Selasa, 14 April 2015

Orang Kudus 14 April: St. Lidwina

SANTA LIDWINA, PENGAKU IMAN
Lidwina lahir di Shiedam, negeri Belanda pada hari Minggu Palma tahun 1380. Orang tuanya dikenal sebagai orang beriman yang saleh dan taat agama. Ayahnya, seorang penjaga malam yang setia pada tugasnya. Dalam keluarganya, Lidwina anak perempuan satu-satunya. Ia cantik sekali. Sering ia merasa terganggu oleh kecantikannya, dan karena itu ia meminta kepada Tuhan untuk mengurangi kecantikannya.
Semenjak kecil Lidwina sudah tidak tertarik pada kekayaan duniawi. Pada usia 15 tahun, ia mengucapkan kaul kemurnian. Di musim dingin yang hebat pada tahun 1395 – 1396, Lidwina menderita sakit keras tetapi segera sembuh kembali ketika ia diundang kawan-kawannya bermain ski di sebuh bendungan salju. Namun sial sekali nasibnya: ia terjatuh dan patah tulang rusuknya. Ia menjadi lumpuh dan selama 38 tahun hanya hidup dari komuni kudus saja. Sementara itu ia masih juga menderita berbagai rasa sakit di sekujur tubuhnya hingga tidak bisa berbaring dan tidur dengan nyenyak. Dokter pun tidak mampu menyembuhkan penyakitnya. Pada masa itu Lidwina sendiri masih jauh dari panggilan hidup sucinya dan menginginkan kesembuhan seperti anak-anak lain.
Cahaya hidup baru terbit ketika pastor, bapa rohaninya: Yohanes Pot, mengunjunginya secara teratur. Pastor itu memberinya satu nasehat yang sederhana tetapi tepat, yaitu supaya Lidwina sabar dan mempersatukan penderitaannya dengan penderitaan Kristus. Sejak itu Lidwina terhibur dan mulai berusaha merenungkan sengsara Kristus. Setelah tiga tahun, ia merasa terpanggil untuk menderita bagi dosa-dosa orang lain. Sejak saat itu ia tidak ingin lagi akan kesembuhan sebagaimana yang dikehendakinya dahulu.
Lidwina mulai bermatiraga dan tidak mau lagi dirawat. Tidurnya cukup di atas sebuah papan keras. Dengan sabar ia menggeletak di papan itu dan hidup dari komuni kudus yang diantarkan oleh pastornya. Hidup rohaninya pun semakin berkembang sehingga Tuhan menambahkan berbagai kekuatan baginya dalam menghadapi cobaan-cobaan lain yang lebih besar seperti serangan penyakit dan kehilangan kecantikannya.
Sakitnya yang aneh itu menggemparkan semua penduduk daerah itu; sampai-sampai Raja William VI bersama Margaretha Burgundia mengirimkan dokter pribadinya: Godfried de la Haye, untuk merawat Lidwina. Anehnya, dari luka-lukanya keluarlah aroma harum; dan walaupun kamarnya tidak diterangi lampu, namun terang benderang karena cahaya ajaib dari surga. Masih banyak mukjizat lainnya selama ia menderita sakit.
Kira-kira pada tahun 1407 ia mengalami ekstase dan pengaaman-pengaaman mistik lainnya. Lidwina akhirnya meninggal dunia pada tahun 1433
sumber: Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 14 April:

Renungan Hari Selasa Paskah II - B

Renungan Hari Selasa Paskah II, Thn B/I
Bac I    Kis 4: 32 – 37; Injil                Yoh 3: 7 – 15;

Injil hari ini masih melanjutkan diskusi antara Tuhan Yesus dengan Nikodemus, seorang Farisi dan pemimpin agama Yahudi. Jika kemarin diskusi membahas soal dilahirkan kembali, yang mengacu kepada kebangkitan, diskusi kali ini mengarah pada peristiwa salib. Tuhan Yesus menceritakan kisah Perjanjian Lama tentang ular tembaga Musa. Di sini Tuhan Yesus mau memberi perbandingan antara ular tembaga Musa dengan kisah Salib Tuhan Yesus. Keduanya berdampak pada hidup manusia. “Sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.” (ay. 14 – 15).

Jika dalam Injil ditekankan apa yang diperoleh dengan percaya kepada Tuhan Yesus, bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Kisah Para rasul, menekankan konsekuensi orang yang percaya. Penulis kitab ini menampilkan kisah kehidupan jemaat kristen perdana. Dapat dikatakan bahwa cara hidup ini merupakan ungkapan kepercayaan mereka kepada Tuhan Yesus yang wafat dan bangkit. Dengan kata lain, mereka yang percaya kepada Tuhan Yesus mengungkapkannya lewat cara hidup yang tidak lagi mengagungkan egonya, sehingga melihat “segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.” (ay. 32). “Percaya” di sini dapat dimengerti dengan “mengimani”.

Sabda Tuhan hari ini mau mengingatkan kita bahwa salib Kristus membawa keselamatan. Di kayu salib tergantung tubuh Tuhan Yesus, yang rela menanggalkan ego-Nya demi keselamatan umat manusia. Semangat salib itulah yang dihidupi oleh jemaat perdana. Dan Tuhan menghendaki supaya kita pun menghayati semangat salib Kristus, menanggalkan ego kepentingan pribadi demi kebahagiaan bersama.


by: adrian