Kamis, 04 Oktober 2012

Fransiskus Asisi Pelopor Cinta Lingkungan

FRANSISKUS ASISI: CINTA DAMAI & CINTA LINGKUNGAN
Dalam buku Fioretti, ada sebuah kisah tentang Fransiskus Asisi yang memperdamaikan penduduk kota Gubbio dengan seekor serigala yang ganas.

Pada waktu itu, di kota Gubbio hiduplah seekor serigala yang amat besar, lagi mengerikan dan ganas. Ia bukan saja memakan binatang-binatang, tetapi juga manusia. Semua penduduk kota itu hidup dalam ketakutan dan tidak berani pergi sendirian. Melihat situasi yang demikian Fransiskus merasa kasihan, sehingga ia ingin mendamaikan serigala itu dengan penduduk kota Gubbio, sekalipun mereka melarangnya pergi.

Ketika Fransiskus memasuki daerah serigala itu bersama-sama sahabatnya, ia membuat tanda salib dan menaruh kepercayaan sepenuh-penuhnya pada Allah. Ketika saudara-saudara lain tidak mau pergi lebih jauh lagi, Fransiskus berjalan terus menuju tempat serigala itu bersarang. Ketika serigala itu melihat Fransiskus, maka ia pun menyerbu ke arahnya dengan cakar-cakar yang terbuka. Ketika ia mendekat, Fransiskus membuat tanda salib di atasnya dan menyapanya, “Kemarilah saudara Serigala. Demi nama Kristus aku memerintahkan kepadamu jangan menyerang aku”. Dan aneh bin ajaib, begitu Fransiskus membuat tanda salib, serigala yang ganas itu pun memasukkan cakar-cakarnya kembali. Ia menaati perintah Fransiskus dan datang membaringkan diri di kaki Fransiskus dengan lembut seperti seekor anak domba.

Kemudian Fransiskus mengajak serigala itu membuat suatu perjanjian dengan penduduk kota Gubbio. Dari pihak serigala, ia harus berjanji bahwa ia takkan mengganggu dan melakukan kejahatan dengan penduduk kota Gubbio lagi. Dari pihak penduduk kota Gubbio, mereka berjanji, akan menyediakan makanan yang dibutuhkan serigala itu setiap hari. Dan sebagai jaminan bahwa perjanjian itu akan dilaksanakan dan ditepati, maka Fransiskus mengulurkan tangannya, dan serigala itu mengangkat kaki depannya dan menempatkannya dengan lembut dalam tangan Fransiskus, sebagai bukti kesetiaannya.

Fransiskus Pencinta Damai dan Pelindung Kelestarian Alam

Dari kisah di atas dapat diketahui, bahwa Fransiskus Asisi memang sungguh-sungguh seorang yang mencintai kehidupan damai dan hidup bersaudara dengan semua makhluk ciptaan.

Bahwa Fransiskus dikenal luas sebagai pencinta damai dapat dibuktikan dalam pertemuan para pemimpin agama sedunia yang diadakan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 27 Oktober 1986. Pada waktu itu pertemuan tidak diadakan di kota Roma ataupun kota besar yang lain, melainkan di kota Assisi. Di sana pertama kalinya semua pemimpin agama sedunia bersatu dalam doa untuk perdamaian dunia. Mengapa kota Assisi yang dipilih? Karena mereka tahu bahwa Fransiskus Assisi adalah pelopor perdamaian bagi semua agama.

Fransiskus Assisi juga dikenal sebagai pelindung kelestarian alam, terbukti dengan dikukuhkannya beliau oleh Paus Yohanes Paulus II, sebagai “Pelindung Pemeliharaan Kelestarian Lingkungan Hidup”, pada 29 November 1979.

Melihat kehidupan Fransiskus yang dipenuhi dengan damai dan cinta akan lingkungan hidup, mungkin timbul pertanyaan di hati kita. Bagaimana Fransiskus sungguh dapat hidup damai dengan semua orang dan semua makhluk? Sumber-sumber inspirasi manakah yang ia gali sehingga ia dapat hidup harmonis dengan seluruh ciptaan?

Semua pertanyaan ini sumbernya hanya pada satu pribadi yang agung dan karismatis, yakni Yesus Kristus, Tuhan kita yang kisah hidup dan pandangan-pandangan-Nya dapat dikenal melalui Kitab Suci. Kalau  Fransiskus dikenal sebagai pencinta damai, maka ia belajar hidup dalam damai itu dari Yesus.

