan Taurat daripada kebenaran iman. Ada orang yang beranggapan bahwa aturan Taurat itu sama saja dengan kebenaran iman. Mereka menilai bahwa pelanggaran terhadap aturan Taurat berarti juga pelanggaran atas iman atau kehilangan iman. Untuk itulah, Paulus merasa perlu menekankan soal iman sebagai dasar keselamatan.
Apa yang disampaikan Paulus dalam bacaan pertama di atas, sebenarnya sudah ditegaskan Tuhan Yesus dalam Injil hari ini. Di sini disampaikan soal iman sebagai dasar keselamatan itu. Dikatakan bahwa iman itu terdapat dalam diri Yesus Kristus. Orang diminta untuk mengakui dan percaya kepada-Nya. Mengakui dan percaya pada Tuhan Yesus akan mendatangkan keselamatan. Akan tetapi, perlu disadari bahwa percaya di sini bukan hanya merupakan aktivitas otak saja, melainkan juga hati dan kehendak yang terlihat dari sikap dan kehidupan.
Dewasa ini ada begitu banyak orang percaya kepada Yesus Kristus. Akan tetapi, kepercayaan itu hanya sebatas ungkapan bibir dan tataran rasio saja. Iman seperti ini dikenal dengan istilah iman filsuf atau teolog. Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita akan Yesus Kristus sebagai dasar iman kita. Dalam Dia ada keselamatan. Mengimani Yesus Kristus sebagai sumber keselamatan tidak hanya berhenti pada ungkapan bibir saja. Tuhan menghendaki supaya kita percaya kepada-Nya, dengan pikiran, perkataan dan perbuatan.***

by: adrian

Renungan Hari Jumat Biasa XXVIII - Thn I

Renungan Hari Jumat Biasa XXVIII, Thn B/I
Bac I  Rom 4: 1 – 8; Injil           Luk 12: 1 – 7;

Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus menyampaikan pengajaran dengan bertitik tolak dari kaum Farisi. Pada waktu itu, orang Farisi termasuk salah satu tokoh keagamaan. Mereka merupakan tokoh panutan. Akan tetapi, Tuhan Yesus mengajak para murid-Nya untuk berhati-hati terhadap mereka. “Waspadalah terhadap ragi, yaitu kemunafikan orang Farisi.” (ay. 1). Sikap orang Farisi diidentikkan dengan ragi. Sebagaimana orang tahu, ragi membuat adonan tepung mengembang sehingga terlihat besar. Akan tetapi sebenarnya kecil. Pengembangan itu hanya untuk menutupi kekosongan bagian dalam. Itulah gambaran kemunafikan kaum Farisi yang harus dihindari.
Pengajaran Tuhan Yesus ini kembali ditegaskan oleh Paulus dalam bacaan pertama. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus menampilkan tokoh Abraham, “bapa leluhur jasmani kita.” (ay. 1). Abraham ditampilkan sebagai bentuk kontras dengan kaum Farisi. Iman Abraham ditampilkan dalam perbuatan bukan untuk mendapatkan pujian dari siapapun atau untuk bermegah diri. Abraham percaya kepada Tuhan karena memang dia percaya. Rahmat dan berkat dari Allah karena kepercayaannya bukan dilihat sebagai haknya melainkan semata-mata karunia Allah.
Sabda Tuhan hari ini menampilkan dua tokoh yang saling bertolak belakang, yaitu kaum Farisi dan Abraham. Tuhan mengajak kita untuk tidak meniru kaum Farisi, melainkan meneladani Abraham. Tuhan menghendaki supaya kita percaya kepada Tuhan dan kepercayaan itu berbuah dalam tindakan nyata. Iman kepercayaan yang tampak dalam perbuatan bukan ditujukan supaya kita mendapat pujian dari Tuhan atau sesama, melainkan karena memang kita percaya kepada Tuhan.***
by: adrian

Senin, 30 Mei 2016

Renungan Hari Jumat Biasa XXIII - Thn II

Renungan Hari Jumat Biasa XXIII, Thn A/II
Bac I    1Kor 9: 16 – 19, 22b – 27; Injil                   Luk 6: 39 – 42;

Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus mengajar para murid-Nya lewat perumpamaan yang singkat. “Dapatkah orang buta menuntun orang buat? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang?” (ay. 39). Di sini Tuhan Yesus mau memberitahukan para murid-Nya bahwa untuk menyelamatkan orang lain, terlebih dahulu harus selamatkan diri sendiri. Jangan sibuk mengurus orang lain, sementara diri sendiri masih banyak yang harus diurus. Hal ini sejalan dengan pengajaran Yesus tentang selumbar dan balok (ay. 41 – 42). Yesus meminta untuk mengeluarkan terlebih dahulu balok yang ada di mata kita, baru kita dapat mengeluarkan selumbar di mata orang lain.

