Sabtu, 18 Februari 2017

MEMAHAMI KEBIJAKAN DONALD TRUMP

Setelah dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengeluarkan beberapa kebijakan yang dinilai banyak orang sangat kontroversial. Salah satu kebijakan itu adalah larangan memasuki Negara Amerika Serikat bagi imigran dari 7 negara islam. Ketujuh negara itu adalah Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman. Tidak menunggu waktu lama, aksi protes pun melanda beberapa lokasi di Amerika. Mereka menentang kebijakan Trump tersebut. Tak kalah menarik, dunia pun mengecamnya.
Ada kesan bahwa mereka yang protes hanya sekedar protes, dan menilai bahwa aksi protes menggambarkan aspirasi seluruh rakyat Amerika. Padahal, sebuah suvei merilis bahwa lebih dari separuh rakyat Amerika setuju dengan kebijakan tersebut. Di samping itu, kebijakan Trump itu bukanlah kebijakan permanen. Penerapan larangan itu memiliki batasan toleransi waktu. Artinya, larangan itu tidak berlaku selamanya; bahkan tidak sampai 1 tahun. Akan tetapi, pihak yudikatif mengambil keputusan membatalkan kebijakan Trump tersebut.
Satu pertanyaan atas masalah ini adalah KENAPA. Kenapa Trump mengeluarkan kebijakan larangan itu, dan kenapa segelintir warga memprotesnya? Tak bisa dipungkiri bahwa dasar tindakan kedua pihak ini (Trump dan warga anti) adalah kemanusiaan. Trump mau membela kemanusiaan warga Amerika, sedangkan warga membela kemanusiaan universal. Warga memakai pola pikir awam, yaitu belas kasih mendahului kejadian; sementara Trump memakai pola pikir militer, yaitu sedia payung sebelum hujan, mencegah lebih baik daripada kejadian.
Yang menjadi dasar kebijakan Trump adalah terorisme. Karena itu, setelah keluar keputusan dari pengadilan yang membatalkan kebijakan pemerintah itu, Trump langsung menyatakan bahwa jika ada aksi teroris di Amerika, pihak pengadilanlah yang pertama kali disalahkan. Lewat kebijakan larangan itu, Trump mau melindungi warga Amerika dari bahaya terorisme. Karena itu, sebelum muncul aksi teror yang merugikan warga dan negara, adalah bijak jika dicegah terlebih dahulu. Salah satu tindakan pencegahannya adalah dengan melarang imigran dari 7 negara islam.
Dalam kebijakan larangan itu Trump bukan anti islam atau orang islam, sebagaimana yang sering disuarakan banyak pihak. Trump anti terhadap terorisme bukan islam, meski islam tak bisa dipisahkan dengan terorisme. Sikap Trump ini terlihat bahwa dia masih menjalin relasi dengan negara-negara islam lainnya. Negara Arab Saudi dan Uni Emirat Arab tidak dikenakan larangan masuk ke Amerika Serikat. Trump mengantisipasi politik perang Kuda Troya. Kemanusiaan dan belas kasih adalah Kuda Troya bagi umat muslim radikal untuk masuk ke Negeri Paman Sam ini. Dan kita semua tahu bagaimana kelanjutan kisah Kuda Troya.
Memang, dalam kebijakan Trump tersebut akan muncul kesan bahwa islam itu adalah agama teroris. Namun, kiranya kesan ini tidaklah terlalu berlebihan. Mark Gabriel pernah berkata, “Islamlah yang ada di balik terorisme, bukan muslim. Muslim adalah korban. Bahkan anak-anak muda berusia 19 tahun yang membajak pesawat dan terbunuh saat itu – mereka adalah korban. Penjahatnya adalah islam.”