Pertama, Fransiskus tentu belajar dari ucapan yang penting dan fundamental dari Yesus yang bangkit – seperti kita dengarkan dalam Injil Yohanes – “Damai sejahtera bagi kamu!” (Yoh 20:19; 21). Jadi dari teks ini Fransiskus tentu menyadari bahwa sumber kedamaian sejati itu datangnya dari Tuhan.

Kedua, Fransiskus tentu memahami juga, bahwa di dalam Yesus lah surga dan bumi diperdamaikan dan dipersatukan kembali dengan Allah yang mahakuasa (SurOr 13; bdk. Kol 1:20).

Ketiga, Fransiskus tentunya dipengaruhi oleh Sabda Bahagia yang berkata, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” (Mat 5:9). Orang yang membawa damai ini oleh Fransiskus ditafsirkan sebagai “orang yang dalam segala penderitaannya di dunia ini tetap memelihara kedamaian dalam jiwa dan raganya demi cinta kasih kepada Tuhan kita Yesus Kristus” (Pth XV).

Kalau Fransiskus dikenal sebagai pelindung kelestarian lingkungan hidup, maka gelar ini dikenakan kepadanya karena selama hidupnya ia sungguh-sungguh bersikap sebagai saudara terhadap seluruh alam ciptaan. Dan puncak dari doa dan semua tulisan Fransiskus, tampak dalam “Kidung Saudara Matahari”, di mana semua makhluk ciptaan, ia undang untuk bersyukur dan memuji Allah. Bahwa Fransiskus dapat hidup bersaudara dengan seluruh alam ciptaan ini: matahari, bulan. Bintang, angin, air, api dan ibu pertiwi (tanah), semua itu karena Fransiskus dapat melihat kehadiran Kristus dalam seluruh ciptaan. Kehadiran Kristus dalam ciptaan ini sudah ditegaskan oleh Paulus, “Sebab dalam Kristus telah diciptakan segala sesuatu, baik di angkasa maupun di bumi: baik yang kelihatan maupun yang tak kelihatan, singgasana, kerajaan, pemerintah dan penguasa. Segala sesuatu diciptakan dengan perantaraan-Nya dan untuk Dia” (Kol 1:16).

Jika seluruh ciptaan bersaudara, maka itulah hasil karya penyelamat yang memperdamaikan segala-galanya dalam diri-Nya. Kalau makhluk-makhluk dilihat sebagai saudara-saudari yang disatukan secara akrab, hal itu terjadi, karena Kristus menerima semua makhluk ke dalam cinta-Nya yang tak kenal batas. Walaupun ciptaan amat besar dan luas, namun dalam pandangan Fransiskus semua disatukan dalam cinta yang sama, “karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia telah nyata.” (Tit 2:11).

Menuju Hidup dalam Damai dan Cinta akan Alam

Menjadi seorang pembawa damai dan seorang yang memperjuangkan kelestarian alam seperti Fransiskus pada dunia dewasa ini masih sangat relevan.

Coba saja faktanya kita lihat. Pilkada di beberapa daerah di Indonesia menuai konflik: bentrokan antar pendukung dan perusakan fasilitas-fasilitas umum. Di tingkat internasional konflik Israel dan Palestina yang telah berlangsung bertahun-tahun sampai sekarang juga belum menemukan solusinya.

Di bidang lingkungan hidup, kita juga tahu, bahwa laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan. [Badan Planologi Dephut, 2003].”

Di tengah situasi yang mengancam perdamaian dan kelestarian lingkungan ini, baik dalam skala kecil dalam rumah tangga kita masing-masing, di komunitas kita, maupun dalam lingkungan masyarakat kita, kita sebagai orang beriman diundang menjadi pembawa damai dan pencipta kelestarian lingkungan. Bagaimana tugas perutusan ini dapat kita wujudkan?

Pertama, kita sendiri harus mengalami diri kita didamaikan dengan Tuhan. Artinya dalam kehidupan kerohanian kita, kita sendiri harus mengalami bahwa aku dikasihi Tuhan; bahwa dosa-dosaku telah ditebus oleh-Nya di kayu salib; bahwa Dia selalu menyertai aku dalam seluruh hidupku. Sehingga dalam hidupku aku merasa aman dalam tangan Tuhan. Dan untuk dapat mencapai pengalaman iman yang menyembuhkan, mengutuhkan dan mendamaikan ini, kita harus sungguh berserah diri kepada Tuhan.

