Senin, 30 Juni 2014

Teori Piramida Kebutuhan Maslow

TEORI PIRAMIDA KEBUTUHAN MASLOW


Abraham Maslow mengembangkan teori kepribadian yang telah mempengaruhi sejumlah bidang yang berbeda, termasuk pendidikan. Ini pengaruh luas karena sebagian tingginya tingkat kepraktisan teori Maslow. Teori ini akurat menggambarkan realitas banyak dari pengalaman pribadi. Banyak orang menemukan bahwa mereka bisa memahami apa kata Maslow. Mereka dapat mengenali beberapa fitur dari pengalaman mereka atau perilaku yang benar dan dapat diidentifikasi tetapi mereka tidak pernah dimasukkan ke dalam kata-kata.

Maslow adalah seorang psikolog humanistik. Humanis tidak percaya bahwa manusia yang mendorong dan ditarik oleh kekuatan mekanik, salah satu dari rangsangan dan bala bantuan (behaviorisme) atau impuls naluriah sadar (psikoanalisis). Humanis berfokus pada potensi. Mereka percaya bahwa manusia berusaha untuk tingkat atas kemampuan. Manusia mencari batas-batas kreativitas, tertinggi mencapai kesadaran dan kebijaksanaan. Ini telah diberi label “berfungsi penuh orang”, “kepribadian sehat”, atau sebagai Maslow menyebut tingkat ini, “aktualisasi diri.”

Maslow telah membuat teori hierarki kebutuhan. Semua kebutuhan dasar itu adalah instinctoid, setara dengan naluri pada hewan. Manusia mulai dengan disposisi yang sangat lemah yang kemudian kuno sepenuhnya sebagai orang tumbuh. Bila lingkungan yang benar, orang akan tumbuh lurus dan indah, aktualisasi potensi yang mereka telah mewarisi. Jika lingkungan tidak “benar” (dan kebanyakan tidak ada) mereka tidak akan tumbuh tinggi dan lurus dan indah.

Maslow telah membentuk sebuah hirarki dari lima tingkat kebutuhan dasar. Di luar kebutuhan tersebut, kebutuhan tingkat yang lebih tinggi ada. Ini termasuk kebutuhan untuk memahami, apresiasi estetik dan spiritual kebutuhan murni. Dalam tingkat dari lima kebutuhan dasar, orang tidak merasa perlu kedua hingga tuntutan pertama telah puas, maupun ketiga sampai kedua telah puas, dan sebagainya. Piramida kebutuhan itu adalah sebagai berikut:

1.  Kebutuhan Fisiologis
Ini adalah kebutuhan biologis. Mereka terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan. Mereka adalah kebutuhan kuat karena jika seseorang tidak diberi semua kebutuhan, fisiologis yang akan datang pertama dalam pencarian seseorang untuk kepuasan.

2.  Kebutuhan Keamanan
Ketika semua kebutuhan fisiologis puas dan tidak mengendalikan pikiran lagi dan perilaku, kebutuhan keamanan dapat menjadi aktif. Orang dewasa memiliki sedikit kesadaran keamanan mereka kebutuhan kecuali pada saat darurat atau periode disorganisasi dalam struktur sosial (seperti kerusuhan luas). Anak-anak sering menampilkan tanda-tanda rasa tidak aman dan perlu aman.

3.  Kebutuhan Cinta, sayang dan kepemilikan
Ketika kebutuhan untuk keselamatan dan kesejahteraan fisiologis puas, kelas berikutnya kebutuhan untuk cinta, sayang dan kepemilikan dapat muncul. Maslow menyatakan bahwa orang mencari untuk mengatasi perasaan kesepian dan keterasingan. Ini melibatkan kedua dan menerima cinta, kasih sayang dan memberikan rasa memiliki.

4.  Kebutuhan Esteem
Ketika tiga kelas pertama kebutuhan dipenuhi, kebutuhan untuk harga bisa menjadi dominan. Ini melibatkan kebutuhan baik harga diri dan untuk seseorang mendapat penghargaan dari orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk tegas, berdasarkan, tingkat tinggi stabil diri, dan rasa hormat dari orang lain. Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang merasa percaya diri dan berharga sebagai orang di dunia. Ketika kebutuhan frustrasi, orang merasa rendah, lemah, tak berdaya dan tidak berharga.

5.  Kebutuhan Aktualisasi Diri
Ketika semua kebutuhan di atas terpenuhi, maka dan hanya maka adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri diaktifkan. Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai orang perlu untuk menjadi dan melakukan apa yang orang itu “lahir untuk dilakukan.” “Seorang musisi harus bermusik, seniman harus melukis, dan penyair harus menulis.” Kebutuhan ini membuat diri mereka merasa dalam tanda-tanda kegelisahan. Orang itu merasa di tepi, tegang, kurang sesuatu, singkatnya, gelisah. Jika seseorang lapar, tidak aman, tidak dicintai atau diterima, atau kurang harga diri, sangat mudah untuk mengetahui apa orang itu gelisah tentang. Hal ini tidak selalu jelas apa yang seseorang ingin ketika ada kebutuhan untuk aktualisasi diri.

