TOA
bagi umat islam adalah simbol agama. Toa sudah diidentikkan dengan bagian
penting dari shalat, sementara shalat sendiri merupakan salah satu kewajiban
dari 5 rukun islam. Akan tetapi, bagi umat non muslim TOA adalah terror. Ada
kasus kerusuhan. Ada orang dipenjara dengan dakwaan penghinaan agama islam. Semuanya
berawal dari TOA. Ada apa dengan TOA? Tentulah semua orang sudah tahu
jawabannya. Suara TOA sangat membisingkan. Umat non-muslim merasa terganggu
dengan suara-suara yang keluar dari TOA itu.
Saya
melihat keberadaan TOA ini tak jauh bedanya dengan teroris. Malah, dalam satu
titik, keduanya bisa disamakan. Sebagaimana teroris menganggu ketenangan,
demikian pula TOA. Ia sungguh menggangu orang yang membutuhkan ketenangan.
Suara yang keluar dari TOA sungguh sangat membisingkan.
Karena
itu,
pada
bulan Juni 2015 lalu Jusuf Kalla, yang kala itu menjabat sebagai wakil
presiden, pernah melarang masjid memutar kaset mengaji karena menyebabkan
“polusi suara”. Jelas, yang dimaksud polusi itu adalah kebisingan yang
dilahirkan dari TOA. Hingga kini pun masalah TOA itu masih ada.
Saya
pribadi sering mengalami gangguan dari TOA ini. Di banyak tempat sering
ketenangan istirahat pagi saya terganggu dengan suara TOA. Biasanya pada pukul
04.00 sudah mulai terdengar suara lagu irama Arab atau pembacaan ayat-ayat al-qur’an.
Beberapa orang mengatakan bahwa mereka pernah mendatangi masjid itu, dan
ternyata sepi. Jadi, pengurus masjid datang, menghidupkan tape recorder lalu
“hilang” entah kemana. Pertanyaan, apakah mereka sadar kalau sekitar masjid itu
tidak semuanya umat islam, yang tidak membutuhkan suara TOA itu? Ataukah ini
mental mayoritas sehingga bisa berbuat seenaknya saja?
Pernah
juga saya mendengar kelompok ibu-ibu sedang pengajian. Semua ada di dalam
masjid. Akan tetapi terasa aneh, kenapa segala pembicaraan mereka harus
disiarkan ke luar masjid melalui TOA? Malah ada anak-anak bermain dan
rebutan mic dan ngobrol, yang semuanya itu tersiar ke luar
masjid. Ini pernah saya alami, dan ini menggangu ketenangan istirahat siang
saya.
Ini belum lagi soal kotbah Jumat yang tersiarkan juga lewat TOA. Bukan hanya sekedar menimbulkan kebisingan, tetapi juga terkadang isi kotbahnya membuat telinga umat agama lain menjadi merah. Mungkin karena mental minoritas atau tahu sifat galak mayoritas membuat semua itu dipendam saja. Atau karena mengikuti ajaran agamanya, mendoakan orang yang membenci atau memusuhinya.