Kedua, kita harus mendengarkan apa yang dikatakan St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma, “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang.” (Rm 12:18). Apa artinya kata-kata Paulus ? Artinya Paulus menyadari, bahwa hidup dalam perdamaian bersama orang lain itu tidaklah mudah. Kita memang ingin hidup dalam damai, tetapi selalu ada saja hal yang membuat kita kemudian menjadi jengkel, marah, dan kemudian mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati, dan kemudian kita menjadi menyesal lagi. Namun di tengah kesulitan untuk menciptakan perdamaian ini kita tidak boleh menyerah. Dalam situasi apapun sedapat-dapatnya kita diminta berjuang untuk hidup berdamai dengan orang lain. Prinsip di sini yang dapat kita pegang – menurut Paulus adalah – “Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” (Rm 12:21)

Ketiga, untuk bisa hidup menghargai sesama ciptaan, baik binatang maupun tumbuhan, kita harus mampu seperti Fransiskus melihat makhluk ciptaan dari sudut pandang Allah sendiri. Chesterton ketika mengomentari “Kidung Saudara Matahari“ karya Fransiskus mengatakan kepada kita, “Fransiskus dalam pengalaman mistik telah membuat “salto” dengan memandang semua ciptaan dari pihak Allah, dan sesudahnya, ia kembali ke dunia ini dan sejak saat itu, ia melihat dan mengalami semua makhluk dalam bentuk abadi dan sempurna.”

Marilah bersama Fransiskus, kita ciptaan perdamaian di rumah kita, tempat kita bekerja, dan di manapun kita berada; marilah kita hormati juga segala makhluk ciptaan lain, kita pelihara lingkungan hidup kita, sehingga dunia kita semakin menjadi harmonis dan indah, karena kita semua memantulkan keindahan pencipta kita, yakni Yesus Kristus Tuhan kita.

Sumber: F. Cahyo Widiyanto, dlm http://pontianak.kapusin.org/?p=16

Gita Sang Surya

GITA SANG SURYA
Sebelum mengakhiri hidupnya, St. Fransiskus Asisi sempat membuat doa yang sangat indah. Dalam doa itu, St. Fransiskus mengajak semua ciptaan untuk hidup harmoni dalam damai. Dikisahkan bahwa ketika terjadi pertikaian antara Uskup dengan penguasa Asisi, dua murid Fransiskus yang hadir dalam pertemuan perdamaian itu menyanyikan syair doa ini. Dan terjadilah kedamaian antara uskup dan penguasa Asisi itu.

Untuk itu, mari kita doakan doa ini untuk kedamaian dunia.


Tuhanku maha mulia mahakuasa
Lagi penyayang, segala pujian dan syukur hormat kepada-Mu
Segala berkat kepada-Mu saja
Diucap nama-Mu insan tiada pantas

Pujian pada-Mu Tuhan karna sang Surya
Saudara termulia bercahaya sinar siangnya
Terpancar amat indah, dipancarkan dari Kau
Oh Tuhan bahasa dan lambang

Pujian pada-Mu Tuhan karna langit langgah
Udara serta segala cuaca, malang mujurnya
Kalian makhluk mengadu untungnya
Karna saudara pawana terpujilah Dikau

Pujian pada-Mu Tuhan karna bulan bintang
Yang Kau pasangkan utuh candra indah
Serta kartika menghias cakrawala
Mewartakan kebesaran Allah nan mahakuasa

Pujian pada-Mu Tuhan karna laut limpah
Saudara budiman samudra lawah
Beralap santun di ombak ria melambungkan
Lagu kepada Tuhan terpuji yang Mahakuasa

Pujian pada-Mu Tuhan karna nyala api
Pawang musafir malam nan perkasa
Giat sentosa siap di malam kelam
Terpujilah karna agni suci tangkas dan perkasa

Pujian pada-Mu Tuhan karna saudara Maut
Darinya tidak luput insan makhluk
Seluruh dunia alam nan fana siap menghadapi
Maut nan berbahagia pawang alam baka