Teori hierarki kebutuhan sering digambarkan sebagai piramida,  lebih besar tingkat bawah mewakili kebutuhan yang lebih rendah, dan titik atas mewakili kebutuhan aktualisasi diri. Maslow percaya bahwa satu-satunya alasan bahwa orang tidak akan bergerak dengan baik di arah aktualisasi diri adalah karena kendala ditempatkan di jalan mereka oleh masyarakat negara. Dia bahwa pendidikan merupakan salah satu kendala. Dia merekomendasikan cara pendidikan dapat beralih dari orang biasa-pengerdilan taktik untuk tumbuh pendekatan orang. Maslow menyatakan bahwa pendidik harus menanggapi potensi individu telah untuk tumbuh menjadi orang-aktualisasi diri/jenisnya sendiri. Sepuluh poin yang pendidik harus alamat yang terdaftar:
1.      Kita harus mengajar orang untuk menjadi otentik, untuk menyadari diri batin mereka dan mendengar perasaan mereka-suara batin.
2.      Kita harus mengajar orang untuk mengatasi pengkondisian budaya mereka dan menjadi warga negara dunia.
3.      Kita harus membantu orang menemukan panggilan mereka dalam hidup, panggilan mereka, nasib atau takdir. Hal ini terutama difokuskan pada menemukan karier yang tepat dan pasangan yang tepat.
4.      Kita harus mengajar orang bahwa hidup ini berharga, bahwa ada sukacita yang harus dialami dalam kehidupan, dan jika orang yang terbuka untuk melihat yang baik dan gembira dalam semua jenis situasi, itu membuat hidup layak.
5.      Kita harus menerima orang seperti dia atau dia dan membantu orang belajar sifat batin mereka. Dari pengetahuan yang sebenarnya bakat dan keterbatasan kita bisa tahu apa yang harus membangun di atas, apa potensi yang benar-benar ada.
6.      Kita harus melihat itu kebutuhan dasar orang dipenuhi. Ini mencakup keselamatan, belongingness, dan kebutuhan harga diri.
7.      Kita harus refreshen kesadaran, mengajar orang untuk menghargai keindahan dan hal-hal baik lainnya di alam dan dalam hidup.
8.      Kita harus mengajar orang bahwa kontrol yang baik, dan lengkap meninggalkan yang buruk. Dibutuhkan kontrol untuk meningkatkan kualitas hidup di semua daerah.
9.      Kita harus mengajarkan orang untuk mengatasi masalah sepele dan bergulat dengan masalah serius dalam kehidupan. Ini termasuk masalah ketidakadilan, rasa sakit, penderitaan, dan kematian.
10. Kita harus mengajar orang untuk menjadi pemilih yang baik. Mereka harus diberi latihan dalam membuat pilihan yang baik.

Orang Kudus 30 Juni: St. Raymundus Lullus

BEATO RAYMUNDUS LULLUS
Raymundus Lullus lahir pada sekitar tahun 1234 di Palma, Majorca, Spanyol. Ia adalah putera dari seorang pemimpin militer dan seorang bangsawan Mojorca. Raymundus bekerja untuk Raja James I dari Aragon. Ia menikah dengan Blanca Picany pada tahun 1257, dan keduanya dikaruniai dua orang anak. Pada tahun 1263, Raymundus melakukan pertobatan setelah mendapat penglihatan akan Yesus yang tersalib. Raymundus memutuskan untuk mengasingkan diri dan menjadi seorang pertapa.

Ia kemudian bergabung dengan ordo ketiga St. Fransiskus dan merasa terpanggil untuk mempertobatkan orang-orang Muslim di Afrika Utara. Raymundus mempelajari bahasa Arab dan juga mempelajari filsafat serta budaya Arab. Ia mendirikan Kolose Trinitas di Majorca pada tahun 1276. Raymundus juga mencari dukungan untuk misinya, terutama dari Takhta Suci. Ia pergi mengelilingi Eropa untuk mencari dukungan dari kerajaan-kerajaan Eropa.

Pada tahun 1292, Ia mulai berkotbah di Tunis, tetapi diusir tidak lama kemudian. Ia kemudian mengajar di Paris, sebelum akhirnya pada tahun 1306 pergi ke Bougie, dan ia kembali ditangkap dan diusir. Selama hidupnya Raymundus juga dikenal sebagai seorang mistikus. Ada sekitar 300 karyanya dalam teologi, filsafat, logika, dan juga puisi yang ditulis dalam bahasa Latin, Arab, dan Catalan. Ia juga dikenal sebagai seorang ahli kimia.

Raymundus Lullus meninggal dunia di Tunisia. Ada yang mengatakan ia meninggal sekitar tahun 1315 di Tunis setelah dilempari batu, tetapi tidak ada bukti yang mendukung. Ada juga yang mengatakan ia meninggal tahun 1325 di Bougie, dan ada lagi yang mengatakan ia meninggal dalam perjalanan pulang dari Tunis. Raymundus dimakamkan di gereja San Francisco, Palma, Majorca, Spanyol. Pada tahun 1847, ia dibeatifikasi oleh Paus Pius IX.

Renungan Hari Senin Biasa XIII - Thn II

Renungan Hari Senin Biasa XIII, Thn A/II
Bac I    Amos 2: 6 – 10, 13 – 16; Injil             Mat 8: 18 – 22;

Bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Amos, menggambarkan tentang Allah yang marah kepada umat Israel. Pangkal kemarahan Allah adalah karena umat Israel tidak setia kepada Allah dengan mengabdi kepada allah-allah lain. Dengan kata lain, umat Israel telah meninggalkan Tuhan Allahnya. Padahal Tuhan Allah telah menolong mereka dari tangan bangsa Amori (ay. 9) dan menuntun mereka keluar dari perbudakan bangsa Mesir (ay. 10). Dengan mengabaikan Allah, mereka telah menunjukkan ketidaksetiaannya kepada Allah yang Mahabaik. Di sini Tuhan Allah menghendaki supaya umat Israel hanya setia kepada-Nya.

