PENGHARAMAN BABI: TAAT PADA TUHAN ATAU MANUSIA?
Tentu kita ingat akan kasus obat yang mengandung babi sekitar
Desember 2013 lalu. Ternyata masalah ini sudah lama terjadi. Produsen obat
menggunakan salah satu bagian dari tubuh babi sebagai bahan pembuatan obat.
Alasan produsen, selain murah, ternyata kualitasnya pun bagus. Dalam salah satu
wawancaranya, Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, menyatakan bahwa soal penggunaan
tulang babi untuk kepentingan kesehatan masih bisa didiskusikan.
Secara pribadi pernyataan ibu menteri ini cukup menarik.
Sepengetahuan kami, dalam agama islam babi itu adalah HARAM hukumnya. Ini
merupakan keputusan final. Namun, kenapa ibu menteri mengatakan bahwa hal itu
masih bisa didiskusikan. Kami melihat bahwa pernyataannya itu bukan hanya
dilihat dari sisi akademi (karena ia seorang ahli), melainkan dari sisi lain,
yaitu bahwa ia mantan muslimah. Artinya, ia tahu dan mengerti soal masalah
haram itu.
Dari sini kami akhirnya mencoba menelusuri jejak babi dalam
ajaran islam. Dan lahirlah tulisan ini. Bukan maksud kami untuk melecehkan atau
menghina. Tulisan ini pun tentulah tak luput dari kekurangan. Tulisan ini murni
merupakan pemikiran pribadi. Kami menyadari akan keterbatasan pemikiran kami
ini. Karena itu, kritik dan saran amat sangat kami harapkan.
Pencarian kami dimulai dari dalil pengharaman babi.
DALIL HARAM BABI
Satu pertanyaan mendasar adalah mengapa babi diharamkan dalam
ajaran islam. Kalau pertanyaan ini diajukan kepada umat islam, tentulah mereka
akan menjawab bahwa Al-Quran sudah melarangnya. Sebagaimana yang diketahui,
Al-Quran adalah Kitab Suci orang islam, yang di dalamnya berisi
perintah-perintah Allah. Karena itu, pelarangan atau pengharaman babi merupakan
perintah langsung dari Allah.
Kami mencoba mencari surah-surah apa saja yang memuat
perintah Allah yang mengharamkan babi itu. Dan kami akhirnya menemukan ada
empat surah. Keempat surah itu adalah:
a. QS Al-Baqarah
173 : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, dan
binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.”
b.
QS Al-Ma’idah 3 : “Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.”
c.
QS Al-An’am 145 : “Tiadalah aku peroleh dalam
wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua
itu kotor (najis)”
d.
QS An-Nahl 115 : “Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih dengan menyebut nama
selain Allah.”
Itulah keempat surat yang berisi perintah Allah yang
mengharamkan daging babi. Umat islam
tentulah sudah mengetahuinya. Akan tetapi, sekalipun ada surah yang
mengharamkan babi, tetap saja pertanyaan dasar tak terjawab: mengapa babi diharamkan? Keempat surah
di atas hanya berisi pengharaman daging
babi, namun tidak ada penjelasan mengapa diharamkan.
PENGHARAMAN BABI DALAM
PERKEMBANGAN LANJUT
Dalam perjalanan sejarah islam kemudian, ada usaha-usaha
untuk menjelaskan dasar dari pengharaman babi. Dan dalam usaha menjelaskan
dasar pengharaman itu, kami melihat telah terjadi pergeseran konsep. Artinya,
konsep awal tentang yang diharamkan sudah diubah.
Di sini kami akan mengemukakan tiga penjelasan pengharaman
babi dalam perkembangan lanjut, di mana di dalamnya terlihat adanya perubahan
konsep.
1.
hikmah
pengharamannya dijelaskan Syaikh Shalih Al Fauzan: “Ada
yang diharamkan karena makanannya yang jelek seperti Babi, karena ia mewarisi mayoritas akhlak yang rendah lagi buruk,
sebab ia adalah hewan terbanyak makan barang-barang kotor dan kotoran tanpa
kecuali.” (Kitab Al Ath’imah
hal. 40)
2.
Muhammad
bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr
dan hasil penjualannya dan mengharamkan bangkai dan hasil penjualannya serta
mengharamkan babi dan hasil
penjualannya.” (HR. Abu Daud)
3.