Pujian pada-Mu Tuhan karena umat kudus
Yang menanggung derita dan bencana
Pada-Mu jaya penyabar menderita
Kepada-Mu dikaruniakan mahkota mustaka

Pujian pada-Mu oh Tuhan pengasih
Syukur pada-Mu ya Allah Maha penyayang. Amin

by: Fransiskus Asisi

Renungan Hari Kamis Biasa XXVI - Thn II

  Renungan Hari Kamis Pekan Biasa XXVI B/II
Bac I  Ayb 19: 21 – 27; Injil       Luk 10: 1 – 12

Injil hari ini mengisahkan pengutusan para murid oleh Yesus. Harus dibedakan murid dalam kisah ini dengan keduabelas rasul. Murid dalam kisah ini berjumlah 72 orang. Mereka diutus berdua-dua untuk mendahului Yesus ke kota-kota yang akan dikunjungi Yesus nantinya. Artinya, mereka ini bertugas untuk menyiapkan kedatangan Yesus.

Dalam sabda-Nya kepada para murid yang akan diutus itu, Yesus menyampaikan nasehat kepada mereka. Ada banyak nasehat yang disampaikan, namun dapat dirangkum menjadi dua saja.

Pertama, Yesus mau menyadarkan para murid bahwa tugas perutusan ini bukanlah gampang. Di sini Yesus menghendaki agar nantinya ketika mereka menghadapi kesulitan mereka tidak kaget dan langsung menyerah. Memberitahukan situasi di depan bertujuan agar mereka siap menghadapinya. Tidak mudah menyerah dan putus asa dapat dibentuk sejak awal.

Kedua, Yesus mau mengajak para murid yang diutus untuk fokus pada tugas perutusan itu. Mereka tak perlu memikirkan soal upah, kenyamanan, keamanan, bahkan komunikasi dengan orang lain. Tetaplah berkonsentrasi dengan tugas mewartakan kerajaan Allah sudah dekat. Inilah harapan Yesus. Jangan memikirkan yang lainnya.

Sabda Tuhan ini dapat kita terapkan dalam kehidupan kita. Kehadiran kita di dunia kita saat ini ibarat domba di tengah serigala. Ada banyak tantangan, godaan dan cobaan. Hidup terasa sulit. Untuk itulah pertama-tama kita mesti menyadarinya. Dengan kesadaran itu maka kita siap menghadapinya. "Siap" di sini bukan berarti bahwa kita akan selalu berhasil, melainkan bahwa kita mau berusaha dan berjuang. Soal berhasil atau gagal bukan adalah masalah lain. Kesiapan itu membuat kita dapat menerima keberhasilan dan kegagalan.

Tuhan juga menghendaki agar kita dapat fokus pada tugas-tugas kita. Namun lebih dari pada itu, hendaklah kita menyadari bahwa kita juga diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah dalam kehidupan kita.

by: adrian

Orang Kudus 4 Oktober: St. Fransiskus Asisi

SANTO FRANSISKUS ASISI, PENGAKU IMAN
Giovanni Francesco Bernardone lahir di Asisi, daerah pegunungan Umbria, Italia Tengah pada tahun 1182. Ayahnya, Pietro Bernardone, seorang pedagang kain yang kaya raya; sedangkan ibunya, Yohana Dona Pica, seorang putri bangsawan picardia, Perancis. Ia dipermandikan dengan nama ‘Giovanni Francesco Bernardone’ tetapi kemudian lebih dikenal dengan nama ‘Francesco’ karena kemahirannya berbahasa Perancis yang diajarkan ibunya.

Ia sangat dimanja ayahnya sehingga berkembang menjadi seorang pemuda yang suka berfoya-foya dan pemboros. Pada umur 20 tahun ia bersama teman-temannya terlibat sebagai prajurit dalam perang saudara antara Asisi dan Perugia. Dalam pertempuran itu ia ditangkap dan dipenjarakan selama 1 tahun sehingga jatuh sakit setelah dibebaskan. Pengalaman pahit ini menandai awal hidupnya yang baru. Ia tidak tertarik lagi dengan usaha dagang ayahnya dan corak hidup mewahnya dahulu. Sebaliknya ia lebih tertarik pada corak hidup sederhana dan miskin sambil lebih banyak meluangkan waktunya untuk berdoa di gereja, mengunjungi orang-orang di penjara dan melayani orang-orang miskin dan sakit. Sungguh suatu keputusan pribadi yang datang di luar bayangan orang sedaerahnya dan orang tuanya.