Sikap seperti itu juga yang dituntut Tuhan Yesus kepada siapa saja yang mau mengikuti Dia. Injil hari ini mengisahkan tentang dua orang yang mengungkapkan keinginan mereka mengikuti Tuhan Yesus. Namun, Tuhan Yesus menyampaikan tuntutan kesetiaan kepada-Nya. Kesetiaan kepada Yesus menjadi prioritas utama, mengalahkan hal lain seperti prioritas pribadi (ay. 20) maupun keluarga (ay. 22). Sama seperti tuntutan Tuhan Allah kepada umat Israel dalam bacaan pertama, demikian pula Tuhan Yesus meminta agar siapa saja yang mau mengikuti-Nya terlebih dahulu mengutamakan Dia daripada yang lain.

Sabda Tuhan hari ini hendak menyadarkan kita sebagai umat beriman. Pusat iman kita adalah Tuhan Allah. Melalui sabda-Nya, Tuhan menghendaki agar kita tidak menyampingkan pusat iman kita ini dengan kepentingan-kepentingan lain. Jangan sampai kepentingan itu membuat kita menyingkirkan, mengabaikan atau bahkan melupakan Tuhan. Kita musti sadar bahwa iman itu merupakan jawaban kita atas kasih Tuhan kepada kita. Karena itulah, kita diharapkan untuk tetap setia kepada Dia yang telah mengasihi kita.

by: adrian

Minggu, 29 Juni 2014

Paus Menentang Legalisasi Narkoba

PAUS FRANSISKUS MENOLAK LEGALKAN NARKOBA
Setelah beberapa pekan absen dari sorotan media, Paus Fransiskus muncul pada Jumat (20/6) saat ia sebagai pembicara pada International Drug Enforcement Conference di Roma, dimana ia mengatakan ia menentang keras legalisasi narkoba dan obat-obatan terlarang, termasuk ganja (marijuana).

“Penggunaan narkoba terus menyebar tak terelakkan, yang diperdagangkan melampaui batas-batas nasional dan benua,” kata Paus Fransiskus kepada para peserta konferensi itu.

Pemimpin Gereja Katolik itu mengatakan, “Kecanduan narkoba adalah kejahatan. Kejahatan yang tidak bisa dikompromikan.”

Pada Desember lalu, Uruguay menjadi negara pertama yang melegalkan obat-obatan terlarang. UU negara itu termasuk peraturan budidaya, produksi, penyimpanan, penjualan dan distribusi ganja.

Awal bulan ini, Jamaika mengatakan akan melegalkan ganja, dan memungkinkan kepemilikan hingga dua ons ganja untuk digunakan sebagai rekreasi.

Di Amerika Serikat, dua negara bagian – Colorado dan Washington – telah melegalkan ganja. Alaska telah melegalkan pada November, dan Oregon juga akan melegalkan akhir tahun ini.

Sebanyak 22 negara telah melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan.

Sebelumnya Paus Fransiskus telah berbicara menentang legalisasi narkoba, dan telah mengunjungi para pecandu baik sebagai Paus maupun ketika ia sebagai Uskup Agung Buenos Aires, Argentina.

“Penurunan dalam penyebaran dan pengaruh kecanduan narkoba tidak akan dicapai melalui liberalisasi penggunaan narkoba,” katanya, dalam pidato di sebuah rumah sakit di Rio de Janeiro, Brasil tahun lalu.

“Sebaliknya, cara-cara untuk mengatasi penggunaan obat-obatan terlarang ini, dengan mempromosikan keadilan, mendidik orang-orang muda dengan nilai-nilai yang membangun kehidupan di masyarakat, mendampingi mereka dalam kesulitan dan memberi mereka harapan untuk masa depan,” tambahnya.

"Rumah Baru" (alm) Rm. Gandung

 
 
 
 
 

Renungan HR St. Petrus dan Paulus, Thn A

Renungan HR St. Petrus & Paulus, Thn A/II
Bac I    Kis 12: 1 – 11; Bac II             2Tim 4: 6 – 8, 17 – 18;
Injil      Mat 16: 13 – 19;

Hari ini Gereja universal mengajak umatnya merayakan hari raya Santo Petrus dan Paulus, dua tokoh besar dalam Gereja perdana. Bacaan-bacaan liturgi hari ini mau berbicara tentang mereka. Bacaan pertama dan Injil menyinggung soal Santo Petrus, sedangkan bacaan kedua berbicara perihal Santo Paulus.

Santo Petrus, dalam Injil hari ini, ditampilkan sebagai wakil para rasul yang menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias. Pernyataan ini untuk menjawab pertanyaan Tuhan Yesus kepada mereka, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” (ay. 15). Di sini Petrus tampil sebagai pemimpin. Kepemimpinannya menjadi sekaligus penyatu jemaat. Sementara dalam bacaan pertama Petrus ditampilkan sebagai murid Kristus. Sebagai murid Yesus, Petrus mengalami cobaan dan penderitaan. Ini tentulah sesuai dengan apa yang sudah pernah dikatakan Yesus. Namun Tuhan tidak akan membiarkan murid-Nya terus menderita. Tuhan senantiasa memperhatikan.

