Jumat, 16 Agustus 2013

Foto-fotoku

Hari ini aku mengantar frater Stello ke Belinyu. Ia naik KM Sirimau, kapalnya orang Flores. Setelah mereka naik ke atas kapal, saya pulang dan sempat berziarah di Gua Maria Belinyu.

Inilah foto-fotonya....

(Sharing Hidup) Kisah Tiga Cerita

KEGELISAHANKU: KISAH 3 CERITA
Tulisan ini sama sekali tidak bertujuan menjelek-jelekkan siapapun; juga bukan untuk mencari perhatian dan dukungan. Tulisan ini lahir dari kegelisahan suara hati dan kegalauan akal budi. Awalnya ingin saya memendamnya sendiri dalam hati, membiarkan orang lain tak mengetahui; menjadi milik sendiri. Namun kegelisahan hati semakin menjadi. Jiwa ini gelisah memberontak.

Karena itulah, kuringankan tangan untuk menulis, membuka keprihatinanku ini, sehingga keprihatinanku menjadi keprihatinan bersama. Adalah keinginan saya agar orang lain memahami hal ini dan bisa mengambil sebuah sikap. Dasar tulisan ini adalah cintaku pada Gereja Kristus.

Tulisan ini terdiri dari tiga cerita, yang sekalipun tidak berhubungan satu sama lain, namun memiliki keterkaitan. Ada satu poin yang merangkum tiga cerita ini. Dan saya mempersilahkan pembaca untuk merangkai dan menemukan kaitan ketiga cerita ini.

BERAWAL DARI CERITAKU
Untuk memenuhi salah satu amanat sinode (lihat MGP no. 307), saya membentuk Tim Pendamping OMK (TPO) yang beranggota 12 orang. Memang untuk mencari anggota yang memiliki kriteria seperti yang digambarkan dalam buku sinode adalah sangat sulit. Karena itu, saya mendasarkan pilihan pada KEMAUAN dan potensi yang dimiliki tiap anggota. Namun belum ada tiga bulan keberadaan TPO, saya menerima surat pengunduran diri dari salah seorang anggota tim. Alasan mundur adalah faktor kesibukan. Saya tidak bisa menghalangi niat mundur tersebut karena ada dua alasan SIBUK mengacu pada kepentingan Gereja yang lebih besar.

Akan tetapi, selang beberapa bulan kemudian, mantan anggota TPO ini membentuk sebuah komunitas untuk karya pastoral parokial. Spontan nalar saya bertanya, bukankah dua kesibukan yang diungkap dalam surat pengunduran diri masih melekat pada dirinya. Koq masih bisa menyibukkan diri lagi dengan komunitas baru. Apakah ketika di TPO terasa sibuk, sedangkan di komunitas barunya itu tidak? Ketika saya mensyeringkan gangguan akal sehat ini kepada salah seorang anggota TPO lainnya, ia pun senasib-sebingung dengan saya. “Permainan apa yang mau dimainkan ....,” ujarnya.

Kebingungan saya semakin bertambah ketika mendengar langsung pernyataan mantan anggota TPO berkaitan dengan komunitas barunya itu. Dengan yakin dia menegaskan bahwa komunitas ini sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam buku sinode. Selama kurang lebih dua minggu setelah pernyataan itu, saya membaca kembali buku sinode hingga dua kali, tapi tidak menemukan pendasaran untuk komunitas ini sebagaimana yang dinyatakan. Atau mungkin saya yang bodoh atau kurang teliti membaca.

CERITA ORANG BIMAS (DEPAG)
Hampir seminggu, sebelum terbang ke Pangkalpinang, saya berada di Batam. Dalam satu kesempatan saya bersama Rm. Ansel, bertemu dengan salah seorang umat yang bekerja di Depag (Departemen Agama). Pertemuan informal ini terjadi di pastoran Tiban. Tujuan pertemuan ini adalah untuk mencari tahu peluang mendapatkan dana bantuan untuk kegiatan temu imam Basepta (Bawah Sepuluh Tahun) Keuskupan Pangkalpinang di Paroki Ujung Beting pada bulan Februari tahun depan. Ketika mendengar rencana kegiatan, wajah pegawai Depag ini langsung ceria sumringah, namun segera redup saat mendengar kata Ujung Beting.