Tak lama kemudian ketika sedang berdoa di gereja San Damian di luar kota Asisi, ia mendengar suatu suara keluar dari Salib Yesus, “Fransiskus, perbaikilah rumahku yang hampir roboh ini!” Fransiskus tertegun sebenatar lalu dengan yakin mengatakan bahwa suara itu adalah suara Yesus sendiri. Segera ia lari ke rumah. Tanpa banyak pikir dia mengambil setumpuk kain mahal dari gedung ayahnya lalu menjual kain-kain itu. Uang hasil penjualan kain itu diberikan kepada pastor paroki San Damian untuk membiayai perbaikan gereja itu. Tetapi pastor menolak pemberiannya itu.

Ayahnya marah besar lalu memukul dan menguncinya di dalam sebuah kamar. Ibunya jatuh kasihan lalu membebaskan dia dari kurungan itu. Setelah dibebaskan ibunya, ia kembali ke gereja San Damian. Ayahnya mengikuti dia ke sana, memukulnya sambil memaksanya mengembalikan uang hasil penjualan kain itu. Dengan tenang ia mengatakan bahwa uang itu sudah diberikannya kepada orang-orang miskin. Ia juga tidak mau kembali lagi ke rumah meskipun ayahnya menyeret pulang. Ayahnya tidak berdaya lalu meminta bantuan Uskup Asisi untuk membujuk Fransiskus agar mengembalikan uang itu. Fransiskus patuh pada uskup. Di hadapan Uskup Asisi, ia melucuti pakaian yang dikenakannya sambil mengatakan bahwa pakaian-pakaian itu pun milik ayahnya. Dan semenjak saat itu hanya Tuhan-lah yang menjadi ayahnya. Sang uskup memberikan kepadanya sehelai mantel dan sebuah ikat pinggang. Inilah pakaian para gembala domba dari Umbria, yang kemudian menjadi pakaian para biarawan Fransiskan.

Fransiskus tidak kecut apalagi sedih hati dengan semua yang terjadi atas dirinya. Ia bahkan dengan bangga berkata, “Nah, sekarang barulah aku dapat berdoa sungguh-sungguh Bapa kami yang ada di surga.” Dan semenjak itu sabda Yesus, “Barangsiapa yang mau mengikuti Aku, ia harus menjual segala harta kekayaannya dan membagikannya kepada orang miskin” menjadi dasar hidupnya yang baru. Sehari-harian ia mengemis sambil berkotbah kepada orang-orang yang ada di sekitar gereja San Damian. Ia menolong orang-orang miskin dan penderita lepra dengan uang yang diperoleh setiap hari. Ia sendiri hidup miskin. Kalau ia berbicara tentang nasehat-nasehat Injil, ia menggunakan bahasa lagu-lagu cinta yang populer dan bahasa-bahasa puitis. Ia sendiri rajin menyusun puisi-puisi dan selalu membacakannya keras-keras kalau ia berjalan-jalan.

Ia disebut orang sekitar dengan nama ‘Poverello’ (lelaki miskin). Cara hidupnya yang miskin tetapi selalu gembira dan penuh cinta pada orang-orang miskin dan sakit, menarik minat banyak pemuda. Pada 1209, ada tiga orang bergabung bersamanya: Bernardus Guantevale, seorang pedagang kaya; Petrus Katana, seorang pegawai; dan Gilles, seorang sederhana dan bijak. Harta benda mereka dipakai untuk melayani kaum miskin dan orang-orang sakit. Bersama dengan ketiga orang itu, Fransiskus membentuk sebuah komunitas persaudaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah ordo, yaitu ‘ Ordo Fransiskan’ atau ‘Ordo Saudara-saudara Dina.” Tak ketinggalan wanita-wanita. Klara, seorang gadis Asisi meninggalkan rumahnya dan bergabung bersamanya. Bagi Klara dan kawan-kawannya, Fransiskus mendirikan sebuah perkumpulan khusus. Itulh awal dari Kongregasi Suster-suster Fransiskan atau Ordo Kedua Fransiskan.