Pengalaman Santo Petrus sebagai murid, terlihat juga dalam diri Santo Paulus. Paulus juga mengalami seperti yang dialami Petrus. Dalam bacaan kedua, yang diambil dari surat Paulus yang kedua kepada Timotius, Paulus merefleksikan pengalaman kemuridannya. Paulus juga mengalami penderitaan, yang diungkapkannya sebagai pencurahan darah sebagai persembahan (ay. 6). Paulus telah menunjukkan kesetiaannya dalam iman, sekalipun untuk kesetiaan itu ia mengalami penderitaan. Namun Paulus sadar bahwa Tuhan senantiasa menyertainya serta melindunginya (ay. 17 – 18), sama seperti yang dialami Petrus.

Pada perayaan St. Petrus dan Paulus ini, dikuatkan dengan sabda Tuhan, pertama-tama kita diajak untuk menghormati mereka. Mereka adalah soko guru Gereja. Namun lebih dari itu, kita juga diajak untuk mengikuti teladan dua tokoh suci ini, terlebih dalam kesetiaan menjalani hidup sebagai murid Yesus. Tuhan Yesus memang sudah menyatakan bahwa menjadi murid-Nya bakal akan menanggung banyak penderitaan dan aniaya. Ini bukan lantas membuat kita takut dan meninggalkan Tuhan, melainkan tetap setia dan terus mencintai-Nya. Tuhan menghendaki agar dengan kemuridan kita orang lain bisa mengenal Tuhan Yesus dan karya keselamatannya.

by: adrian

Sabtu, 28 Juni 2014

Refleksi atas Tiga Tahun Sinode II Keuskupan Pangkalpinang

TIGA TAHUN SINODE  II  KEUSKUPAN: SUDAHKAH KITA BERUBAH?
Kata ‘sinode’ berasal dari bahasa Yunani, dari kata sun (=bersama-sama) dan kata hodos (=jalan), yang berarti jalan bersama-sama. Sinode juga bisa dimengerti sebagai pertemuan atau sidang yang menekankan aspek kebersamaan. Kata sinode memiliki sinonim dengan kata Latin concilium (konsili). Istilah sinode dan konsili ini lebih populer di dalam Gereja Katolik. Pada mulanya kata sinode dipakai untuk pertemuan yang dihadiri para uskup. Namun kemudian berkembang luas, sehingga muncul sinode keuskupan.

Dalam kan. 460 dikatakan bahwa sinode keuskupan adalah kumpulan imam-imam dan umat beriman kristiani yang terpilih dari Gereja Partikulir (diosesan) untuk membantu uskup diosesan demi kesejahteraan seluruh umat diosesan. Dengan dasar inilah (kesejahteraan umat), Keuskupan Pangkalpinang menyelenggarakan sinode yang kedua 2 – 8 Agustus 2011 di Hotel Seratta Terrace, Pantai Pasir Padi, Pangkalpinang.

Kesejahteraan, yang menjadi tujuan dasar sinode, bukan hanya sebatas kesejahteraan ekonomi melainkan juga menyentuh aspek lainnya. Untuk menjawab tantangan itu, Keuskupan Pangkalpinang menentukan visi sinodenya: Menjadi Gereja Partisipatif. Semua anggota Gereja Keuskupan Pangkalpinang, baik klerus, Lembaga Hidup Bakti maupun awamnya, diajak untuk berpartisipasi aktif mewujudkan tujuan dasar sinode. Untuk bisa mencapai itu, satu kata kuncinya adalah pertobatan.

Karena itulah, selesai sinode yang kedua, saya menulis sebuah artikel di Tabloit Berkat dengan judul “Sinode II Keuskupan Pangkalpinang: Mari Bercermin untuk Berbenah”. (lihat naskahnya, klik disini) Aktivitas bercermin selalu menuntut adanya pertobatan, jika menemukan ada sesuatu yang tidak beres pada diri. Pertobatan menghasilkan perubahan yang lebih baik. Karena itulah, pertanyaan dasar kita sekarang, yang sudah tiga tahun berjalan, adalah sudahkan kita berubah?

Pertanyaan ini bukanlah untuk satu dua orang saja, melainkan untuk semua umat Keuskupan Pangkalpinang, dari uskupnya, imamnya hingga awamnya. Waktu itu (tulisan awal), saya mengajak kita bercermin dengan menggunakan tiga cermin yang ditawarkan dalam sinode kedua itu. Sekarang saya mengajak kita untuk kembali melihat, apakah kita sudah berbenah.

Tiga Cermin Sinode II
Pada sinode kedua, di hari kedua, para peserta ditawarkan tiga tema pertemuan, yaitu Politik, Ekologi dan Hubungan Antar Agama. Tiga tema itu saya jadikan cermin bagi kita untuk berefleksi, karena lewat ketiga tema itu kita bisa melihat wajah keuskupan kita.

Dalam tulisan tiga tahun lalu, saya sangat menyayangkan bahwa tiga tema itu hanya sebatas resume. Kita tidak menjadikannya sebagai cermin. Dia cuma menjadi realitas di luar kita. Hal ini membuat Gereja seakan-akan hanya bisa mengadili realitas di luar dirinya. Padahal sebenarnya sinode bisa menjadi ajang bersih-bersih diri dengan refleksi diri. Refleksi berarti otokritik.