Tafsir Al Manaar menyatakan: “Allah mengharamkan daging babi karena najis, sebab makanan yang paling disukainya
(makanan favoritnya) adalah kotoran dan ia berbahaya pada semua daerah,
sebagaimana telah dibuktikan dengan pengalaman serta makan dagingnya termasuk
sebab menularnya cacing yang mematikan. Ada juga yang menyatakan bahwa ia
memiliki pengaruh jelek terhadap sifat iffah (menjaga kehormatan) dan cemburu
(ghirah).” (Shohih Fiqh Sunnah,
2/339)
CATATAN KRITIS
Ada 4 dasar hukum pengharaman babi. Empat dasar hukum itu
langsung bersumber dari perintah Allah SWT sendiri. Namun, yang dikatakan Allah
SWT adalah DAGING BABI. Al-Quran menggunakan kata “Lahma” untuk mengacu pada
DAGING, karena pada waktu dulu, hanya daging babinya saja yang digunakan. Sangat
jelas sekali bahwa Allah SWT mengharamkan DAGING babi. Hanya dagingnya saja.
Akan tetapi, dalam perkembangan lanjut, sabda Allah SWT ini
sudah diselewengkan atau diubah oleh para pengikut-Nya. Yang diharamkan bukan lagi
hanya DAGING babi saja, melainkan SEMUA hal yang melekat dengan babi, seperti
bulu, lemak, enzim atau tulang. Ini berlaku hingga sekarang. Mungkin hal inilah
yang dimaksud ibu menteri bahwa masalah penggunaan tulang babi untuk
kepentingan medis, masih bisa didiskusikan. Tulang bukanlah daging. Siapapun,
bahkan anak SD sekalipun, pasti tahu bahwa tulang tidak sama dengan daging.
Selain itu, dasar pengharaman babi terkesan tak masuk akal.
Misalnya seperti memakan makanan kotor, seperti yang disampaikan Syaikh Shalih
Al Fauzan atau dalam Shohih Fiqh Sunnah, 2/339. Kalau itu dasarnya, hampir
semua hewan makan makanan kotor, tapi koq
tidak diharamkan? Tentu kita tahu bahwa ikan lele dikenal sebagai pemakan
segala, termasuk yang kotor. Ayam dan unggas lainnya juga akan makan-makanan
kotor. Namun mereka tidak diharamkan, dan hanya babi saja. Karena itulah, dasar
pengharaman itu sungguh tak masuk akal sehat dan terkesan mengada-ada.
Ada juga yang mengaitkan dengan penyakit yang ada di dalam
babi. Bukankah pada sapi juga terdapat cacing? Salah satu penyakit sapi yang
paling ditakutkan adalah anthrax. Kenapa sapi tidak diharamkan? Ayam dan unggas
lainnya juga menjadi penyalur penyakit flu burung yang mematikan, namun unggas-unggas
itu tidak diharamkan. (baca info berikut ini bahwa sapi, kambing dan sapi juga punya parasit). Karena itu, dasar pengharaman yang mengaitkan dengan
penyakit sungguh tidak masuk akal dan terkesan mengada-ada.
Lebih aneh lagi, ada yang menghubungkan dengan dengan sifat
jelek babi. Ini hanya mencari-cari alasan saja. Kenapa tidak juga mencari sifat
jelek dari hewan lain? Semua hewan memiliki sifat jelek. Kambing, misalnya,
suka kawin di depan publik. Sapi, selain suka berkubang di lumpur, juga
terkenal bodoh, mental budak dan tak punya pendirian. Akan tetapi, baik kambing
dan sapi tidak diharamkan. Ayam suka kawin sembarang saja. Malahan anaknya
setelah besar akan kawin dengan induknya. Bukankah ini sifat buruk? Tapi kenapa
tidak diharamkan? Karena itu, dasar pengharaman yang mengaitkan dengan sifat
buruk sungguh tidak masuk akal dan terkesan mengada-ada.
AKHIR KATA
Demikianlah uraian singkat soal pengharaman babi dalam islam.
Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa masalah pengharaman babi masih
menyisakan persoalan. Ada kesan bahwa pengharaman babi didasarkan pada
sentimen. Mereka yang mengharamkan babi memiliki sentimen terhadap babi, karena
sekalipun sama-sama menyebarkan penyakit, makan makan kotor dan memiliki sifat
buruk, toh hanya babi saja yang
diharamkan; yang lain tidak.
Selain itu, masalah pengharaman babi memperlihatkan adanya
perubahan konsep awal. Awalnya Allah mengharamkan daging babi, namun kemudian oleh pengikut-Nya diubah menjadi semua unsur babi. Pertanyaan kita sekarang:
kita
mau ikut kehendak (perintah) Allah SWT atau perintah manusia?
Jakarta, 7 Februari 2014
by: adrian