Jumat, 27 April 2012

Pacaran yang Sehat

Pacaran adalah sebuah tugas perkembangan yang memang perlu dilalui oleh seorang remaja. Erikson, seorang psikolog perkembangan, menilai kalau remaja perlu belajar mengenal lawan jenisnya, yang tentu saja tujuannya untuk memperluas pergaulan dan juga untuk mengembangkan pribadinya guna persiapan memasuki masa dewasa. Dengan berpacaran, remaja akan belajar bagaimana membentuk komitmen dan juga membangun tanggung jawab pribadi.
Pacaran pada hakikatnya adalah proses untuk saling mengenal; proses seseorang belajar give and take, serta memegang tanggung jawab. Dalam proses ini kata kunci yang harus muncul adalah “saling” sehingga dalam relasi pacaran itu terwujud simbiose mutualisme. Namun, hal inilah yang tidak dipahami remaja. Mereka lebih melihat pacaran sebagai proses bersenang-senang dan proses untuk bisa diterima sebagi pribadi dewasa serta masuk dalam dunia orang dewasa. Karena itu, tak jarang dalam pacaran remaja menunjukkan “kedewasaan” dengan melakukan hubungan seks.
Bagaimana pacaran yang sehat? Di bawah ini ada beberapa poin untuk direnungkan dan bisa menjadi tolok ukur melihat relasi pacaran kita.
·   Berpacaran adalah proses mendewasakan kedua pihak. Tentu saja proses ini tidak pernah berjalan mulus, rasa cemburu, rasa ingin memiliki tak jarang membuat orang menjadi begitu over protective sehingga terjadi berbagai bentuk pelarangan. Semua ini mau menunjukkan bahwa pacaran itu bukanlah sesuatu yang mudah dijalani dan selalu indah. Namun jika hal ini bisa diatasi sehingga timbul kemampuan mengelola diri, rasa tanggung jawab dan kemandirian, maka pacaran telah mendewasakan.
Dalam berpacaran juga akan tumbuh rasa trust, yang memberikan ruang gerak dan kebebasan untuk bereksplorasi dan mendewasakan diri. Namun kebebasan itu tetap dalam batasan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Berpacaran dengan mengungkung, membatasi ruang gerak pasangan bukanlah pacaran yang sehat.
·      Berpacaran adalah proses belajar untuk menghormati dan menghargai pasangan. Hal ini sering disalahartikan sehingga muncul eksplorasi seks. Bagi remaja, pacaran menjadi media belajar tentang seks dalam arti sebenarnya sehingga muncul kebanggaan karena telah selangkah lebih maju dibandingkan teman sebayanya. Selain itu juga remaja melihat bahwa memberi keperawanan dan keperjakaan adalah sebuah bentuk pengorbanan dan perwujudan cinta. Padahal ini adalah sebuah bentuk nafsu yang diselimuti dengan keinginan bawah sadar atau justru yang disadari untuk memanipulasi pasangan.
Pacaran yang menuntut adanya hubungan seksual adalah sebuah kesalahan besar dan kerugian terbesar bagi pihak cewek. Dibalik tindakan itu ada pemanfaatan hanya oleh pihak cowok kepada cewek dan  karena itu di dalamnya tidak ada penghormatan apalagi penghargaan.
·      Berpacaran adalah proses yang membebaskan. Tak jarang rasa cinta yang begitu dalam justru membuat seseorang merasa begitu mencekam oleh rasa itu. Rasa ini kemudian dimaknai sebagai sebuah cinta yang mendalam dan tidak ada duanya. Namun, yang terjadi tak jarang justru terhambatnya rasionalitas dan objektivitas dalam berpikir dan bertindak. Rasa cinta yang begitu mencekam pada akhirnya hanya akan membuat diri sendiri tidak bisa berkutik dan bebas bereksplorasi. Rasa takut kehilangan, rasa ingin diperhatikan dan rasa ingin selalu bertemu menjadi sebuah obsesi yang tiada ujung. Inilah yang membuat kita menjadi tidak terbebaskan karena terus menerus dicekam oleh rasa ini. Kebebasan untuk mencintai dan mewujudkan cinta, yang bisa kita maknai sebagai cinta yang membebaskan.
Pada dasarnya mencintai seseorang berarti juga memberi kesempatan bagi diri sendiri dan pasangan untuk bebas, baik dalam bergaul maupun beraktivitas tanpa banyak kekhawatiran akan kekangan dan batasan untuk bertemu, untuk selalu merespons segala bentuk perhatian sekecil apapun. Berpacaran adalah proses yang memberi kesempatan bagi diri sendiri untuk lebih mengeksplorasi semua kemampuan yang dimiliki yang didasari oleh kebutuhan untuk mengembangkan diri dan membebaskan diri untuk mencari jati diri.
·     Berpacaran adalah proses untuk saling mengenal; proses bagi seseorang untuk mendalami bibit, bebet dan bobot pasangan, menyamakan sikap dan pandangan, mencari titik temu dari berbagai perbedaan yang ada serta kesediaan untuk menerima segala kekurangan pasangan.
Dalam berpacaran ada makna bahwa ada penerimaan tanpa banyak syarat dan tuntutan terhadap pasangan untuk mengubah dirinya sendiri dan menjadi orang lain. Tentu ini tidak sehat karena mengubah diri sendiri hanya untuk kesenangan pihak lain. Di sini terjadi proses pembungkaman terhadap identitas diri dan pertumbuhan diri. Jika dalam masa pacaran ada ketidakcocokan yang mengakibatkan perpisahan, maka baiknya ini dimaknai sebagai sebuah proses yang tidak perlu disesali. Yang terpenting adalah perpisahan itu diputuskan bersama, dengan tidak banyak meninggalkan luka atau bahkan trauma yang bisa melahirkan kebencian.