Dengan hanya menjadi resume dan tidak menjadikannya sebagai cermin untuk refleksi, kita ibarat kaum munafik yang dikecam Yesus dalam kotbah-Nya di bukit (Mat 7: 3 - 5). Kita dapat melihat selumbar di mata orang lain, sementara balok di mata kita sendiri tidak diketahui. Padahal, balok itu jauh lebih besar daripada selumbar. Sungguh ironis; dan itulah yang terjadi.

     a)     Cermin I: Tema Politik
Dalam cermin politik, saya melihat wajah keuskupan yang tak jauh berbeda dengan wajah politik bangsa. Di sana saya melihat:
     1)     Pengaruh uang sangat dominan dalam kehidupan kita, baik sebagai imam maupun sebagai awam. Ada ambisi-ambisi jabatan kekuasaan, yang semuanya demi uang, sampai-sampai nilai-nilai moral dan kejujuran dilangkahi.
      2)     Pemimpin tidak bertindak tegas.
      3)     Ada kesan politik saling sandera.
      4)     Ada mental melodramatik di kalangan umat dalam menyikapi persoalan di level hirarki.
      5)     Sikap umat: ada yang apatis, kritis atau pragmatis.
      6)     Ada asas: asal uskup senang (padanan politik: Asal Bapak Senang)

     b)    Cermin II: Tema Ekologi
Dalam cermin ekologi, saya melihat wajah keuskupan yang tak jauh berbeda dengan wajah ekologi bangsa. Di sana saya melihat:
      1)     Ada keserakahan sehingga sebagian besar aset kekayaan keuskupan dikuasai.
      2)     Ada keserakahan yang berdampak pada eksploitasi.
      3)     Ada egoisme dalam semangat memanfaatkan aset kekayaan keuskupan atau paroki untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

     c)     Tema III: Tema Hubungan Antar Agama
Dalam cermin hubungan antar agama, saya melihat wajah keuskupan yang tak jauh berbeda dengan wajah hubungan antar agama di negeri ini. Di sana saya melihat:
      1)     Ada sifat fanatisme.
      2)     Sifat merasa diri benar ada pada diri imam dan/atau umat sehingga terjadinya pemaksaan kehendak. Imam memaksakan kehendaknya karena merasa dirinya benar dan pintar sementara umat salah dan bodoh.
      3)     Ada rasa benci dan sikap menolak orang dari kelompok lain.
   4)     Ada umat dan/atau imam yang melakukan kekerasan terhadap orang lain dengan menggunakan dasar agama.
      5)     Ada politik pembiaran di Gereja kita saat terjadi tindak kekerasan.
    6)     Cara beragama kita masih bersifat ritual dan hanya mengejar kesalehan pribadi, belum memiliki dampak sosial yang membangun peradaban.
   7)     Imam dan/atau umat (keluarga) belum menanamkan benih-benih cinta kasih, saling menghormati dan menghargai dalam diri anak-anak kita.

Ternyata Kita Belum Berubah
Sinode menuntut adanya pertobatan dan perubahan. Tentulah perubahan itu selalu terarah kepada yang baik dan benar. Tuntutan akan pertobatan atau perubahan ini sudah dicanangkan buku sinode kedua (bab V), yang kembali ditegaskan oleh Bapak Uskup Pangkapinang dalam kesempatan promulgasi buku sinode kedua itu. Dengan tegas Bapak uskup mengajak umat Allah Keuskupan Pangkalpinang untuk berubah agar nilai-nilai sinode dapat berjalan. Membandingkan dengan proses pembusukan ikan yang diawali dari kepala, Bapak Uskup meminta supaya perubahan itu diawali dari kepala (redaksi awal pesan uskup). Tentulah yang dimaksud di sini adalah pimpinan hirarki, mulai dari uskup, para imam, khususnya Kepala Paroki dan instansi lainnya.

Dalam kaca mata kami, gerak sinode harusnya berawal dari pertobatan yang diikuti perubahan. Pertobatan merupakan fundasinya. Tanpa pertobatan dan perubahan, sinode itu ibarat rumah yang didirikan di atas pasir. Ketika angin dan hujan lebat serta badai melanda, robohlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya. Sia-sialah pekerjaan itu. Jadi, jangan melaksanakan hasil sinode tanpa adanya pertobatan dan perubahan.

Bagaimana dengan sinode kedua Keuskupan Pangkalpinang? Ada kesan bahwa kita mengabaikan fundasi tadi. Kita langsung disibukkan dengan bangunan dan ornamennya. Tidak ada pertobatan dan perubahan atau pembenahan diri, baik itu di kalangan hirarki maupun umat. Refleksi atas tiga cermin di atas menunjukkan adanya ketidakberubahan itu. Mentalitas kita masih mentalitas lama yang penuh dengan keegoisan dan ketidakpedulian. Bagaimana kita bisa membangun partisipasi?

Jadi, ternyata kita belum berubah. Bentuk lain dari ketidakberubahan itu dapat dilihat dari realitas yang sudah direkam dalam sinode kedua. Survei membuktikan bahwa di kalangan para imam ada kelemahan dalam membangun komunitas. Yang menjadi titik lemahnya adalah kurangnya komunikasi, tidak ada kepercayaan kepada rekan imam dan semangat single fighter dalam diri imam (lih. MGP no 76.).

