Senin, 09 Maret 2015

Bagaimana Mengelola Karya Pastoral

Setiap manusia tentu memiliki masalah. Tak terkecuali juga dalam dunia pastoral. Akan tetapi, sebagaimana masalah lainnya, masalah dalam dunia pastoral bukan untuk dihindari atau dibiarkan begitu saja sebab waktu yang akan menyelesaikannya. Masalah dapat memacu kita untuk berpikir keras mencari jalan keluar. Untuk mencari jalan keluar atas masalah, kita jangan selalu puas dengan satu cara saja. Prinsip “Ada banyak jalan menuju Roma” dapat diterapkan di sini. Dengan prinsip ini maka kita akan dipancing untuk terus berkreasi dan berinovasi. Tanpa inovasi terus menerus, pastoral kita akan stagnan dan mati.

Oleh karena itu, pemimpin pastoral sebuah paroki harus memperhatikan prinsip ini agar hidup menggereja umatnya tetap hidup. Pastor paroki sebagai pemimpin, ibarat sebuah perusahaan, menjadi tulang punggung maju dan berkembangnya paroki, karena dari dirinya lahir kebijaksanaan untuk karya pastoral. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan pastor paroki.

Sikap Rendah Hati dan Mendengar
Penelitian membuktikan bahwa pemimpin yang efektif dan inovatif justru pemimpin yang mengumpulkan orang-orang yang kritis dan siap memberi umpan balik dan masukan terhadap praktek-praktek perusahaan, lembaga atau negara. Seorang pemimpin tidak perlu mengeluarkan “power”nya untuk menggerakkan inovasi. Sebaliknya, sikap rendah hati penting dimiliki untuk menumbuhkan spirit inovasi. Secara logis kita bisa membayangkan bahwa di bawah tekanan, ide-ide cemerlang tidak bakal muncul. Suasana kritik mengkritik yang positif, serta tantang menantang ide perlu digiatkan. Kita bahkan perlu mengembangkannya spirit “jawaban belum tentu ada di pihak kita” sehingga muncul semangat mencari tahu dan mendengarkan orang lain.

Oleh karena itu, seorang pastor paroki harus membangun sikap rendah hati untuk mau mendengarkan suara-suara lain, baik dari rekan kerjanya maupun dari DPP serta umat. Jangan karena sebagai Kepala Paroki, kita langsung memegang kuasa sehingga tidak perlu meminta dan mendengarkan pendapat atau gagasan orang lain. Jangan pula takut dengan kritik sejauh kritik itu berguna bagi perkembangan karya pastoral. Pastor paroki hendaknya memiliki sikap “keputusan saya belum tentu yang terbaik” sehingga ada semangat untuk mencari tahu yang lebih baik dengan mendengarkan rekan kerja, DPP atau umat.

Renungan Hari Senin Prapaskah III - B

Renungan Hari Senin Prapaskah III, Thn B/I
Bac I    2Raj 5: 1 – 15a; Injil             Luk 4: 24 – 30;

Hari ini bacaan pertama diambil dari Kitab Raja-raja yang kedua. Di sini ditampilkan kisah tentang Naaman, panglima Raja Aram. Dikatakan bahwa sekalipun hebat di medan tempur, namun Naaman tidak kuasa melawan penyakit kusta yang menderanya. Berkat pelayan rumahnya, Naaman berkenalan dengan Nabi Elisa, abdi Allah, di Samaria. Maka Naaman pun berangkat menuju Samaria dengan membawa persembahan. Ketika tiba di tempat Elisa, Naaman merasa sedikit kecewa, karena apa yang terjadi jauh dari keinginannya. Naaman memang ingin sembuh, tapi harus sesuai dengan keinginannya seperti, Elisa “datang keluar dan berdiri memanggil nama Tuhan, Allahnya, lalu menggerak-gerakkan tangannya di atas tempat penyakit itu…” (ay. 11).

Sikap seperti Naaman di atas, tak jauh berbeda dengan sikap orang Yahudi dalam Injil hari ini. Dikisahkan bahwa orang banyak yang datang ke rumah ibadat kecewa dengan Tuhan Yesus. Kekecewaan mereka bukan pada pengajaran-Nya, melainkan karena latar belakang-Nya. Latar belakang Tuhan Yesus tidak sesuai dengan keinginan mereka. Sikap inilah yang dikecam Tuhan Yesus sehingga mereka semakin marah dan menghalau Tuhan Yesus ke tepi gunung “untuk melemparkan Dia dari tebing itu.” (ay. 29).

Ketika menciptakan manusia, Tuhan menganugerahkan juga kehendak bebas. Dengan kehendak itu manusia mampu menentukan sendiri keinginan. Tak jarang keinginan manusia bertentangan dengan kehendak Allah. Inilah yang terlihat dalam bacaan-bacaan liturgi hari ini. Seringkali kita memaksakan kehendak kita, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama. Melalui sabda-Nya, Tuhan menghendaki supaya kita dapat melihat apa yang baik dan benar, dan jangan terlalu memaksakan keinginan pribadi. Masa prapaskah merupakan kesempatan untuk mengendalikan keinginan-keinginan pribadi dengan cara pantang dan puasa. Tuhan mengajak kita untuk mengutamakan kehendak Allah sekalipun bertentangan dengan keinginan pribadi.

by: adrian