Senada dengan apa yang diajarkan Tuhan Yesus, Paulus kembali menekankannya dalam bacaan pertama. Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus mengajak umat untuk membenahi diri sendiri dahulu sebelum terjun ke tengah masyarakat. Paulus membandingkannya dengan pertandingan. Agar dapat memenangkan pertandingan, maka tiap-tiap orang harus melatih dirinya sendiri. Untuk maksud ini, Paulus mengambil contoh dirinya. Paulus terpanggil untuk memberitakan Injil agar semakin banyak orang diselamatkan. Untuk tugas inilah, Paulus mempersiapkan dirinya, sehingga wartanya dapat diterima oleh jemaat. Warta Paulus tidak hanya sebatas lisan saja, melainkan juga nyata dalam hidup.

Adalah kecenderungan kita mengatur orang lain tanpa terlebih dahulu mengatur diri sendiri. Kita lebih mudah menemukan kesalahan pada pihak lain, sementara kesalahan sendiri disembunyikan atau malah tak diakui. Gereja sering mengkritik korupsi yang terjadi di pemerintahan, sementara korupsi di Gereja sendiri dibiarkan. Seorang pimpinan Gereja lihat mengkritik kinerja karyawan sebuah yayasan, sementara kinerja anak buahnya yang amburadul dibiarkan. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk mawas diri, melihat diri sendiri dulu sebelum melihat orang lain. Tuhan menghendaki kita supaya membenahi diri sendiri baru tampil membenahi dunia.

by: adrian

Renungan Hari Kamis Biasa XXIII - Thn II

Renungan Hari Kamis Biasa XXIII, Thn A/II
Bac I    1Kor 8: 1b – 7, 11 – 13; Injil                       Luk 6: 27 – 38;

Bacaan Injil hari ini berisi pengajaran Tuhan Yesus yang menjadi ciri khas orang Kristen dewasa kini. Tuhan Yesus meminta para murid-Nya untuk hidup penuh kasih, bukan saja kepada sesama anggota kelompok, melainkan juga kepada orang yang memusuhinya. Bentuk-bentuk kasih itu terlihat dalam “berbuat baik kepada orang yang membenci kamu” (ay. 27), “mendoakan mereka yang mencaci kamu” (ay. 28), tidak membalas dendam atau kejahatan (ay. 29 – 30), murah hati (ay. 36), dan mengampuni (ay. 37). Dapat dikatakan bahwa Tuhan Yesus lebih menekankan kasih kepada musuh. Di sini Tuhan Yesus mau mengajak para murid-Nya untuk menjadi seperti Bapa yang tidak memandang bulu dalam berbuat kasih. Allah mengasihi umat manusia, entah itu yang baik ataupun yang jahat.

Dasar pertimbangan ini kembali diungkapkan Paulus dalam bacaan pertama. Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus mengajak umat untuk bersikap baik terhadap orang yang lemah. Orang lemah di sini tidak hanya merujuk pada orang secara sosial (tersingkir, minoritas atau diabaikan), melainkan juga secara moral (pendosa, musuh atau penjahat). Paulus tidak ingin ada umat bersikap kasar sehingga “melukai hati nurani mereka yang lemah” (ay. 12), karena bagi Paulus sikap seperti itu sama artinya melukai Kristus sendiri. Dasar pertimbangannya seperti yang diungkapkan Yesus dalam Injil, yaitu bahwa Yesus mati untuk keselamatan umat manusia, termasuk mereka yang lemah itu. Jadi, sama seperti Kristus yang berbaik hati kepada mereka yang lemah, hendaknya juga umat harus berbaik hati kepada mereka.