Karena itu, dalam pertemuan imam Mei 2013, ada satu pernyataan keprihatinan, yaitu para imam belum berkomunitas. Ini benar-benar sebuah ironisme. Bagaimana mungkin imam, yang merupakan ujung tombak pesan sinode, selalu berteriak agar umat ber-KBG, sementara dirinya tidak menampakkan komunitas itu. Dengan kata lain, dirinya tidak bisa berkomunitas.

Akhir Kata
Tulisan ini tidak memiliki maksud lain selain mau mengajak kita untuk bercermin, melihat kelemahan-kelemahan kita. Dan dari aksi bercermin ini akan muncullah perubahan. Akan tetapi perubahan mengandaikan adanya KEMAUAN dari SEMUA umat Keuskupan Pangkalpinang, baik dari kalangan hirarki (uskup dan para imam), kelompok hidup bakti serta kaum awam. Kalau hanya kaum awam atau kelompok hidup bakti saja yang bercermin dan mau melakukan perubahan, maka tidak akan ada perubahan yang sesungguhnya. Jadi, perubahan akan terjadi bila ada aksi bersama. Untuk itulah sangat bagus tema ini dijadikan cermin saat sinode.

Perubahan adalah langkah akhir; atau buah dari refleksi. Langkah awal yang musti dilakukan adalah pertobatan dan rekonsiliasi. Pertobatan adalah aksi individu. Masing-masing kita melihat diri kita, apakah masih ada kekurangan dalam diri saya. Setelah menemukan kekurangan itu, kita masing-masing segera berbenah diri. Pertobatan ini bukan hanya terjadi pada diri umat, melainkan juga, dan malahan yang utama, para imamnya. Sedangkan rekonsiliasi merupakan aksi kolektif. Kita harus menumbuhkan rekonsiliasi dimulai dari kelompok kaum religius, kelompok kaum lembaga hidup bakti, kelompok kaum awam dan antar kelompok.

Memang saat ini ada kesan bahwa kita belum berubah. Namun bulan lantas berarti sinode kita gagal. Kita gagal kalau kita memang tidak mau berubah. Masih ada harapan. Kita dapat mewujudkan amanat sinode hingga menghasilkan buah jika kita mulai berbenah diri. Kita awali dengan pertobatan.
Jakarta, 29 Mei 2014
by: adrian

Renungan Hari Sabtu Biasa XII - Thn II

Renungan Hari Sabtu Biasa XII, Thn A/II
Bac I    2Tim 2: 22 – 26; Injil               Mat 8: 5 – 17;

Injil hari ini mengisahkan pelayanan Yesus berkaitan dengan penyembuhan. Awalnya Yesus menyembuhkan hamba seorang perwira di Kapernaum yang sakit lumpuh dan sangat menderita. Yesus kagum dengan iman perwira itu sehingga terjadilah seperti yang diharapkannya. Kemudian Tuhan Yesus menyembuhkan ibu mertua Petrus yang sedang sakit demam. Kepadanya pun Tuhan Yesus melakukan penyembuhan. Akhirnya Yesus menyembuhkan banyak orang sakit dan kerasukan yang dibawa kepada-Nya. Semua kegiatan Yesus ini direfleksikan oleh Matius dengan satu pernyataan Yesaya, “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.” (ay. 17).

Injil hendak menampilkan teladan Tuhan Yesus untuk diikuti oleh setiap pengikut-Nya. Dalam bacaan pertama, yang diambil dari surat Paulus yang kedua kepada Timotius, Paulus menggambarkan dengan cara lain teladan Tuhan Yesus. Intinya tetap sama, dimana Tuhan Yesus yang lemah lembut menanggung semua dosa supaya kita terlepas dari jerat iblis yang mengikat kita pada kehendaknya. Paulus mengajak jemaatnya untuk tampil seperti Yesus yang menuntun orang lain sampai pada kebenaran (ay. 25).

Yesus Kristus adalah teladan. Inilah yang hendak disampaikan sabda Tuhan hari ini. Sabda Tuhan menghendaki agar kita meneladani teladan hidup Tuhan Yesus. Kita diajak untuk tidak hanya memperhatikan diri sendiri, tanpa peduli pada sesama,  melainkan supaya kita mau dan bersedia memperhatikan kebutuhan sesama kita. Kita dipanggil untuk menuntun orang lain mengenal kebenaran. Karena itu, haruslah ditanggalkan nafsu memaksakan kehendak (Paulus mengistilahkan nafsu orang muda), yang dapat berujung pada pertengkaran.

by: adrian

Jumat, 27 Juni 2014

(P U I S I) Korupsi Melanda Gereja

KORUPSI MELANDA GEREJA
Ada umat tak percaya
Ketika aku cerita ada imam korupsi juga
Dia kata para imam ikrar janji sederhana
Aku bilang itu hanya ucapan bibir semata

            Korupsi telah melanda gereja
            Ia nyata hanya tidak kentara
            Tapi bisa dilihat dirasa
            Pada imam yang hidup bergaya
            Tampil bergelimang harta dan benda
            Meski gaji sebulan tidaklah setara

Korupsi telah melanda gereja
Sayang kurang aksi nyata
Pimpinannya tutup mata tutup telinga
Umatlah yang hidup menderita

            Ada umat tak percaya
            Ketika aku cerita ada imam korupsi juga
            Dia kata imam itu juga manusia
            Wajar bila ia tampil seperti Dracula
                                                Jakarta, 16 Juni 2014
by: adrian

Orang Kudus 27 Juni: St. Emma

SANTA EMMA, PENGAKU IMAN
Emma, yang juga dipanggil Hemma, lahir pada tahun 980 dan meninggal pada tahun 1045. Wanita ningrat ini dikenal sebagai pendiri sebuah biara dan Gereja di desa Gurk, Austria Selatan.

