Kamis, 23 Juli 2015

Keteladanan Seorang Pemimpin

“Saya tidak habis pikir dengan Pak Rudi. Dua hari yang lalu meminta agar saya fokus mengelola kelompok klien otomotif, tadi pagi dia bilang saya harus fokus pada klien perbankan dengan alasan yang kurang jelas,” cerita Denny.
“Kamu masih lebih baik, Den. Saya kemarin ditegur di depan yang lain karena terlambat 20 menit masuk kantor. Tapi tadi saya lihat dia hampir lebih dari 30 menit terlambat,” timpal Monika.
Denny berkata, “Sekarang saya jadi bingung apa yang harus saya lakukan. Tidak ada arahan yang jelas bagaimana caranya handle account perbankan, apalagi background saya adalah teknik. Sebenarnya maunya Pak Rudi itu apa sih.”
“Sudahlah…, Den. Kita kan hanya staf yang harus ikut maunya bos. Terkadang untuk level kita harus lebih banyak bersabar,” sahut Monika untuk meredakan emosi Denny.
Perbincangan tersebut mungkin terjadi juga di organisasi kita. Karyawan sering kali membicarakan gaya kepemimpinan atasan yang dirasa kurang update dengan dinamika tim. Sering kali para pemimpin merasa dirinya sudah melakukan hal yang benar, apalagi dengan kesuksesan yang dicapai di tahun-tahun sebelumnya. Hal itu makin melengkapi pembenaran terhadap diri sendiri.
Hal yang perlu diingatkan kembali bagi pemimpin seperti contoh tersebut adalah kondisi organisasi, lingkungan, tantangan dan karakter tim akan selalu berubah seiring dengan berjalannya waktu. Michael Hammer mengatakan, “Jika Anda pikir Anda hebat, berarti Anda akan mati. Keberhasilan di masa lalu tidak punya implikasi terhadap keberhasilan di masa depan.” Sekali lagi, para pemimpin perlu mencermati kalimat Hammer tersebut, agar update dengan perubahan yang ada.
Bila kita mencermati dinamika kepemimpinan saat ini, pemimpin yang “update” adalah pemimpin yang mampu melihat kekurangan dirinya dan selalu mendorong dirinya untuk belajar dengan kondisi dan situasi yang ada.
Menurut John Maxwell, “Leadership is influence. Everything rises and falls on leadership.” Hal yang sama juga dikatakan Ken Blanchard, dalam bukunya One Minute Manager, “The key to successful leadership in influence, not authority.”
Bagaimana bila seorang pemimpin mampu memberikan pengaruh yang kuat kepada tim bila dia tidak update kondisi yang ada? Jawabannya adalah tingkat pengaruhnya semakin pudar atau cenderung memaksakan kehendaknya dengan memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya.
Beberapa indikator yang dapat meningkatkan pengaruh dan keteladanan seorang pemimpin adalah pertama, seberapa besar kredibilitas dan integritas seorang pemimpin di mata timnya? Mengutip ucapan Presiden ke-34 AS Dwight D Eisenhower yang menyatakan, “The supreme quality for leadership is unquestionably integrity.” Dengan kata lain, tanpa integritas, pengaruh keteladanan pemimpin akan menjadi hilang.
Kedua, seberapa jelas visi dapat mencapai kesuksesan? Joel Arthur Barker, dalam bukunya Discovering the Future, mengatakan, “Vision without action as merely a dream. Action without vision just passes the time. Vision with action can change the world.” Dengan kata lain, pemimpin perlu memiliki visi serta menjabarkannya menjadi rencana aksi yang jelas, akan dapat mencapai kesuksesan.
Ketiga, seberapa banyak pemimpin memberikan peluang dan keyakinan bahwa timnya dapat berkembang? Menurut Wareen G Bennis, “Leaders should always expect the very best of those around them. They know that people can change and grow.” Jika pemimpin yang mampu memberdayakan timnya menjadi sehebat dirinya atau bahkan melebihinya, dia akan memberikan pengaruh keteladanan yang luar biasa bagi yang lain.
Ketiga indikator di atas merupakan cermin bagi kita sebagai pemimpin. Apakah kita sudah mampu memberikan pengaruh dan keteladanan bagi tim kita?
by: Bayu Setiaji, KOMPAS, 4 Juli 2015, hlm 33.
Baca juga tulisan terkait:

Renungan Hari Kamis Biasa XVI - Thn I

Renungan Hari Kamis Biasa XVI, Thn B/I

Kitab Keluaran masih dipakai sebagai bacaan pertama. Hari ini diceritakan tentang niat Tuhan yang ingin berkomunikasi dengan Musa. Yang menarik di sini adalah Tuhan mau supaya pembicaraan-Nya dengan Musa didengar oleh umat Israel. Tujuannya agar “mereka senantiasa percaya kepadamu.” (ay. 9). Karena itu, Musa mengajak umat Israel ke kaki gunung Sinai, dimana ia berdialog dengan Allah. Memang mereka tidak dapat melihat Allah secara langsung, namun mereka dapat mendengar dialog tersebut. Tentulah dengan hanya sebatas mendengar itu saja mereka dapat percaya.
Hal senada juga terlihat dalam Injil hari ini. Ada semacam kemiripan gagasan. Seperti orang Israel pada jaman Musa hanya sebatas mendengar, demikian pula orang Israel pada jaman Tuhan Yesus. Mereka hanya sebatas mendengar perumpamaan. Akan tetapi, Tuhan Yesus tetap berharap agar sekalipun hanya sebatas perumpamaan, mereka bisa percaya. Satu hal yang menarik adalah Tuhan Yesus secara implisit menyingkapkan status diri-Nya. Dengan mendengarkan Dia, orang sebenarnya dapat langsung melihat Dia. Berbeda dengan jaman Musa, dimana orang hanya bisa mendengar, tapi tak bisa melihat.
Adalah kerinduan setiap orang untuk dapat berjumpa dengan Tuhan dan bisa berkomunikasi dengan-Nya. Kalau hanya sebatas berkomunikasi, itu dapat dilakukan dengan berdoa. Sabda Tuhan hari ini mau mengatakan kepada kita bahwa kerinduan itu adalah wajar. Akan tetapi, jauh lebih baik adalah kepercayaan kepada Tuhan. Sabda Tuhan menghendaki supaya kita tetap percaya kepada-Nya sekalipun ada keterbatasan sarana dalam kehidupan kita. Tuhan ingin supaya kita percaya kepada-Nya sesuai dengan batas kemampuan atau sarana yang ada pada kita.***
by: adrian