Kasih adalah ciri khas pengikut Kristus. Agama Kristen selalu diidentikkan dengan kasih. Karena itu, sekalipun orang Kristen ditindas, mereka tidak melawan. Sekalipun orang Kristen dihina, mereka tidak membalas. Banyak orang Kristen, yang karena Yesus Kristus dianiaya bahkan dibunuh, namun mereka hanya bisa berdoa dan memberkati. Sekalipun agama Kristen mendapat perlakukan tidak adil di negeri ini, umatnya hanya dapat berdoa dan mengampuni. Inilah terjadi karena ajaran Yesus. Melalui sabda-Nya hari ini, Tuhan menghendaki supaya kita senantiasa ingat akan ajaran-Nya itu. Tuhan menghendaki agar kita tetap hidup dalam kasih, baik itu terhadap sesama murid Kristus, maupun terhadap orang-orang yang memusuhi kita.

by: adrian

Renungan Hari Rabu Biasa XXIII - Thn II

Renungan Hari Rabu Biasa XXIII, Thn A/II
Bac I    1Kor 7: 25 – 31; Injil                        Luk 6: 20 – 26;

Dalam Injil hari ini, sabda Tuhan Yesus dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu sabda bahagia dan sabda kecaman. Sabda kecaman merupakan kebalikan dari sabda bahagia. Tuhan Yesus menyebut orang-orang yang berbahagia, seperti: yang miskin, yang lapar, yang menangis (bersedih), dan yang menderita karena nama Yesus. Orang-orang seperti ini akan mendapat upah yang besar di sorga. Di sini Yesus mau mengatakan bahwa orang-orang yang berbahagia ini karena mereka tidak mengandalkan dunia, melainkan Allah. Karena itu, Tuhan Yesus mempertentangkan kelompok ini dengan kelompok orang yang dikecam karena mereka mengandalkan kekayaan, kepuasan dan kenikmatan duniawi tanpa peduli akan nasib orang lain.

Mempertentangkan dua hal kembali diungkapkan Paulus dalam bacaan pertama. Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus mengungkapkan secara implisit ada umat yang hidup tergantung pada hal-hal duniawi. Mereka ini seakan terikat dan bergantung padanya. Sadar akan keterbatasan waktu, Paulus menghimbau mereka untuk bersikap bebas terhadap hal-hal duniawi itu dan lebih mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan. Paulus mengajak umat yang menggunakan barang duniawi seolah-olah tidak menggunakannya.

Kita hidup di dunia. Hal-hal yang duniawi tentulah ada di sekitar kita. Setiap kita pasti tak bisa lepas dari hal-hal duniawi itu. Namun perlu disadari bahwa tujuan akhir kita bukanlah dunia ini. Dunia hanyalah tempat dan sarana kita menuju perjalanan akhir hidup kita. Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita bahwa hal-hal duniawi itu hanya bersifat sementara. Karena itu, hendaknya kita jangan terikat atau tergantung padanya. Kita harus bersikap lepas bebas serta memanfaatkan hal-hal duniawi itu demi kebahagiaan bersama. Tuhan menghendaki supaya kita tidak hanya memikirkan diri sendiri tanpa peduli orang lain, melainkan agar kita, dengan segala yang kita miliki, mau berbagi pada sesama.

by: adrian

Renungan Hari Selasa Biasa XXIII - Thn II

Renungan Hari Selasa Biasa XXIII, Thn A/II
Bac I    1Kor 6: 1 – 11; Injil               Luk 6: 12 – 19;

Salah satu berita yang menarik dalam Injil hari ini adalah penetapan para rasul. Setelah berdoa semalam-malaman kepada Allah, diceritakan bahwa akhirnya Tuhan Yesus memilih 12 orang menjadi rasul-Nya. Dalam memilih 12 orang itu, Tuhan Yesus sekan tidak melakukan penelitian ataupun penyelidikan tentang latar belakang, baik sosial, ekonomi, kepribadian atau pendidikannya. Karena itu wajar bila di dalam keduabelas orang itu ada terdapat orang bodoh, pintar, biasa-biasa saja, kaya, miskin, bahkan ada juga orang jahat. Semua itu seakan tidak dipedulikan Tuhan Yesus, karena Dia berharap akan adanya perubahan.

Harapan akan perubahan inilah yang kembali diungkapkan Paulus dalam bacaan pertama. Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus menegaskan bahwa Allah tidak memandang status kita di awal, melainkan di akhir. Karena bagi Paulus, ketika Allah memanggil kita, Allah telah menguduskan kita. Allah telah membenarkan kita dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah. Jadi, sekalipun awalnya umat itu seorang pendosa, berkat panggilan Allah, ia disucikan dan dibenarkan. Namun, Paulus berharap agar umat tetap hidup dalam kebenaran. Jika hingga akhirnya umat tetap hidup dalam keberdosaan, maka ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.

