Sabtu, 23 Juni 2012

(Inspirasi Hidup) Anak Kecil Pemarah


ANAK  KECIL  PEMARAH
Suatu hari ada anak kecil yang mudah sekali naik darah. Ayahnya memberikannya sekantung paku dan mengatakan padanya bahwa setiap kali ia kehilangan kendali terhadap emosinya, ia harus memalu sebuah paku di pagar.

Hari pertama, anak itu memalu 37 buah paku di pagar itu. Setelah beberapa minggu, ketika ia belajar untuk mengontrol amarahnya, jumlah paku yang dipalu pun semakin menurun. Ia menemukan bahwa lebih mudah untuk menahan amarahnya daripada harus memalu paku-paku itu ke pagar.

Akhirnya tiba harinya saat anak laki-laki itu tidak kehilangan kontrol emosinya sama sekali. Ia menceritakan itu pada ayahnya dan ayahnya menyarankan anak tersebut untuk mencoba mencabut paku tersebut satu per satu setiap hari, setiap kali ia dapat menahan amarahnya. Hari demi hari berlalu dan anak tersebut akhirnya dapat mengatakan pada ayahnya bahwa paku-paku tersebut sudah hilang.

Sang ayah memegang tangan anaknya dan membawanya ke pagar. Ia berkata, "Kamu sudah melakukannya dengan baik, anakku, tetapi lihatlah lubang-lubang di pagar. Pagar itu tidak akan pernah sama lagi. Saat kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan, itu akan meninggalkan sebuah luka seperti lubang ini. Kamu dapat menusukkan pisau ke seseorang dan menariknya. Tidak peduli seberapa banyak kau berkata 'maafkan aku' , luka tersebut masih ada di sana. Kata-kata yang menyakitkan sama buruknya dengan menyakiti seseorang secara fisik"
Baca juga refleksi lainnya:

Renungan Hari Sabtu Biasa XI - Thn II

Renungan Hari Sabtu Biasa XI B/II
Bac I       : 2Taw 24: 17 – 25 ; Injil            : Mat 6: 24 – 34

Kecemasan atau kekhawatiran merupakan bagian dari hidup manusia. Setiap manusia pasti pernah mengalami kekhawatiran. Semua manusia pasti pernah merasakan kecemasan, entah kecemasan akan dirinya sendiri atau juga kecemasan akan orang lain yang dikasihi.
Hari ini, melanjutkan pengajaran-Nya di Bukit, Yesus memberikan pelajaran tentang kekhawatiran atau kecemasan. Meskipun kecemasan, kegelisahan dan kekhawatiran itu merupakan bagian dari hidup, Yesus menghendaki agar kita dapat/mau menyangkalnya. "Jangan khawatir....!" Demikian sabda Yesus.
Tentulah Yesus tidak memaksudkan pengajaran-Nya secara hurufiah. Bukan maksud Yesus agar kita tidak perlu membangun sebuah rencana atau cita-cita di masa depan. Masalah ini tentu menarik kalau kita renungkan tersendiri.
Namun, di balik sabda-Nya yang tersurat, ada dua hal yang sebenarnya mau disampaikan Yesus. Pertama, adalah soal rasa syukur. Kita diajak untuk selalu bersyukur atas apa yang kita dapat hari ini. Berkaitan dengan ini kita tentu ingat akan sabda Yesus beberapa hari yang lalu, masih dalam konteks sabda-Nya di Bukit. Dalam pengajaran-Nya tentang doa, Yesus memberikan contoh doa, yaitu doa Bapa Kami. Dalam doa itu dikatakan, "Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya..." Dalam doa itu Yesus menanamkan rasa syukur atas hari ini. Hal yang sama juga dalam pengajaran tentang harta.

Kedua, adalah soal iman. Di sini iman dimengerti sebagai sikap berserah diri kepada penyelenggaraan ilahi. Sikap iman ini dapat kita temui dalam diri Bunda Maria, "Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu." Nah, dalam sabda-Nya tentang kekhawatiran, Yesus mau menekankan soal beriman ini. Yesus menunjuk kepada dunia hewan dan tumbuh-tumbuhan. Sikap seperti itulah yang hendaknya dibangun dalam hidup manusia.
by: adrian