Fransiskus ditahbiskan menjadi diakon dan mau tetap menjadi seorang diakon sampai mati. Ia tidak mau ditahbiskan menjadi imam. Lebih dari orang-orang lain, Fransiskus berusaha hidup menyerupai Yesus Kristus. Ia menekankan kemiskinan absolut bagi para pengikutnya waktu itu. Sebagai tambahan pada kaul kemiskinan, kemurnian dan ketaatan, ia menekankan juga penghayatan semangat cinta persaudaraan dan kesederhaan hidup. Ordo Benediktin yang sudah lama berdiri memberi mereka sebidang tanah.

Demi sahnya komunitas yang dibentuknya dan aturan hidup yang disusunnya, ia berangkat ke Roma pada tahun 1210 untuk meminta restu dari Sri Paus Innosensius III (1198 – 1216). Mulanya Sri Paus menolak. Tetapi pada suatu malam dalam mimpinya, paus melihat tembok-tembok Basilika Santo Yohanes Lateran berguncang dan Fransiskus sendiri menopangnya dengan bahunya. Pada waktu pagi, paus langsung memberikan restu kepada Fransiskus tanpa banyak bicara.

Lagi-lagi Ordo Benediktin menunjukkan perhatiannya kepada Fransiskus dan kawan-kawannya. Kapela Maria Ratu para Malaikat di Portiuncula, milik para rahib Benediktin, kira-kira dua mil jauhnya dari kota Asisi, diserahkan kepada Fransiskus oleh Abbas Ordo Benediktin. Fransiskus gembira sekali. Ia mulai mendirikan pondok-pondok kecil dari kayu di sekitar kapela itu sebagai tempat tinggal mereka yang pertama. Kemudian Chiusi, seorang tuan tanah di daerah itu, memberikan kepadanya sebidang tanah di atas bukit La Verna, di bilangan bukit-bukit Tuccan. La Verna kemudian dijadikan sebagai tempat berdoa dan bermeditasi.

Semangat kerasulannya mulai membara dari hari ke hari. Dalam hatinya mulai tumbuh keinginan besar untuk mempertobatkan orang-orang muslim di belahan dunia Timur. Ia mulai menyusun rencana perjalanan ke Timur. Pada musim gugur tahun 1212, ia bersama seorang kawannya berangkat ke Syria. Tetapi nasib sial menghadang mereka di pertengahan jalan. Kapal yang mereka tumpangi karam dan mereka terpaksa kembali lagi ke Italia. Tetapi ia tidak putus asa. Ia mencoba lagi dan kali ini ia mau pergi ke Maroko melalui Spanyol. Tetapi sekali lagi niatnya tidak bisa terlaksana karena ia jatuh sakit. Pada bulan Juni 1219 ia sekali lagi berangkat ke belahan dunia Timur bersama 12 orang temannya. Mereka mendarat di Damaitea, delta sungai Nil, Mesir. Di sana mereka menggabungkan diri dengan pasukan Perang Salib yang berkemah di sana. Nasib sial menimpa dirinya. Ia ditahan oleh Sultan Mesir. Saat itu menjadi suatu peluang baik baginya untuk berbicara dengan sultan islam itu. Sebagai tawanan ia minta izin untuk berbicara dengan Sultan Mesir itu. Ia berharap dengan pertemuan dan pembicaraan dengan sultan, ia dapat mempertobatkannya. Sultan menerima dia dengan baik sesuai dengan adat sopan santun ketimuran. Namun pertemuan itu sia-sia saja. Sultan tidak bertobat dan menyuruhnya pulang kepada teman-temannya di perkemahan setelah mendengarkan kotbahnya.

Setelah beberapa lama berada di Tanah Suci, Fransiskus dipanggil pulang oleh komunitasnya. Selama beberapa tahun ia berusaha menyempurnakan aturan hidup komunitasnya. Selain itu ia mendirikan lagi Ordo Ketiga Fransiskan. Ordo ini dikhususkan bagi umat awam yang ingin mengikuti cara hidup dan ajarannya sambil tetap mengemban tugas sebagai bapak-ibu keluarga atau tugas-tugas lain di dalam masyarakat. Para anggotanya diwajibkan juga mengikrarkan kaul kemiskinan dan kesucian hidup. Kelompok ini lazim disebut kelompok ‘Tertier’. Tugas pokok mereka ialah melakukan perbuatan-perbuatan baik di dalam keluarga dan masyarakat dan mengikuti cara hidup Fransiskus tanpa menarik diri dari dunia.