Tak bisa dipungkiri bahwa manusia itu lemah. Kelemahan itu membuat manusia selalu jatuh ke dalam dosa. Seringkali manusia merasa tak layak menghadap Tuhan karena keberdosaannya. Manusia lupa kalau Allah selalu ingin manusia selamat. Allah memang membenci dosa, tapi bukan lantas berarti Dia benci orang berdosa. Allah senantiasa memanggil semua manusia, baik berdosa ataupun tidak, kepada keselamatan. Pintu tobat selalu terbuka. Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita bahwa Allah tidak memandang status atau latar belakang kita. Allah menghendaki perubahan dalam hidup kita. Perubahan akan mendatangkan selamat, sedangkan ketidakberubahan mendatangkan derita. Tuhan menghendaki agar kita yang sudah dibenarkan dalam nama Yesus Kristus senantiasa hidup dalam kebenaran.

by: adrian

Renungan Hari Senin Biasa XXIII - Thn II

Renungan Hari Senin Biasa XXIII, Thn A/II
Bac I    Rom 8: 28 – 30; Injil                        Mat 1: 1 – 16, 18 – 23;

Hari ini Gereja Universal memperingati Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria. Bacaan-bacaan liturgi hari ini sama sekali tidak ada kaitan dengan kelahiran Bunda Maria. Bahkan tidak ada catatan sejarah tentang kapan dan dimana persisnya Ibunda Yesus ini dilahirkan. Gereja merasa perlu menetapkan momen ini, mengingat peran Maria dalam karya keselamatan Allah. Jadi, penetapan ini lebih pada penghormatan kepada Bunda Maria, serta ajakan untuk mengikuti teladan hidupnya. Pada poin terakhir inilah, sabda Tuhan mendapat gaungnya.

Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Surat Paulus kepada Jemaat di Roma, Paulus menekankan bahwa Allah senantiasa bekerja untuk keselamatan umat manusia. Untuk maksud itu, Allah membutuhkan tangan manusia. Maria merupakan salah satu rancangan Allah untuk keselamatan umat manusia, melalui Tuhan Yesus. Hal ini terlihat dalam Injil hari ini. Diawali dengan silsilah Yesus Kristus, dimana nama Maria muncul di dalamnya, hingga bagaimana Allah “menggunakan” Maria sebagai alat-Nya. Maria mengandung dari Roh Kudus. Ini sesuai dengan janji Allah, yang telah dilontarkan para nabi Perjanjian Lama.

Hari ini sabda Tuhan mau menyadarkan kita bahwa untuk menyelamatkan umat manusia, Allah membutuhkan manusia. Salah satunya adalah Bunda Maria, yang melaluinya Allah menjadi manusia. Maria telah dipanggil Allah sedari awal, dibenarkan dan akhirnya dimuliakan. Semua itu karena teladan iman Maria, “Terjadilah padaku menurut kehendak-MU.” Teladan inilah yang hendak ditawarkan kepada kita. Melalui sabda-Nya dan juga lewat pesta Maria ini, Tuhan menghendaki supaya kita hidup berserah diri kepada Tuhan. Kita diajak untuk senantiasa hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.

by: adrian

Renungan Hari Minggu Biasa XXIII - A

Renungan Hari Minggu Biasa XXIII, Thn A/II
Bac I    Yeh 33: 7 – 9; Bac II             Rom 13: 8 – 10;
Injil      Mat 18: 15 – 20;