“Kalau dibuat di Batam bisa saja, Romo. Kebetulan program [/proyek] saya tahun 2013-2014 masih tinggal satu lagi. Jadi bisa pakai saya punya. Tapi itu pun hanya untuk satu hari dan panitianya dari saya.” Demikian penjelasannya.

Mendengar ceritanya ini, saya jadi ingat akan kegiatan OMK yang diadakan di TK Immanuel, Sei Bati pada 21 April 2012. Sepertinya kegiatan tersebut bukan murni dari Gereja/Paroki, melainkan dari Depag atau kerjasama Depag dan oknum Gereja/Paroki. Pada waktu itu, bahkan para pesertanya pun mendapatkan “uang duduk”. Saya, yang waktu itu sebagai pemateri, juga menerima honor. Namun setelah menandatangani tanda terima, semua uang saya serahkan ke pengurus OMK sehingga sedikit menimbulkan kekagetan pada beberapa orang.

Dari obrolan kami, saya akhirnya tahu bahwa orang-orang di Depag itu sering membuat program/proyek pembinaan rohani. Membuat program/proyek itu sama artinya membuat proposal. Dan proposal itu identik dengan uang. Tiap orang dapat membuat lebih dari satu program. Jika programnya disetujui maka itu merupakan keuntungannya, karena selain mendapat uang dari gaji tetapnya, ia juga menerima uang dari proyeknya. Ia bisa bermain sendiri dengan tetap mendapat persetujuan dari pimpinan Gereja setempat (pastor paroki), atau bekerja sama dengan “orang kepercayaan” di Gereja lokal. Karena itulah, ada banyak orang selalu membina relasi baik dengan pastor paroki (istilahnya: orang dekat). Dan tentulah umat akan tertarik mengikuti kegiatannya itu karena ada UANG DUDUK.

BERAKHIR DI CERITA SAHABAT
Malam pertama berjumpa dengan Rm. Yudhi, kami banyak ngobrol. Tema obrolan beragam, bukan cuma soal IT yang akan saya tangani nanti, melainkan menyentuh beberapa keprihatinan atas Gereja. Ada dua cerita Rm. Yudhi yang menarik untuk di-sharing-kan di sini. Pertama, di sebuah paroki (di wilayah Selatan keuskupan ini) ada umat rajin membuat proposal untuk kegiatan gerejawi. Proposal diajukan ke Depag, karena sejalan dengan kegiatannya. Namun sayang, proposal itu selalu ditolak. Kesalahan orang itu adalah bahwa proposal tersebut tidak ditandatangani oleh pastor paroki sebagai pejabat resmi Gereja.

Ketika mendengar cerita ini, saya langsung berkata bahwa untung orang Depag yang menolak itu baik. Bagaimana jika orang Depag itu sudah berkonspirasi dengan umat yang membuat proposal tadi? Selain itu perlu juga dipertanyakan kenapa ia tidak mau minta tanda tangan pastor paroki? Apakah ia takut diketahui niat buruknya atau ia tidak rela jatahnya berkurang karena harus berbagi dengan pastor paroki?

Kedua, di sebuah paroki lain lagi (masih di wilayah yang sama) ada umat yang bekerja di Depag kerapkali membuat kegiatan gerejawi. Semua kegiatan tersebut dia sendiri yang menanganinya. Mendengar cerita tersebut, otak saya langsung berkata bahwa orang itu membuat dan mendapat proyek yang banyak sehingga bisa melakukan banyak kegiatan gerejawi.
--o0o--
Demikianlah tiga cerita kegelisahan nurani saya. Tentulah dapat dikatakan bahwa ketika membuat proposal kegiatan gerejawi itu, dokumen Gereja dan tujuan mulia dikemukakan sebagai pendasaran kegiatan tersebut. Tak peduli soal kebenaran dokumen Gereja tersebut. Tak peduli juga soal kebenaran tujuan mulia itu. Mungkin ada yang bertanya, apakah kegiatan itu salah? Terus terang saya tidak mau menyalahkan kegiatan itu atau menilainya tidak baik. Namun dari semua ini ada satu pertanyaan mendasar saya:

APAKAH KEGIATAN-KEGIATAN GEREJAWI ITU 
DEMI PENGEMBANGAN GEREJA
ATAU 
DEMI KEPENTINGAN PRIBADI?