Ordo Fransiskan ini berkembang dengan pesat dan menakjubkan. Dalam waktu relatif singkat komunitas Fransiskan bertambah banyak jumlahnya di Italia, Spanyol, Jerman dan Hungaria. Pada 1219 anggotanya sudah 5000 orang. Melihat perkembangan yang menggembirakan ini maka pada 1222, Paus Honorius III (1216 – 1227) secara resmi mengakui komunitas religius Fransiskan beserta aturan hidupnya.

Pada tahun 1223, Fransiskus merayakan Natal di daerah Greccio. Upacara malam natal diselenggarakan di luar gereja. Dia menghidupkan kembali gua Betlehem dengan gambar-gambar sebesar bdan. Penghormatan kepada kanak-kanak Yesus yang sudah menjadi suatu kebiasaan  Gereja dipopulerkan oleh Fransiskus bersama para pengikutnya.

Pada umur 43 tahun, ketika sedang berdoa di bukit La Verna, sekonyong-konyong terasa sakit badannya dan muncul di kaki dan tangan serta lambungnya luka-luka sayang sama seperti luka-luka Yesus. Itulah ‘stigmata’ Fransiskus. Luka-luka itu tidak pernah hilang sehingga menjadi sumber rasa sakit dan kelemahan tubuhnya. Semenjak peristiwa ajaib itu, Fransiskus mulai mengenakan sepatu dan mulai menyembunyikan tangan-tangannya di balik jubahnya.

Fransiskus dikagumi orang-orang sezamannya bahkan hingga kini karena berbagai karunia luar biasa yang dimilikinya. Ia dijuluki ‘sahabat alam semesta’ karena cintanya yang besar dan dalam terhadap alam ciptaan Tuhan. Semua ciptaan menggerakkan jiwanya untuk bersyukur kepada Tuhan dan memuliakan keagungan-Nya. Seluruh alam raya beserta isinya benar-benar berdamai dengan Fransiskus. Ia berbincang-bincang dengan semua ciptaan seperti layaknya dengan manusia. Semua disapanya sebagai ‘saudara’: saudara matahari, saudari bulan, saudara burung-burung, dll. Ia benar-benar menjadi sahabat alam dan binatang.

Lama kelamaan kesehatannya semakin menurun dan pandangan matanya mulai kabur. Dalam kondisi itu ia menyusun karyanya yang besar ‘Gita Sang Surya’. Salah satu kidung di dalamnya, yang melukiskan tentang keindahan saling mengampuni, dipakainya untuk mendamaikan uskup dengan penguasa Asisi yang sedang bertikai. Ia diminta untuk mendamaikan keduanya. Untuk itu ia menganjurkan agar perdamaian itu dilakukan di halaman istana uskup bersama beberapa imam dan pegawai kota. Ia sendiri tidak ikut serta dalam pertemuan perdamaian itu. Namun ia mengutus dua orang rekannya ke sana dengan instruksi untuk menyanyikan lagu ‘Gita Sang Surya’, yang telah ia tambahi dengan satu bagian tentang keindahan saling mengampuni. Ketika mendengar nyanyian yang dibawakan dengan begitu indah oleh dua orang biarawan Fransiskan itu, uskup dan penguasa Asisi itu langsung berdamai tanpa banyak bicara.

Menjelang tahun-tahun terakhir hidupnya ia mengundurkan diri. Sebab, di antara saudara-saudara seordo terjadi selisih paham mengenai penghayatan hidup miskin seperti yang dicintai dan dihayatinya sendiri. Pada tanggal 3 Oktober 1226 dalam umur 44 tahun Fransiskus meninggal dunia di kapela Potiuncula. Dua tahun berikutnya ia langsung dinyatakan ‘kudus’ oleh Gereja.

Fransiskus adalah orang kudus besar yang dikagumi Gereja dan seluruh umat hingga kini. Kebesarannya terletak pada dua hal berikut: kegembiraannya dalam hidup sederhana, menderita lapar dan sakit dan pada cintanya yang merangkul seluruh ciptaan. Ketika Gereja menjadi lemah san sakit karena lebih tergiur dengan kekayaan dan kekuasaan duniawi, Fransiskus menunjukkan kembali kekayaan iman kristen dengan menghayati sungguh-sungguh nasehat-nasehat dan cita-cita Injil yang asli: kerendahan hati, kemiskinan dan cinta

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun