Sabtu, 13 April 2013

Memahami Allah Tritunggal

TRITUNGGAL DAN TRITEISME
HIDUPKATOLIK.com - Sahabat saya yang beragama Islam mengatakan bahwa Bunda Maria adalah salah satu Allah dalam Tritunggal Mahakudus. Mengapa ada ajaran yang demikian? Mohon penjelasan tentang pengertian Tritunggal.
Albertus Fajar Mulyono, Pamekasan

Pertama, perlu diperhatikan bahwa ajaran tentang Tritunggal Mahakudus tidak sama dengan ajaran tentang adanya tiga Allah. Ajaran tentang Tritunggal Mahakudus mengatakan bahwa hanya ada SATU Allah dalam TIGA pribadi. Ketiga Pribadi itu ialah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dalam arti ini Gereja sangat memegang teguh monoteisme, artinya hanya ada satu Allah. Adanya tiga pribadi ilahi itu tidak sama dengan adanya tiga Allah. Sedangkan ajaran tentang adanya tiga Allah disebut Triteisme, bukan Tritunggal. (uraian tentang Tritunggal, lihat HIDUP 2007 no. 22, 3 Juni 2007) Baik Kitab Suci Gereja Katolik maupun Alquran menentang Triteisme ini. Alquran menentang dengan keras ajaran Triteisme, seperti nampak dalam ayat berikut: ”Hai Isa putera Maryam, adakah engkau mengatakan kepada manusia, ‘jadikanlah aku dan ibuku menjadi dua Tuhan selain Allah?’” (Sura 5:116). Ayat ini hendak menegaskan bahwa hanya ada satu Allah.

Kedua, dari ayat di atas secara implisit nampak pengertian Alquran tentang Tritunggal, yaitu Allah Bapa, Isa dan Maryam. Bagaimana terjadinya salah pengertian ini? Para ahli menunjukkan beberapa hipotese: a) dalam lingkungan Nabi Muhammad SAW, orang Kristiani sendiri memandang Maryam sebagai Allah. Misalnya, Uskup Epifanius, pada abad IV mengatakan bahwa di negeri Arab, ada wanita-wanita yang menghormati Maria sebagai Allah. b) Orang-orang Kristiani begitu tinggi menghormati Maria, sehingga orang-orang lain menafsirkan hal itu sebagai penyembahan kepada Allah. c) Nabi Muhammad SAW sudah mendengar tentang ajaran Tritunggal. Ia mengidentifikasikan Roh Kudus dengan Isa, Kemudian, sebagai tokoh ketiga diidentifikasinya sebagai Maryam. Karena itu, banyak saudara-saudari Islam yang yakin bahwa orang-orang Katolik menghormati Maryam sebagai Allah. Tidak mudah mengubah keyakinan ini.

Ketiga, Sa’id Nafi Ilam dalam bukunya Clear Proofs from the Koran berpendapat bahwa dalam Sura 2:253 (Sapi betina) secara implisit diungkapkan apa yang kita mengerti sebagai Tritunggal: ”Dan Kami beri Isa putra Maryam beberapa keterangan (mukjizat) serta kami perkuat Dia dengan Ruhulqudus.”

Dalam analisanya atas teks bahasa Arab tersebut, Sa’id membedakan adanya tiga pihak, yaitu Mu’ayyid (yang meneguhkan), Mu’ayyad (yang diteguhkan) dan Mu’- ayyad bi-hi (sarana yang digunakan untuk meneguhkan). Kata pertama (Mu’ayyid) merujuk kepada Allah, yang berkata ”Kami perkuat Dia (Yesus).” Orang Kristen menyebutnya Allah Bapa. Kata kedua (Mu’ayyad) merujuk ke Yesus, dalam kodrat insaninya. Inilah Isa yang dirujuk oleh Alquran sebagai kalima artinya Sabda Allah dan oleh orang Kristen disebut sebagai Yesus atau Allah Putera. Kata ketiga (Mu’ayyad bi-hi) oleh Alquran jelas disebut sebagai Roh Kudus dan oleh orang Kristen disebut sebagai Allah Roh Kudus. Adanya tiga pihak itu juga bisa kita lihat pada, misalnya, Lk 1:35; 3:21 dan Yoh 14:16.

Keempat, pengamatan Sa’id Nafi Ilam itu bisa kita bandingkan dengan pengertian Gereja Katolik, yaitu bahwa adanya tiga pihak tersebut kita sebut sebagai tiga pribadi, tetapi ketiga pribadi itu tidaklah membentuk tiga Allah.

Tentang relasi ketiga pribadi itu, Gereja Katolik mengajarkan bahwa dari Bapa berasal Putera. Putera ”dilahirkan” (Latin: generatio) dari Bapa dan bukan dijadikan. Karena itu Putera juga bersifat kekal, dan bukannya ciptaan. Istilah ”Bapa” dan ”Putera” di sini harus dimengerti secara analog. Artinya tidak bisa disamakan begitu saja dengan pengertian biologis. Dari Bapa dan Putera ”dihembuskan” (Latin: spiratio) Roh Kudus, melalui cintakasih mereka timbal-balik. Perjanjian Baru menyebut Roh itu sebagai ”Roh Bapa” (Mat 10:20) dan ”Roh Putera” (Gal 4:6). Roh Kudus dihembuskan dari keduanya.

Kelima, sebagai sarana untuk untuk mengerti, Santo Agustinus membandingkan adanya tiga Pribadi dalam satu kodrat Allah dengan pribadi manusia, yaitu bahwa manusia yang satu itu mempunyai tiga kemampuan, akal budi, kehendak, dan kasih.

Ketiganya bisa dibedakan dan tidak disamakan, tetapi ketiganya termasuk dalam satu pribadi manusia. Seringkali digunakan juga perbandingan yang mirip, yaitu adanya api yang mempunyai tiga kemampuan, yaitu panas, cahaya dan kekuatan, misalnya untuk menggerakkan lokomotif. Perbandingan-perbandingan ini bisa membantu tetapi tetap harus disadari bahwa tidak ada sarana bantuan yang duniawi ini mampu menggambarkan Allah secara sempurna.

by: Pastor Dr Petrus Maria Handoko CM, http://www.hidupkatolik.com/2013/04/12/tritunggal-dan-triteisme

Dokumen Konsili Vatikan II: Lumen Gentium (17)

Sambungan sebelumnya....
KONSTITUSI DOGMATIS TENTANG GEREJA

50. (Hubungan antara Gereja di dunia dan gereja di sorga)
Gereja kaum musafir menyadari sepenuhnya persekutuan dalam Tubuh mistik Kristus itu. Sejak masa pertama agama kristiani Gereja dengan sangat khidmat merayakan kenangan mereka yang telah meninggal.[153] Dan karena “inilah suatu pikiran yang murshid dan saleh: mendoakan mereka yang meninggal supaya dilepaskan dari dosa-dosa mereka” (2Mak 12:46), maka Gereja juga mempersembahkan korban-korban silih bagi mereka. Adapun Gereja selalu percaya bahwa Rasul-Rasul dan para martir Kristus, yang dengan menumpahkan darah memberi kesaksian iman dan cinta kasih yang amat luhur dalam Kristus berhubungan lebih erat dengan kita. Dengan bakti yang istimewa Gereja menghormati mereka bersama dengan Santa Perawan Maria dan para Malaikat kudus,[154] serta dengan khidmat memohon bantuan perantaraan mereka. Pada golongan mereka segera bergabunglah orang-orang lain, yang lebih dari dekat meneladan keperawanan dan kemiskinan Kristus[155]; lalu akhirnya kelompok lain lagi, yang – karena mereka dengan cemerlang mengamalkan keutuamaan-keutamaan kristiani[156] serta menampilkan kurnia-kurnia ilahi – mengundang kaum beriman untuk berbakti dengan takzim dan meneladan mereka.[157]

Sebab sementara merenungkan hidup mereka yang dengan setia mengikuti Kristus, kita mendapat dorongan baru untuk mencari kota yang akan datang (lih. Ibr 13:14 dan 11:10). Sekaligus kita ditunjukkan jalan yang sangat aman, untuk di tengah situasi dunia yang silih berganti sesuai dengan kedudukan dan kondisi masing-masing dan dapat mencapai persatuan yang sempurna dengan Kristus atau kesucian.[158] Dalam hidup mereka yang sama-sama manusia seperti kita, tetapi secara lebih sempurna diubah menjadi serupa dengan citra Kristus (lih. 2Kor 3:18), Allah secara hidup-hidup menampakkan kehadiran serta wajah-Nya. Dalam diri mereka Ia menyapa kita dan menyampaikan kepada kita tanda Kerajaan-Nya.[159] Kita yang mempunyai banyak saksi ibarat awan yang meliputi kita (lih. Ibr 12:1) dan yang menghadapi kesaksian sejelas itu tentang kebenaran Injil, kuat-kuat tertarik kepadanya.

Namun kita merayakan kenangan para penghuni sorga bukan hanya karena teladan mereka, melainkan lebih supaya persatuan segenap Gereja dalam Roh diteguhkan dengan mengamalkan cinta kasih persaudaraan (lih. Ef 4:1-6). Sebab seperti persekutuan kristiani antara para musafir mengantarkan kita untuk mendekati Kristus, begitu pula untuk keikutsertaan dengan para Kudus menghubungkan kita dengan Kristus, yang bagaikan Sumber dan Kepala mengalirkan segala rahmat dan kehidupan Umat Allah sendiri.[160] Jadi memang sungguh sepantasnya bahwa kita mengasihi para sahabat serta sesama ahli waris Yesus Kristus itu serta-merta saudara-saudara dan penderma-penderma kita yang ulung. Sudah selayaknya pula kita bersyukur kepada Allah atas mereka.[161] Sepantasnya juga “kita dengan rendah hati berseru kepada mereka dan mempercayakan diri kepada doa-doa, bantuan serta pertolongan mereka untuk memperoleh kurnia-kurnia Allah dengan perantaraan Putera-Nya Yesus Kristus Tuhan kita, satu-satunya Penebus dan Penyelamat kita”.[162] Sebab segala kesaksian cinta kasih kita yang sejati terhadap para penghuni sorga pada hakekatnya tertujukan kepada Kristus dan bermuara pada Dia, “mahkota semua para Kudus”,[163] serta dengan perantaraan-Nya mencapai Allah, yang mengagumkan dalam para Kudus-Nya dan diagungkan dalam diri mereka.[164]

Akan tetapi terutama dalam Liturgi suci secara paling luhur persatuan kita dengan Gereja di sorga diwujudkan dengan nyata. Di situlah kekuatan Roh Kudus melalui perlambangan sakramen berkarya pada diri kita. Dalam Liturgi kita bersama bergembira merayakan dan memuji keagungan Allah.[165] Kita semua, yang dalam darah Kristus ditebus dari setiap suku dan bahasa dan kaum bangsa (lih. Why 5:9), serta dihimpun ke dalam satu Gereja, dengan satu madah pujian meluhurkan Allah Tritunggal. Jadi sambil merayakan korban Ekaristi kita seerat mungkin digabungkan dengan ibadat Gereja di sorga, sementara kita berada dalam satu persekutuan dan merayakan kenangan terutama S. Maria yang mulia dan tetap Perawan, pun pula S. Josef, para Rasul serta para martir yang suci dan semua para Kudus.[166]

51. (Beberapa pedoman pastoral)
Itulah iman yang layak kita hormati, pusaka para leluhur kita: iman akan persekutuan hidup dengan para saudara yang sudah mulai di sorga atau sesudah meninggal masih mengalami pentahiran. Konsili suci ini penuh khidmat menerima iman itu dan menyajikan lagi ketetapan-ketetapan Konsili-konsili suci Nicea II[167], Florensia[168] dan Trente.[169] Namun sekaligus Konsili dalam keprihatinan pastoralnya mendorong semua pihak yang bersangkutan supaya di sana-sini bila terjadi penyalahgunaan, penyelewengan atau penyimpangan, mereka berusaha menyangkal atau membetulkannya dan membaharui segalanya demi pujian yang lebih penuh kepada Kristus dan Allah. Maka hendaklah mereka mengajarkan kepada Umat beriman bahwa ibadat yang sejati kepada para kudus bukan pertama-tama diwujudkan dalam banyaknya perbuatan lahiriah, melainkan terutama dalam besarnya cinta kasih kita yang disertai tindakan nyata. Demikianlah, supaya kita dan Gereja bertambah sejahtera, kita mencari “teladan melalui pergaulan dengan para Kudus, kebahagiaan yang sama melalui persekutuan dengan mereka dan bantuan melalui pengantaraan mereka”.[170] Di lain pihak hendaklah mereka ajarkan kepada kaum beriman bahwa hubungan kita dengan penghuni sorga itu – asal ditinjau dalam terang iman yang lebih penuh – sama sekali tidak melemahkan ibadat sujud, yang dalam Roh kita persembahkan kepada Allah Bapa melalui Kristus, melainkan justru memperkaya secara limpah.[171]

Sebab kita semua anak-anak Allah dan merupakan satu keluarga dalam Kristus (lih. Ibr 3:6). Sementara kita saling mencintai dan serentak memuji Tritunggal Mahakudus dan dengan demikian berhubungan seorang dengan yang lain, kita memenuhi panggilan Gereja yang terdalam dan sekarang pun sudah mulai menikmati Liturgi dalam kemuliaan yang sempurna.[172] Bila Kristus kelak menampakkan Diri dan mereka yang mati akan bangkit mulia, kemuliaan Allah akan menyinari Kota Surgawi dan Anak Dombalah lampunya (lih. Why 21:24). Pada saat itulah seluruh Gereja para Kudus dalam kebahagiaan cinta kasih yang terluhur akan bersujud menyembah Allah dan “Anak Domba yang telah disembelih” (Why 5:12). Mereka akan serentak berseru: “Bagi Dia yang duduk di takhta dan bagi Anak Domba: puji-pujian, dan hormat, dan kemuliaan, dan kuasa sampai selama-lamanya” (Why 5:13-14).


[153] Lih. banyak tulisan dalam katakombe-katakombe di roma.
[154] Lih. GELASIUS I, Surat ketetapan tentang kitab-kitab yang harus diterima, 3: PL 59,160, DENZ. 165 (353).
[155] Lih. S. METODIUS, Symposium, VII,3: GCS (Bonwetsch), hlm. 74.
[156] Lih. BENEDIKTUS XV, Dekrit pengakuan Keutamaan-keutamaan dalam proses beatifikasi dan kanonisasi
hamba Allah Yohanes Nepomusesnus Neumann: AAS 14 (1922) hlm. 23. Berbagai amanat PIUS XI tentang
para Kudus: “Inviti all eroismo: Dis corsi …” jilid I-III, Roma 1941-1942, di pelbagai temapat, PIUS XII,
Discorsi e Radiomessaggi (amanat-amanat dan pidato-pidato radio), jilid X, 1949, hlm. 37-43.
[157] Lih. PIUS XII, Ensiklik Mediator Dei: AAS 39 (1947) hlm. 581.
[158] Lih. Ibr 13:7; Pkh 44-50; Ibr 11:3-40; Lih. juga PIUS XII, Ensiklik Mediator Dei: AAS 39 (1947), hlm. 582-583.
[159] Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi tentang Iman Katolik, bab 3: DENZ. 1794 (3013).
[160] Lih. PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis: AAS 35 (1943) hlm. 216.
[161] Tentang rasa terima kasih terhadap para Kudus sendiri, lih. E. DIEHL, Inscriptiones latinae christianae veteres (tulisan-tulisan latin kristiani kuno) I, 1925, no. 2008, 2382, dan ditempat-tempat lain.
[162] KONSILI TRENTE, Sidang 25: Tentang doa kepada para Kudus: DENZ. 984 (1821).
[163] Brevir Romawi, antifon pembukaan pada hari raya Semua Orang Kudus.
[164] Lih. misalnya 2Tes 1:10.
[165] KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi, bab 5, art. 104.
[166] Doa Syukur Agung Misa Romawi.
[167] KONSILI NISEA II, Actio VII: DENZ. 302 (600).
[168] KONSILI FLORENSIA, Dekrit untuk umat Yunani: DENZ. 693 (1304).
[169] KONSILI TRENTE, Sidang 25, tentang seruan dan penghormatan terhadap para Kudus, relikwi-relikwi
(peninggalan) mereka, dan tentang patung-patung suci: DENZ. 984-988 (1821-1824); Sidang 25, Dekrit tantang
Api Penyucian: DENZ. 983 (1820); Sidang 6, Dekrit tentang Pembenaran pendosa, kanon 30: DENZ. 840
(1580).
[170] Misal Romawi, dari Prefasi para Kudus yang diizinkan untuk keuskupan-keuskupan di Perancis.
[171] Lih. S. PETRUS KANISIUS, Catechismus Maior seu Summa Doctrinae christianae (Katekismus Besar atau
Rangkuman Ajaran Kristiani), bab III (terb. Kristis F. Streicher), bagian I, hlm. 15-16, no. 44, dan hlm. 100-101,
no. 49.
[172] Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi, bab 1, art. 8.