Tema sabda Tuhan hari ini adalah kasih. Tema kasih ini diungkapkan dalam bacaan pertama lewat memperingati orang jahat untuk kembali ke jalan yang benar. Melalui kitabnya, Nabi Yehezkiel diangkat Tuhan menjadi penjaga bagi kaum Israel. Yehezkiel diminta oleh Tuhan untuk senantiasa mengajak orang bertobat dari kesalahannya agar ia tidak mati dalam dosanya. Dengan kata lain, Allah ingin menyelamatkan umat-Nya melalui Yehezkiel. Allah mau supaya umat tidak mati dalam kebinasaan, melainkan selamat. Penyelamatan ini merupakan ungkapan kasih Allah kepada umat-Nya.
Apa yang dinyatakan Allah melalui Nabi Yehezkiel, kembali ditegaskan Tuhan Yesus dalam Injil hari ini. Dalam Injil Matius, Tuhan Yesus mengajak para murid-Nya untuk menyelamatkan orang berdosa dengan menegor mereka. Menegor, memperingati, menasehati, dan arti tertentu juga mengkritik, merupakan suatu tindakan penyelamatan agar orang yang ditegor sadar akan kesalahannya dan bersedia kembali ke jalan yang benar. Tuhan Yesus mengajak pendengar-Nya untuk menegor, memperingati, menasehati, dan arti tertentu juga mengkritik, dalam suasana kasih,  bukan suasana kebencian. Dasar kasih adalah penyelamatan.
Dalam bacaan kedua, tema kasih ini mendapat tekanan khusus. Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Roma, kembali mengulangi apa yang pernah diajarkan Sang Guru, Tuhan Yesus. Paulus mengajak umat untuk hidup dalam kasih, karena kasih memenuhi hukum Taurat. Paulus mempertentangkan semangat kasih ini dengan dendam dan kebencian. Paulus mengistilahkan dengan utang. Jadi, permintaan untuk tidak berutang berarti ajakan untuk tidak menyimpan dendam. Perasaan dendam muncul dari kebencian. Hal inilah yang hendak disingkirkan dengan menumbuhkan semangat kasih.
Sabda Tuhan hari ini pertama-tama mau menyadarkan kita bahwa Allah itu adalah kasih. Karena kasih-Nya, Allah ingin supaya manusia selamat. Sekalipun manusia lemah dan sering jatuh ke dalam dosa, Allah tetap ingin manusia selamat. Karena itu, Allah membutuhkan sesama manusia untuk saling menyelamatkan. Ada banyak tindakan penyelamatan itu. Salah satunya adalah menegor, memperingati, menasehati, dan arti tertentu juga mengkritik, yang dilakukan dalam suasana kasih. Tuhan menghendaki kita untuk menyelamatkan sesama kita yang jatuh ke dalam kesalahan agar ia bertobat dan kembali ke jalan yang benar.

by: adrian

Renungan Hari Senin Biasa XXIV - Thn II

Renungan Hari Senin Biasa XXIV, Thn A/II
Bac I    1Kor 12: 31 – 13: 13; Injil               Luk 2: 33 – 35;

Hari ini adalah peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita. Gereja Universal mengajak umatnya untuk bercermin pada dukacita Bunda Maria. Injil hari ini memuat ramalan Simeon akan dukacita Maria. “Suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri.” (ay. 35) demikian ungkap Simeon tentang Maria. Pusat dukacita Maria ada pada Yesus, Puteranya. Dukacita Maria menampilkan sisi keibuannya atas perilaku tak adil terhadap Yesus, Puteranya. Perlakuan tak adil yang diterima Yesus terjadi sepanjang hidup-Nya dan berpuncak pada salib. Karena itu, peringatan ini masih berkaitan dengan pesta Salib Suci kemarin.

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus, yang menjadi bacaan pertama ini, memang sama sekali tidak menyinggung secara eksplisit Maria yang berdukacita. Tema surat Paulus ini adalah kasih. Paulus mengajak jemaat untuk mewujudkan kasih di antara sesama. Salah satu ungkapan kasih adalah bersukacita akan kebenaran, bukan atas ketidak-adilan (ay. 6). Dengan kata lain, terhadap peristiwa ketidak-adilan, umat hendaknya tidak bersukacita, tetapi berdukacita. Di sini umat menunjukkan kasih solidaritas atas mereka yang menderita ketidak-adilan. Hal ini mirip seperti yang dialami oleh Bunda Maria.

Dewasa ini banyak orang tua tidak lagi bisa membedakan mana yang baik dan tidak baik; mana yang benar dan salah, berkaitan dengan anaknya. Kasih orang tua akan anaknya sering ditampilkan dengan sikap membela sang anak, sekalipun anak berbuat salah. Bahkan ada orang tua yang bangga akan perilaku anak yang demikian. Hari ini kita diajak untuk berkaca pada Bunda Maria. Sabda Tuhan menghendaki supaya kita berdukacita pada ketidak-adilan dan bersukacita pada kebenaran. Artinya, kita bisa membedakan benar dan salah. Jika ada orang lain berbuat salah, entah itu anak atau siapa saja, hendaknya kita prihatin atas hal itu dan berusaha untuk membenahinya.

by: adrian

Renungan Pesta Salib Suci - A

Renungan Pesta Salib Suci, Thn A
Bac I    Bil 21: 4 – 9; Bac II               Flp 6: 2 – 11;
Injil      Yoh 3: 13 – 17;

Hari ini Gereja Universal mengajak kita untuk merayakan pesta Salib Suci. Ada dua kata yang hendak ditonjolkan di sini, yaitu Salib dan Suci. Salib merupakan tempat Tuhan Yesus “ditinggikan”, sehingga dari-Nya umat manusia memperoleh keselamatan atau disucikan. Semua bacaan liturgi hari ini mau berbicara tentang hal itu. Bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Bilangan, memang sama sekali tidak menyinggung soal salib, namun kisahnya menjadi inspirasi Salib Kristus. Diceritakan bahwa umat Israel berdosa sehingga Allah menurunkan ular tedung sebagai hukuman. Akibat hukuman itu banyak orang Israel mati dan lahirlah pertobatan. Keselamatan muncul ketika orang memandang ular tedung tembaga yang ditinggikan Musa.

Peristiwa Perjanjian Lama ini kembali ditekankan dengan member makna baru oleh Tuhan Yesus dalam Injil hari ini. Tuhan Yesus membandingkan peristiwa peninggian ular tedung dengan peninggian Anak Manusia. Jika ular tedung tembaga ditinggikan dengan tongkat, Anak Manusia ditinggikan dengan Salib. Itulah peristiwa Kalvari. Pernyataan Tuhan Yesus mendahului peristiwa penyaliban Diri-Nya. Seperti ular tedung tembaga, Salib Kristus juga mendatangkan keselamatan bagi yang percaya.

Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, yang menjadi bacaan kedua, Paulus seakan merefleksikan dua bacaan tadi (bacaan pertama dan Injil). Paulus melihat bahwa dalam peristiwa salib itu, Yesus yang adalah Allah, rela melepas status keallahan-Nya dan mengambil rupa seperti manusia. Yesus yang rendah hati ini tidak hanya terlihat dalam keserupaan dengan manusia saja, melainkan juga dalam kematian-Nya di salib. Pada peristiwa salib, Paulus melihat ada gerak turun dan naik. Dengan salib Yesus benar-benar sangat merendahkan diri-Nya, tapi dengan salib juga Yesus ditinggikan. Dalam gerak turun dan naik inilah ada keselamatan. Dengan salib Yesus turun merangkul semua umat manusia; dan dengan salib juga Yesus mengangkat umat manusia pada kemuliaan. Itulah keselamatan. Dan itu ada pada salib, tempat Yesus bergantung.

Sabda Tuhan hari ini pertama-tama mau menyadarkan kita bahwa Allah menyelamatkan umat manusia dalam dan melalui Salib Kristus. Salib menunjukkan solidaritas Allah kepada umat manusia. Kepeduliaan Allah pada manusia yang ditunjukkan pada Salib hendaknya membangkitkan rasa hormat kita. Karena itulah, seperti kata Paulus, hendaknya kita berlutut menyembah Dia bagi kemuliaan Allah. Sikap hormat pada Salib adalah juga sikap percaya pada-Nya. Namun lebih dari itu, lewat sabda-Nya, Tuhan hendak mengajak kita juga untuk membangun semangat solidaritas antar sesama. Allah telah menunjukkan solidaritas-Nya dalam salib, yang adalah juga simbol penderitaan dan penghinaan. Maka solidaritas kita pun hendaknya tertuju kepada mereka yang menderita dan hina.

by: adrian

Renungan Hari Sabtu Biasa XXII - Thn II

Renungan Hari Sabtu Biasa XXII, Thn A/II
Bac I    1Kor 4: 6b – 15; Injil                        Luk 6: 1 – 5;

Dalam bacaan kedua, yang diambil dari surat Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus membeberkan kriteria murid Kristus. Kriteria itu bukan sebatas ungkapan teoretis belaka, melainkan nyata dalam diri Paulus sendiri dan juga Apolos. Artinya, jemaat dapat melihat kriteria murid Kristus dalam diri kedua rasul itu. Misalnya seperti mengutamakan kepentingan umat daripada kepentingan pribadi, sabar sekalipun dianiaya, memberkati meskipun dicaci maki, ramah walaupun difitnah. Melalui suratnya ini Paulus meminta jemaat untuk mengikuti teladan hidupnya dan juga Apolos, karena itulah ciri atau tanda murid Kristus.