Keputusannya untuk menjalani hidup bakti kepada Tuhan ditempuhnya setelah suaminya meninggal dan kedua puteranya dibunuh. Diceritakan bahwa kedua puteranya dibunuh karena menggantung seorang karyawan yang bekerja di rumah mereka. Suaminya meninggal ketika dalam perjalanan ke Roma. Semenjak itu, Emma giat melakukan berbagai karya amal cinta kasih. Bukti yang paling mengagumkan dari niatnya yang suci ialah usahanya untuk mendirikan sebuah biara dan gereja di Gurk, Austria Selatan. Biara -- yang kemudian dijadikan Biara Benediktin di Admont -- ini dimulai pembangunannya pada tahun 1072 setelah kematiannya. Diceritakan bahwa Emma sendiri sebagai biarawati setelah kematian suami dan anak-anaknya itu. Oleh gereja ia digelari sebagai ‘Santa’.

Salah Guna Kedekatan Kekuasaan

Di dunia ini penguasa itu identik dengan pemegang kuasa. Ada banyak kuasa di dalam genggaman tangannya, yang dapat menentukan nasib orang lain. Memang tetap harus diakui bahwa hidup mati ada dalam kuasa Tuhan, meski dalam arti tertentu dapat juga dipindahkan ke tangan manusia yang memiliki kuasa tadi.

Kalau penguasa alam semesta itu hanya ada satu, yaitu Tuhan Allah, maka penguasa di dunia ini ada banyak, tergantung bidangnya. Untuk sebuah negara, penguasanya adalah kepala pemerintah, meski teorinya mengatakan bahwa rakyatlah pemilik kuasa itu. Di bidang hukum, hakimlah penguasanya. Dialah pemegang keputusan bersalah atau tidaknya seseorang.

Untuk lingkup Gereja, misalnya di keuskupan, pemegang kuasa itu adalah uskup. Inipun masih ada catatannya, yaitu bahwa menurut teorinya kekuasaan dalam Gereja itu berarti pelayanan dan pengabdian. Tapi, itu lebih pada teori. Karena, sebagaimana lazim terjadi, tidak banyak teori sejalan dengan prakteknya.

Karena dengan kuasa yang dimiliki itu, sang penguasa dapat menentukan nasib orang lain, maka wajar bila banyak orang berusaha dan berjuang agar bisa dekat dengan penguasa. Kedekatan ini tentulah akan berdampak positip baginya. Dan supaya bisa dekat dengan sang penguasa itu, berbagai cara pun dilakukan. Salah satunya adalah menjilat. Dari sinilah muncul istilah ABS (Asal Bapak Senang).

Ada banyak manfaat yang diperoleh dari kedekatan relasi dengan penguasa ini. Salah satunya adalah perlindungan. Dengan adanya perlindungan, orang akan merasa aman dan nyaman. Apapun tindakannya, bahkan salah sekalipun, orang tetap dilindungi berkat perlindungan tadi. Karena itu, orang salah bisa jadi tidak disalahkan. Jika melakukan hal yang benar, maka pujian akan melambung tinggi melampaui langit, meski sebenarnya biasa-biasa saja. Ada banyak orang lain melakukan hal yang serupa, bahkan mungkin lebih lagi, namun tidak mendapat apresiasi karena tidak adanya kedekatan relasi dengan penguasa. Sekali lagi, ini semua karena kedekatan dengan penguasa.

Di negara, pelaku kejahatan (entah itu narkoba, korupsi atau lainnya) dapat melenggang bebas berkat adanya relasi yang dekat dengan penguasa. Di keuskupan, imam-imam bermasalah tidak akan dipermasalahkan karena kedekatannya dengan uskup. Malah mungkin ia akan dibela dan justru orang lain yang menjadi biang permasalahan. Akan tetapi, jika tidak punya relasi dekat dekat dengan uskup, imam bermasalah tetap menjadi masalah, dan ia akan dipermasalahkan.

Sungguh, enaknya punya relasi dekat dengan penguasa. Orang yang salah jadi tidak dipersalahkan dan orang bermasalah menjadi tidak dipermasalahkan. Semua itu berkat kedekatan relasi dengan sang penguasa. Namun, ini hanya terjadi di dunia. Jauh berbeda dengan di akhirat atau di hadapan Tuhan Allah, karena Sang Penguasa Agung adalah Hakim yang jujur dan adil. Tuhan tidak akan berkompromi dengan kesalahan atau kejahatan, meski bagi-Nya selalu terbuka pintu tobat.
Jakarta, 17 Juni 2014
by: adrian

Renungan HR Hati Yesus Mahasuci, Thn A

Renungan HR Hati Yesus Mahasuci, Thn A/II
Bac I    Ul 7: 6 – 11; Bac II    1Yoh 4: 7 – 16;
Injil      Mat 11: 25 – 30;

Hari ini Gereja universal mengajak umatnya merayakan hari raya Hati Yesus Mahasuci. Hati merupakan lambang cinta atau kasih (love). Hati yang yang suci adalah ungkapan kasih yang murni. Kasih yang murni itu tampak pada Allah. Dia-lah sumber kasih. Hal inilah yang hendak diwartakan dalam bacaan-bacaan liturgi hari ini.

