Selasa, 23 Desember 2014

Natal, Kesederhanaan & Penyelamatan Bumi

Natal, bagi umat kristiani, merupakan peristiwa iman. Dengan peristiwa natal umat kristen merayakan syukur atas Allah yang Maha Kasih, yang mau peduli pada nasib manusia. Kepedulian Allah itu terlihat dalam penjelmaan-Nya menjadi manusia (inkarnasi). Allah mau mengangkat (baca: menyelamatkan) umat manusia dari lumpur keberdosaanya. Oleh karena itu, Allah “turun” ke dunia “dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Flp 2: 7). Bagaimana hal ini bisa dipahami, tentulah sulit untuk dicerna akal manusia. Namun tidak secara imani. Karena itulah natal dikenal sebagai peristiwa iman.
Ireneus dari Lyon, seorang bapa Gereja yang hidup abad kedua pernah berkata bahwa Allah menjadi manusia agar manusia menjadi seperti Allah (bdk. Adversus haereses, III, 10, 2). Kiranya ucapan Ireneus ini tidaklah berlebihan. Ada banyak sumber Kitab Suci yang bisa dijadikan rujukannya. Ireneus tidak memaksudkan pernyataannya sebagai bentuk pelecehan keilahian Allah. Justru dalam peristiwa inkarnasi, Allah menjadi manusia, terlihat keistimewaan Tuhan Allah: ke-Allah-an Tuhan tidak hanya tampak dalam keilahian-Nya melainkan juga terlihat dalam kemanusiaan-Nya.
Kapan persisnya Allah menjelma menjadi manusia (baca: kelahiran Yesus), tak ada satu orang pun yang tahu. Komite Para Uskup yang ditunjuk oleh Paus Julius I (337-352) sepakat bahwa natal itu jatuh pada 25 Desember, mengambil tradisi kafir akan penghormatan dewa Matahari yang tak terkalahkan (sol invictus). Maka dari itu, setiap kali memasuki bulan Desember, selalu suasana natal langsung terasa. Hal itu terlihat dari ikon-ikon natal yang ada di mana-mana, khususnya di pusat-pusat perbelanjaan.
Natal kini sudah menjadi ajang konsumtivisme dunia. Dengan adanya ikon-ikon natal di setiap pusat-pusat perbelanjaan, seakan-akan ada seruan, “Mari, belanjalah! Persiapkanlah rumah Anda dengan pernak-pernik natal!” Jelas, bahwa seruan ini seakan telah menggantikan seruan Yohanes Pembaptis, “Persiapkanlah jalan bagi Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.” (Mat 3: 3).
Yesus Lahir dalam Kesederhanaan
“Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.” (Luk 2: 6 – 7).
Inilah sepenggal catatan sejarah kelahiran Yesus, yang hanya ada dalam Injil Lukas. Memang tidak ada keterangan rinci mengenai tempat kelahiran Yesus, namun Gereja mengakui kalau Maria melahirkan bayinya di dalam kandang hewan. Tak jelas juga apakah kandang itu bekas atau masih dipakai.
Apa yang mau dikatakan dari peristiwa ini? Yesus lahir dalam kesederhanaan. Tidak ada pesta, hingar bingar musik (kecuali kidung surgawi para malaikat) atau kelap-kelip kemilau lampu hias dan kembang api. Bayi Yesus lahir hanya dibungkus dengan kain lampin, bertemankan lenguhan sapi dan dengungan nyamuk dan serangga malam; hanya cahaya pelita kecil dan jutaan cahaya bintang di angkasa. Sangat sederhana.
Itulah natal perdana. Kiranya pesan yang mau disampaikan adalah jelas, yaitu ajakan untuk hidup sederhana. Bukankah perayaan natal mengajak umat manusia untuk bersyukur atas Allah yang peduli terhadap manusia? Bersyukur merupakan salah satu wujud atau ciri khas orang sederhana. Orang yang sederhana adalah orang yang selalu bersyukur atas apa yang terjadi dalam hidupnya.
Dan kini orang kristen mau mengenangkan natal awal itu dengan sebuah perayaan; dengan sebuah pesta. Sayangnya natal sekarang sungguh bertolak belakang dengan natal perdana. Manusia jaman sekarang lebih menitikberatkan pada aspek pestanya dari pada inti natal itu sendiri. Ditambah lagi dengan budaya hedonis dan semangat konsumtif, membuat makna natal itu menjadi kabur.
Sungguh sebuah ironisme. Menjelang perayaan natal, umat kristiani sering kali diajak untuk mempersiapkan hatinya sebagai palungan bagi kanak-kanak Yesus. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Umat kristen sibuk membuat kandang natal dengan hiasan dan kerlap-kerlip lampu natal sedangkan hatinya dipenuhi dengan nafsu hedonis-konsumtif. Ada kesan kalau manusia sekarang berkata, “Yesus, kami sudah siapkan palungan bagi-Mu dengan segala kemegahan. Tidurlah di sana. Jangan di hati kami.” Karena itu, momen natal sering menjadi ajang pamer baju baru, pohon natal baru, mobil baru dan lain-lain yang serba baru. Hati manusia dipenuhi dengan iri hati dan persaingan.
Natal dan Global Warming

Orang Kudus 23 Desember: St. Servulus

SANTO SERVULUS, PENGAKU IMAN
Karena tertimpa sesuatu penyakit, sekujur tubuh Servulus menjadi lumpuh. Ia tidak dapat duduk atau berdiri tegak, bahkan menggerakkan tangannya pun ia tidak mampu. Setiap hari ibu dan kakaknya membaringkan dia di pintu gerbang Gereja Santo Klemens di Roma. Di situ ia menantikan belaskasih orang-orang yang lewat di pintu gerbang itu. Salah satu keunggulan Servulus ialah ia dengan senang hati menyisihkan sedikit uang dari pendapatannya untuk teman-emannya yang senansib dengannya. Banyak orang kagum akan kesabaran dan ketabahannya dalam menanggung beban penderitaannya.

Servulus pasrah kepada Tuhan. Dalam kemalangannya itu ia tidak lupua berdoa dan bersyukur kepada Tuhan atas semua yang telah diterimanya dari belaskasih begitu banya orang. keadaan hina serta penderitaannya menjadi berkat dan sumber keselamatan serta sarana mencapai kesucian hidup. Ketika mendekati ajalnya, si pengemis itu memohon teman-temannya untuk berdoa dan menyanyikan mazmur baginya. Ia meninggal dunia pada tahun 590.

sumber: Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 23 Desember:

Renungan Hari Selasa Adven IV - B

Renungan Hari Selasa Adven IV, Thn B/I
Bac I    Mal 3: 1 – 4; 4: 5 – 6; Injil               Luk 1: 57 – 66;

Injil hari ini, yang merupakan kelanjutan dari Injil kemarin, berkisah tentang kelahiran Yohanes Pembaptis. Kelahiran Yohanes Pembaptis mendatangkan sukacita, bukan saja bagi keluarga Zakaria dan Elisabeth, melainkan juga warga kampung. Mereka melihat rahmat Allah dalam peristiwa itu. Kuasa Allah kembali mereka lihat dalam peristiwa penamaan anak yang baru dilahirkan Elisabeth. Mereka sungguh melihat bahwa “Tangan Tuhan menyertai dia.” (ay. 66). Di sini mau ditunjukkan bahwa memang Yohanes Pembaptis merupakan bagian dari rencana karya keselamatan Allah. Kehadirannya sudah diramalkan.

Ramalan akan kehadiran Yohanes Pembaptis dapat ditemui dalam bacaan pertama hari ini. Dalam Kitab Maleakhi, yang menjadi bacaan pertama, diungkapkan bahwa Tuhan akan mengutus utusan-Nya untuk mendahului-Nya. Utusan ini akan menyiapkan jalan bagi umat di hadapan Tuhan. Utusan ini akan terlebih dahulu memurnikan umat dari dosa-dosa mereka melalui pertobatan. Jadi, apa yang diungkapkan Tuhan melalui mulut Nabi Maleakhi, merupakan nubuat akan kehadiran Yohanes Pembaptis yang mendahului Tuhan Yesus.

Dapatlah dikatakan bahwa Injil hari ini merupakan pemenuhan nubuat Nabi Maleakhi, dalam bacaan pertama. Yohanes Pembaptis hadir lebih dahulu. Ia datang untuk menyiapkan umat bagi kedatangan Tuhan Yesus. Seruan Yohanes Pembaptis menjadi santer terdengar di saat kita menyiapkan diri menyambut pesta kelahiran Tuhan Yesus. Kita juga diajak untuk mempersiapkan diri dan hati kita bagi kedatangan Tuhan. Salah satu persiapan itu adalah dengan pertobatan. Tobat merupakan bentuk pemurnian hati sehingga Tuhan Yesus menjadi pantas datang bersemayam dalam hati kita.

by: adrian