Apa yang dihidupi Paulus dan Apolos, dan yang menjadi teladan bagi jemaat, sudah dilakukan Tuhan Yesus. Makanya wajar bila dalam perilaku Paulus dan Apolos, umat dapat melihat Kristus. Injil hari ini menampilkan kriteria yang dimaksud Paulus dalam suratnya itu. Menghadapi kritik pedas dari kaum Farisi berkaitan dengan kebiasaan hari sabat, Tuhan Yesus menghadapinya dengan sabar dan ramah. Tuhan Yesus tidak menggunakan rasionalisasi, melainkan menggunakan dasar Kitab Suci. Jadi, dasar Kitab Suci yang digunakan kaum Farisi dalam mengecam perbuatan para murid Yesus dilawan dengan Kitab Suci juga. Di sini bukan berarti Kitab Suci itu membingungkan karena berisi pertentangan. Yesus mau mengajak umat, terlebih kaum Farisi, untuk dapat melihat Kitab Suci secara utuh; bukan secara parsial saja. Lebih dari itu, Yesus mau meminta mereka untuk lebih melihat kehendak Allah dalam Kitab Suci, ketimbang menggunakan Kitab Suci untuk pembenaran diri.

Tak jarang dalam kehidupan, kita sering menghadapi kritikan, hinaan, fitnah juga aniaya. Kebanyakan dari kita, ketika menghadapi semuanya itu, menunjukkan reaksi membalas atau sekedar pembenaran diri. Sangat jarang kita menghadapi semua itu dengan sikap jernih dan reflektif. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk menyikapi semua itu dengan hati jernih dan lapang dada. Kita tak perlu membalas ataupun berasionaliasi. Tuhan menghendaki supaya kita menampilkan jati diri kita sebagai orang Kristen, murid Kristus, yang mengutamakan damai dan kasih persaudaraan.

by: adrian

Orang Kudus 30 Mei: St. Marta Wiecka

BEATA MARTA WIECKA, PENGAKU IMAN
Marta Wiecka lahir pada 12 Januari 1874 di Nowy Wieck, Polandia. Ia adalah puteri dari Marcello Wiecki, seorang tuan tanah, dan Paulina Kamrowska. Ketika berusia 2 tahun Marta sakit keras sampai dokter tidak mampu menanganinya. Kedua orangtuanya berdoa dengan perantaraan Bunda Allah dari Piseczno, dan Marta sembuh dari penyakitnya. Marta kecil memiliki devosi kepada St. Yohanes Nepomuk. Ia suka membantu ibunya dalam menjaga dan membesarkan saudara-saudaranya.
Pada 3 Oktober 1866 Marta menerima komuni pertamanya. Sejak saat itu Tuhan Yesus menjadi pusat kehidupannya. Marta juga tidak pernah ragu dan mengeluh ketika harus berjalan 12 kilometer menuju gereja parokinya. Ketika berusia 14 tahun, Marta mencoba untuk bergabung dengan biarawati Putri Kasih St. Vinsensius a Paulo di Chelmo, tetapi ia ditolak karena masih terlalu muda. Dua tahun kemudian ia kembali, namun ia kembali tidak diterima akibat adanya pembatasan penerimaan aspiran oleh pemerintah Prusia.
Karena penolakan itu Marta kemudian menuju biara di Krakow. Di sana ia diterima. Pada 21 April 1863 Marta memasuki masa postulan dengan menerima jubah dan ditugaskan di rumah sakit di Lviv. Tahun 1894 Marta dipindahkan ke rumah sakit di Podhajce. Marta mengikrarkan kaulnya pada 15 Agustus 1897. Dua tahun kemudian ia pindah tugas ke Bochnia. Di sini Marta memperoleh penglihatan akan Tuhan Yesus yang tersalib.
Tak lama kemudian sebuah gosip merebak bahwa Marta memiliki hubungan terlarang dengan pasiennya sampai ia hamil. Di tengah terpaan gosip yang menyebar, Marta terus melayani tanpa lelah. Pimpinannya tidak mengizinkan dia pindah tempat tugas untuk membuktikan bahwa gosip itu salah. Dan setelah tidak terbukti, Marta baru dipindahkan ke Sniatyn, dimana ia menunjukkan pengabdiannya yang mendalam.
Dalam pelayanannya Marta tidak pernah membiarkan pasiennya meninggal tanpa menerima Sakramen Pengakuan Dosa. Ketika ada pasien yang menderita demam tifoid yang mudah menular, Marta merawatnya sampai ia juga tertular. Dalam keadaan sakit banyak orang mendoakannya termasuk orang Yahudi.
Sebelum meninggal, Marta sempat menerima Sakramen Mahakudus. Marta Wiecka meninggal dunia pada 30 Mei 1904 di Sniatyn, Ukraina. Pada 24 Mei 2008 ia dibeatifikasi oleh Paus Benediktus XVI, yang diwakili oleh Kardinal Tarcisio Bertone, SDB.
Baca juga orang kudus hari ini:

Orang Kudus 30 Mei: St. Yoahana d'Arc

SANTA YOHANA DE ARC, PENGAKU IMAN
Yohana lahir pada sekitar tahun 1412 di Domreni, Perancis. Ia adalah puteri dari Yakobus Arc, seorang petani biasa, dan Elisabeth. Kedua orangtuanya mendidik dan membesarkan Yohana menjadi seorang wanita petani yang rajin, peramah dan periang. Tetapi sebagaimana wanita desa lainnya, Yohana tidak tahu membaca dan menulis.
Ketika berusia 13 tahun, Yohana merasakan adanya suatu dorongan batin yang kuat untuk melibatkan diri dalam perjuangan menyelamatkan negerinya Perancis dari pendudukan tentara-tentara Inggris. Setahun kemudian, tatkala ia sedang menjaga domba-domba di padang, Yohana mengalami suatu cahaya penglihatan ajaib. Dari dalam cahaya itu terdengar olehnya suatu suara orang yang berkata, “Yohana, anakku. Jadilah anak yang baik-baik! Tuhan akan melindungi dan menaungi engkau dengan kekuatan Roh Kudus. Ingatlah, pada suatu saat engkau akan menolong raja untuk menyelamatkan Perancis dari bahaya peperangan dan dari pendudukan tentara Inggris.”
Dengan gentar Yohana berlutut dan berkata, “Ah, Tuhan, aku hanya seorang wanita petani yang miskin dan tak berdaya. Bagaimana harus berperang.”
Suara itu menjawab, “Jangan takut Yohana! Tuhan akan menolong engkau asal engkau percaya kepada-Nya.”
Waktu terus beredar. Ketika Yohana berusia 16 tahun, suara ajaib itu didengarnya lagi. Kali ini lebih tegas dan mendesak. “Waktunya sudah tiba. Dauphin, putra mahkota itu membutuhkan engkau. Pergilah ke istana dan mohonlah kepada panglima Robert agar mengizinkan engkau pergi menemui Dauphin.”
Situasi Perancis saat itu sedang kacau oleh amukan perang dan pendudukan tentara Inggris. Sementara itu putra mahkota belum dinobatkan menjadi raja. Yohana, dengan iman yang kuat kepada Tuhan, segera melaksanakan perintah ajaib itu. Ia pergi ke istana untuk menemui Robert.
“Aku membawa berita kepada Dauphin dari Tuhanku,” ungkap Yohana kepada Robert.
“Siapa Tuhanmu itu?”

Minggu, 29 Mei 2016

Orang Kudus 29 Mei: St. Maria Anna Paredes

SANTA MARIA ANNA PAREDES, PENGAKU IMAN
Maria Anna lahir pada 31 Oktober 1618 di Quito, Ekuador. Ia adalah puteri dari Girolamo Flores Zenel de Paredes, seorang bangsawan dari Toledo, dan Mariana Cranobles de Xaramilo. Dikisahkan bahwa kelahiran Maria ditandai dengan fenomena yang tidak biasa. Selama hidupnya, Maria Anna juga beberapa kali mengalami mukjizat yang menghindarkannya dari kematian.
Maria kehilangan kedua orangtuanya ketika masih kecil. Ia kemudian diasuh oleh saudaranya. Maria menunjukkan kekudusannya dalam hidup doa dan devosi kepada Bunda Maria. Selain itu Maria bergabung dengan Ordo Ketiga Fransiskan, mengikrarkan kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan. Saat itu Maria masih berusia 10 tahun.
Menyadari bahwa Tuhan memanggilnya untuk hal lain, akhirnya Maria memutuskan untuk menjadi petapa di rumah saudaranya. Hidup matiraganya sangat keras dijalaninya, seperti ia hanya mengonsumsi ekaristi saja setiap harinya. Kekudusannya ini membuat Maria diberikan beberapa karunia, seperti meramal, menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan seseorang dari kematian.
Ketika terjadi wabah penyakit, Maria membantu mereka yang sakit. Ia juga berdoa mempersembahkan dirinya demi kesembuhan para penderita wabah penyakit tersebut. Maria Anna Peredes meninggal dunia pada 26 Mei 1645 di Quito, Ekuador. Pada 10 November 1853 ia dibeatifikasi oleh Paus Pius IX, dan pada 9 Juli 1950 ia dikanonisasi oleh Paus Pius XII.
Baca juga orang kudus hari ini: