Sabtu, 24 Mei 2014

Orang Kudus 24 Mei: St. Yoana

SANTA YOANA, PENDAMPING PARA RASUL
Istri pegawai Kerajaan Herodes ini kerapkali mendampingi para Rasul dan murid Yesus dalam tugas-Nya mewartakan Injil. Pada hari Paskah pagi, ia pergi ke makam Yesus. Namun makam itu tampak kosong dan ditinggalkan oleh Yang Bangkit di antara orang mati. (Luk 8:1-3 dst; 24:10).

Catatan Lepas Buku "Sejarah Teror"

CATATAN LEPAS BUKU “SEJARAH TEROR: JALAN PANJANG MENUJU 11/9”
Tanggal 30 Desember 2013 lalu saya membeli buku “SEJARAH TEROR: Jalan Panjang Menuju 11/9” di Toko Buku Kanisius, Yogyakarta. Buku ini ditulis Lawrence Wright  dengan mewawancarai langsung pelaku-pelaku sejarah tersebut, baik dari pihak teroris, Arab maupun Amerika. Ada lebih dari 500 narasumber yang diwawancarai. Karena itu benar apa yang dikatakan The Wall Street Journal bahwa buku ini “Didasari riset yang mendalam...”.

Membaca buku ini, kita akan dicengangkan betapa ajaran islam dijadikan dasar tindak terorisme. Di banyak halaman buku ini diungkapkan bahwa tindakan yang dilakukan berdasarkan ajaran Al-Quran. Lawrence Wright menulis bahwa para tokoh sentral teroris ini adalah juga orang yang teguh berpegang pada agamanya. Mereka mengaku sebagai islami, karena menerapkan ajaran islam. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Osama bin Laden merupakan prototipe Muhammad. Karena itulah, menjadi pertanyaan kita: bagaimana bisa seseorang yang religius sekaligus juga teroris. Tapi itulah yang terjadi.

Dengan dasar Al-Quran itu, para teroris ini bukan saja menebarkan ketakutan, melainkan juga permusuhan kepada Barat (termasuk Amerika). Padahal Amerika tak pernah menganggap islam sebagai musuh. Buktinya ketika al-Qaeda sudah merencanakan aksinya menyerang Amerika, pihak Amerika sama sekali tidak punya pikiran jahat terhadap mereka. Amerika tidak menganggap al-Qaeda sebagai musuh, kecuali pasca 11 September.

Selain Amerika, ada dua lagi sasaran kebencian kaum muslim, yaitu kristen dan Yahudi. Sebenarnya sasarannya hanya dua, yaitu Yahudi dan kristen. Barat/Amerika dimusuhi karena dilihat sebagai pusat kekristenan. Kristen dan Yahudi sebagai sasaran menjadi mendasar karena keduanya terdapat di dalam Al-Quran. Selain terdapat dalam Al-Quran, kedua sasaran tadi juga masih dikaitkan dengan sejarah Perang Salib. Di sini terlihat jelas bahwa kaum muslim belum bisa berdamai dengan sejarah masa lalu.

Islam Agama Damai?
Selama ini umat islam selalu mengklaim bahwa agama islam adalah agama damai. Terkenal dengan istilahnya rahmatil alamin, agama membawa rahmat dan damai. Akan tetapi, membaca buku ini dan ditunjang beberapa fakta-fakta yang ada sudah sepantasnya klaim tersebut perlu dipertanyakan.

Untuk membela diri, seringkali orang mengatakan bahwa aksi teroris itu bukanlah ajaran islam yang sebenarnya. Tentu pernyataan ini sangat kontradiksi mengingat para pelaku teroris mendasarkan tindakannya pada ajaran islam. Justru kelompok islam radikal ini menilai kelompok lain melanggar ajaran islam atau tidak setia pada ajaran islam. Pertanyaannya: yang mana ajaran islam yang sebenarnya?

Sekalipun kelompok non radikal menilai bahwa kelompok radikal itu salah atau keliru, namun jarang terdengar kecaman terhadap mereka (kecuali ketika muncul peristiwa memalukan). Kebanyakan mereka memilih diam. Kita bisa lihat contohnya di Indonesia. Inilah yang menjadi alasan kenapa teroris dapat merasa aman di Indonesia. Umat muslim Indonesia menerima mereka secara pasif. Aksi pasif ini membuat mereka bisa “cuci tangan” bila sang teroris tertangkap, namun secara tersembunyi mereka mendukung tindakan teroris itu. Malah ada kelompok membelanya; dan kelompok ini dibiarkan.

Karena itu, tentang pernyataan “islam agama damai” kita dapat membuat satu kesimpulan. Islam sebagai agama damai dapat terjadi jika orang tidak melaksanakan ajaran islam secara setia, namun jika orang melakukan ajaran islam maka islam itu sebagai agama kekerasan yang menakutkan.

Islam Agama Toleran?
Toleransi itu mengandaikan adanya perbedaan. Toleransi bisa terwujud bila ada semangat saling menghargai dan menghormati perbedaan. Dengan menghargai dan menghormati itu, orang tetap akan melihat sesama yang berbeda itu sebagai teman, bukan musuh atau ancaman yang harus dimusnahkan. Jadi, dalam toleransi itu perbedaan tetap ada dan tidak dipaksakan supaya menjadi satu dan sama. Tanpa ada perbedaan maka tidak akan ada toleransi. Adakah toleransi dalam islam?

Selain mengklaim sebagai agama damai, umat islam juga mengatakan bahwa agama islam itu agama yang toleran. Akan tetapi, sekali lagi, setelah membaca buku ini dan ditunjang beberapa fakta-fakta yang ada, klaim tersebut sangat meragukan. Satu alasan meragukan klaim itu adalah tidak adanya sikap menghargai dan menghormati perbedaan. Yang ada adalah pemaksaan kehendak.

Pemaksaan kehendak terlihat dalam sikap para teroris, yang mengaku sebagai orang yang islami (melaksanakan ajaran islam dengan benar dan setia). Mereka ingin agar Arab itu hanya punya satu agama saja. Ini didasarkan pada ucapan Nabi Muhammad sendiri, “Jangan sampai ada dua agama di Arab.” (hlm. 199). Karena itu, orang asing yang non islam wajib diusir. Mereka dilihat sebagai musuh dan acaman bagi islam.

Karena itu, kasus intoleransi banyak ditemui di negara-negara yang penduduknya mayoritas islam. Indonesia salah satu contohnya. Ada banyak kasus ketidakadilan yang diterima oleh kelompok minoritas seperti kristen, syiah, ahmadiyah, dll. Umat islam selalu melihat bahwa kelompok-kelompok minoritas ini sebagai sebuah ancaman bagi islam. Karena itu, kelompok minoritas ini selalu ditekan dan ditindas.

Hanya Tuhan yang Tahu
Salah satu daya tarik orang menjadi teroris adalah konsep mati syahid. Kelompok teroris menawarkan masuk surga bagi mereka yang berjuang di jalan Tuhan dan membela agama Tuhan. Gambaran surganya pun sangat memikat. Karena itu, orang pun berbondong-bondong menyerahkan diri, bahkan untuk menjadi senjata mematikan dalam aksi bom bunuh diri. Atas aksi mereka ini, belum ada institusi islam yang berani menyatakan bahwa mereka itu masuk neraka, bukannya surga.

Kebanyakan orang menyatakan tindakan teroris itu salah karena dilihat dari kacamata hukum positif. Tapi, kalau dilihat dari hukum islam, mereka itu benar, malah layak masuk surga. Bagaimana yang sebenarnya? Hanya Tuhan saja yang tahu.

Sebenarnya, de-radikalisasi kelompok islam garis keras bisa dilakukan oleh institusi islam (untuk Indonesia misalnya MUI) dengan mengeluarkan fatwa haram bagi teroris, bagi aksi bunuh diri serta larangan menguburkan secara islami bagi para pelakunya. Dan ini jangan hanya berlaku di satu tempat, melainkan di semua negara. Dengan ini maka akan muncul islam sebagai agama damai.

Standar Ganda Dunia Islam
Ada semacam “standar ganda” dalam sikap terhadap kelompok islam garis keras ini, khususnya di Indonesia. Ketika ada umat islam “tertindas”, maka akan muncul aksi demo. Tak jarang aksi demo diikuti dengan aksi anarki yang ditujukan kepada obyek simbolis. Misalnya, ketika Amerika menyerang salah satu negara islam, tak jarang warga Amerika yang sedang berlibur atau obyek-obyek yang berbau Amerika (KFC, misalnya) menjadi sasaran amuk massa. Atau ketika terjadi penindasan atas umat islam Rohingya, tiba-tiba seorang biksu di Jawa Timur diserang sebagai aksi balasan. Namun jika penindasan itu dilakukan oleh umat islam sendiri, tidak ada aksi demo menentang. Belum pernah muncul aksi demo atau kecaman menentang Taliban yang melakukan aksi terhadap umat islam sendiri.

Contoh lain, ketika Sultan Bolkiah mengumumkan pemberlakukan hukum islam di Brunei, di mana hukum itu tidak hanya berlaku bagi umat islam saja, melainkan juga yang non islam, adakah protes dari kelompok islam? Protes hanya muncul dari kelompok hak azasi manusia. Ini membuktikan bahwa Sultan melaksanakan ajaran islam, sekalipun untuk itu membuat islam terlihat sebagai agama yang intoleran.

Satu hal yang menarik adalah bahwa ternyata kekerasan tak bisa dipisahkan dari budaya Arab Saudi. Dan selama ini orang menilai bahwa Islam tak bisa dilepaskan dari Arab. Karena itu ada pendapat bahwa islamisasi itu identik dengan arabisasi. Menerima agama islam selalu disertai juga dengan penerimaan budaya Arab. Salah satunya adalah kekerasannya. Maka dari itu kita bisa maklum kenapa Indonesia, yang dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah berubah menjadi beringas. Ini bisa dilihat pada kelompok-kelompok islam garis keras seperti FPI, HTI, dll. Hal ini disebabkan karena mereka tidak hanya menerima agamanya saja melainkan juga budayanya juga.
Jakarta, 7 Mei 2014

by: adrian

Renungan Hari Sabtu Paskah V - A

Renungan Hari Sabtu Paskah V, Thn A/II
Bac I   : Kis 16: 1 – 10; Injil          : Yoh 15: 18 – 21;

Dalam renungan hari Selasa Paskah V sudah diungkapkan bahwa kontradiksi damai dan penderitaan menjadi salah satu ciri jemaat Kristus. Hingga saat ini banyak Gereja mengalami hinaan, celaan, aniaya bahwa pembunuhan, seperti yang dialami olah Haroon (baca kisahnya di sini). Hari ini Injil semacam memperi peneguhan. Yesus menyatakan bahwa “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku.” (ay. 18). Jadi, hinaan, celaan, aniaya bahwa pembunuhan yang dialami para murid Yesus bukanlah hal baru. Yesus sendiri sudah mengalaminya. Bertahannya umat dalam menghadapi cobaan itu disebabkan penyertaan Roh Kudus.

Peran serta Roh Kudus juga terlihat dalam bacaan pertama. Perjalanan karya kerasulan Paulus dan Barnabas tak bisa dipisahkan dari peran Roh Kudus. Dalam bacaan pertama dikisahkan bahwa “Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil di Asia.” (ay. 6), juga tidak mengizinkan Paulus dan Barnabas pergi ke Bitinia (ay. 7). Sebagai gantinya Roh Kudus menuntun mereka ke Makedonia.

Sabda Tuhan hari ini mau menyadarkan kita akan peran Roh Kudus dalam kehidupan kita. Melalui bacaan-bacaan liturgi hari ini Tuhan meneguhkan kita bahwa kita tidaklah berjalan sendiri serta tidak juga berjuang sendiri dalam kehidupan ini. Roh Kudus senantiasa mendampingi dan mengarahkan langkah hidup kita agar sesuai dengan kehendak Allah. Penderitaan yang kita alami akibat iman pada Yesus Kristus, tidak membuat kita sendirian merasakannya. Roh Kudus akan menguatkan kita dengan mengingatkan kita bahwa Tuhan Yesus sudah lebih dahulu mengalaminya. Karena itu, Roh Kudus meminta kita untuk menyatukan penderitaan kita dengan penderitaan Yesus.

by: adrian