·      Pada akhirnya, jodoh ada di tangan Tuhan. Pacaran adalah sebuah proses, bukan tujuan akhir dari sebuah relasi. Memberi dan menerima, belajar dan melatih diri untuk menjadi lebih dewasa adalah esensi dari hubungan itu sendiri. Menunjukkan kepercayaan dan tanggung jawab kepada orang tua akan memberi keyakinan kepada orang tua bahwa kita sudah siap untuk dipercaya dan pasangan kita juga bisa dipercaya. Namun, jika tidak mampu membuktikan kepercayaan tersebut, jangan pernah menyesal bahwa sampai kapanpun akan sulit membuat orang tua kita percaya kepada kita. Ibarat nila setitik rusak susu sebelanga.
by: adrian

Mukjizat Ekaristi

Bacaan Injil hari ini:
Akibat perkataan-Nya orang-orang Yahudi bertengkar antara sesama mereka dan berkata: "Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan."

Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku. Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya."


Semuanya ini dikatakan Yesus di Kapernaum ketika Ia mengajar di rumah ibadat. (Yoh 6: 52-56).
***
Dalam Injil di atas dengan sangat jelas Yesus memperkenalkan dirinya sebagai roti yang telah turun dari sorga. Roti itu adalah tubuh/daging-Nya sendiri. Dan Yesus menegaskan bahwa tubuh-Nya adalah benar-benar makanan dan darah-Nya adalah benar-benar minuman. Oleh karena itulah, mereka yang mau memiliki hidup kekal harus makan dan minum darah-Nya. Akan tetapi, masih banyak manusia yang meragukan bahwa hosti itu adalah benar-benar daging. Banyak orang juga tak percaya kalau anggur yang dipakai para imam saat ekaristi adalah benar-benar darah.

Berikut ini akan dikisahkan beberapa kisah mukjizat ekaristi. Jika selama ini lebih ditampilkan tubuh/daging Kristus dalam wujud hosti, edisi kali ini akan ditampilkan darah Kristus. Kami tidak tahu apakah ini dapat menghapus keraguan banyak orang. Bukan maksud kami untuk membuat Anda percaya. Karena soal percaya atau tidak adalah hak Anda. Kami hanya mau berbagi cerita. Berkaitan dengan percaya atau tidak, kami mengikuti apa yang pernah dikatakan Yesus, "Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya." (Yoh 20: 29).


BOXTEL ~ HOOGSTRATEN, tahun 1380

Mukjizat terjadi di Boxtel, Belanda, sekitar tahun 1379 di Gereja St. Petrus. Pada saat Konsekrasi, imam - Pastor Van der Aker - kehilangan keseimbangan dan menumpahkan isi piala ke atas korporal dan kain altar. Karena alasan yang tidak diketahui, imam mempergunakan anggur putih dalam Misa tersebut, tetapi yang tampak di atas korporal dan kain altar adalah cairan berwarna merah darah!

Setelah Misa usai, imam bergegas ke sakristi untuk mencuci korporal dan kain altar. Ia berusaha menghilangkan noda darah. Namun demikian, berbagai usaha yang dilakukannya tidak membuahkan hasil. Pastor Van der Aker lalu menempatkan kain dalam sebuah piala kecil dan menyembunyikannya. Menjelang ajalnya, imam mengaku kepada bapa pengakuannya dan menunjukkan di mana ia telah menyembunyikan korporal dan kain altar yang kudus itu, masih dengan noda darah merah yang tertumpah atasnya.

Pastor Van der Aker meninggal dunia pada tahun 1379, dan pada tahun 1380 Kardinal Pileo memaklumkan agar setiap tahun sekali, yaitu pada tanggal 25 Juni reliqui Darah Mahasuci ditahtakan.

Pada tahun 1652, korporal dan kain altar dengan Darah Mahasuci dipindahkan ke Hoogstraten, di perbatasan Belgia. Pada tahun 1924, korporal kudus dikembalikan ke Boxtel, tetapi kain altar tetap disimpan di Hoogstraten. Bahkan hingga kini masih diadakan perarakan mukjizat Ekaristi di Boxtel pada Hari Raya Tritunggal Mahakudus. Umat tidak pernah ragu lagi dalam iman mereka akan kehadiran nyata Kristus dalam Ekaristi.
by: adrian, diolah dari berbagai sumber.