Dalam bacaan pertama diungkapkan kasih Allah kepada umat kesayangan-Nya, yaitu bangsa Israel. Dinyatakan bahwa Allah-lah yang lebih dahulu memilih mereka menjadi umat kesayangan-Nya. Allah mengasihi umat Israel bukan karena mereka merupakan bangsa yang besar atau kecil (lemah), melainkan karena kasih (ay. 7 – 8). Salah satu bukti kasih Allah kepada mereka adalah dengan mengeluarkan mereka dari penindasan bangsa Mesir (ay. 8). Allah akan tetap mengasihi bangsa Israel karena Dia adalah “Allah yang setia.” (ay. 9).

Kasih Allah yang murni juga terlihat dalam bacaan kedua. Dalam suratnya yang pertama, Yohanes mengungkapkan bahwa “Allah adalah kasih.” (ay. 8). Kasih Allah yang besar kepada dunia tampak dalam kehadiran-Nya di dunia dalam wujud manusia Yesus. Dengan kasih itu kita beroleh hidup (ay. 9 – 10, 14). Sama seperti yang dinyatakan dalam bacaan pertama, Yohanes juga menegaskan bahwa Allah-lah yang lebih dahulu mengasihi manusia (ay. 10).

Dalam bacaan kedua Yohanes sudah menunjukkan bahwa Yesus merupakan ungkapan kasih Allah kepada manusia. Karena itu, pada Yesus ada kasih Allah. Karena itu, dalam hidup-Nya Yesus senantiasa menunjukkan kasih itu kepada manusia. Matius, dalam Injilnya hari ini, memperlihatkan sepenggal kasih Yesus. Kasih Yesus diperlihatkan dengan memberikan kelegaan dan ketenangan jiwa bagi orang yang letih lesu dan berbeban berat (ay. 28 – 29). Di sini hendak ditampilkan sisi Allah yang peduli dan berbelas kasih.

Hari raya Hati Yesus Mahasuci menyadarkan kita pertama-tama bahwa Yesus merupakan perwujudan kasih Allah kepada kita. Pada Yesus ada kasih Allah, karena Dia adalah Allah. Kita disadarkan bahwa Allah lebih dahulu mengasihi kita. Karena itu, apa pesan perayaan hati ini buat kita? Sabda Tuhan, melalui surat Yohanes, menghendaki agar kita hidup saling mengasihi. Dengan kasih, kita sudah ambil bagian dari keilahian Allah karena Allah adalah kasih. Salah satu wujud kasih itu, seperti yang sudah ditunjukkan Tuhan Yesus, adalah dengan sikap peduli dan berbelas kasih kepada sesama.

by: adrian

Kamis, 26 Juni 2014

Orang Kudus 26 Juni: St. Maria Magdalena Fontaine

SANTA MARIA MAGDALENA FONTAINE, MARTIR
Maria Magdalena Fontaine dikenal sebagai pemimpin biara Suster-suster Karitas di Arras, Perancis. Bersama tiga orang kawannya, yakni Suster Frances Lanel (49 tahun), Teresa Fantou (47 tahun) dan Yoan Gerard (42 tahun), ia dipenggal kepalanya di Cambrai, Perancis.

Pada masa itu Revolusi Perancis sedang berkecamuk. Negara mengeluarkan suatu undang-undang yang ditujukan kepada rohaniwan, biarawan/biarawati. Isi undang-undang ini dinilai sangat bertentangan dengan ajaran agama. Para biarawan-wati diharuskan menaati dan mengucapkan sumpah setia kepada negara. Karena mereka menolaknya, maka banyak di antara mereka dibunuh.

Suster Maria Magdalena Fontaine bersama tiga orang kawannya dipanggil oleh para pejabat untuk mengucapkan janji setia kepada negara sebagaimana diwajibkan undang-undang itu. Mereka bersedia pergi namun tidak bersedia mengucapkan sumpah setia itu, karena bertentangan dengan suara hati mereka. Karena itu mereka dituduh sebagai aktifis anti revolusi, ditangkap dan dipenjarakan pada tanggal 14 Februari 1794.

Tanpa banyak pertimbangan, keempat suster itu digiring ke tempat pembantaian. Mereka kelihatan tidak gentar sedikitpun terhadap bahaya maut yang segera tiba. Mereka bahkan menyambut gembira hukuman mati itu. Sepanjang jalan mereka menyanyikan lagu “Ave Maris Stella”.

Di atas tempat pembantaian itu, kepala mereka satu per satu dipenggal dengan guilotine. Suster Magdalena mendapat giliran terakhir. Ketika mendekati guilotine, ia berpaling kepada orang banyak yang berkumpul dan berkata: “Dengarkanlah hai umat Kristen! Kami adalah korban terakhir. Penganiayaan akan segera berakhir, tiang gantungan akan segera roboh dan altar-altar Tuhan Yesus akan muncul lagi dengan semarak”. Ramalan ini ternyata benar-benar terjadi.