Pangkalpinang, 8 Agustus 2013

Tentang IT

Pertemuan pertama dengan Rm. Yudhi, pembicaraan seputar dunia internet, atau yang dikenal dengan istilah IT (Informasi Teknologi).

Yudhi : Nanti abang urus juga LAN.
Saya   : Apa itu LAN?
Yudhi : Lokal Area Network.

Yudhi langsung memberi contoh dengan memegang kabel yang biasa digunakan untuk akses internet. Saya langsung memahaminya sebagai internet dengan kabel, lawan dari wireless: internet tanpa kabel.

Saya   : Jadi, kalau yang wireless itu disebut IAN, ya?
Yudhi : Apaan tu? 

Yudhi sedikit bingung dengan istilah IAN. Selama kursus dan bergaul dengan dunia IT, dia sama sekali tak pernah mendengar istilah IAN.

Saya   : Interlokal Area Network. Kan kalau ada lokal, ada juga interlokal.
Yudhi : @*%$<^#*@???

by: adrian
Baca juga humor lainnya:

Orang Kudus 16 Agustus: St. Benediktus Yoseph Labre

SANTO BENEDIKTUS YOSEPH LABRE, PENGAKU IMAN
Benediktus Yoseph Labre, putera tertua dari limabelas bersaudara, lahir di Ammettes, Flanders, Perancis, pada tanggal 26 Maret 1748. Ayah dan ibunya, Yohanes Baptista Labre dan Anne Barbe Grandsire, adalah petani sederhana di desa Ammettes. Pendidikan keras ayahnya membuat Benediktus bertumbuh menjadi seorang pekerja keras, cermat, cekatan dan beriman.

Satu-satunya cita-cita yang membakar hatinya ialah menjadi Abdi Allah sebagai imam atau biarawan. Pada umur 12 tahun, ia mulai menjalani pendidikan imamatnya di bawah bimbingan pamannya, Pater Francois Labre. Empat tahun kemudian, ia diterima di biara pertapaan Kartusian di Montreul-sur-Mer. Aturan hidup di biara ini terkenal keras. Di biara ini Benediktus hanya bertahan 1 bulan lamanya karena gangguan kesehatan. Tak lama kemudian iamengajukan permohonan ke sebuah biara di La Trappe, tetapi permohonannya ditolak karena ia masih muda. Benediktus kemudian diterima di sebuah biara Trapist di Sept-Fonts. Enam bulan kemudian ia terpaksa meninggalkan biara itu karena gangguan kesehatannya.

Sejak itu Benediktus mulai sadar bahwa panggilannya untuk menjadi Abdi Allah harus ditempuhnya dengan tetap menjadi seorang awam sebagaimana Yesus dan para rasul. Karena itu ia berkeputusan untuk menjadi peziarah. Antara tahun 1770 – 1777, iamenjelajahi semua kota besar di Eropa Barat seperti, Jerman, Perancis, Spanyol dan Italia. Akhirnya ia menetap di Roma. Di sana Benediktus menjadi pengemis yang hidup dari belaskasihan orang lain. Ia rajin mengunjungi gereja-gereja untuk berdoa dan merayakan ekaristi. Pada awal masa puasa tahun 1783 ia jatuh sakit lalu meninggal dunia pada hari Jumat Agung, tanggal 7 April 1783.

Benediktus Yoseph Labre dikagumi banyak orang karena kesalehannya, tetapi sekaligus diejek dan diolok-olok oleh orang yang mengenalnya. Keramahan dan kerendahan hatinya, cinta dan kesalehannya mengilhami banyak orang di kota Roma. Selama masa hidupnya yang diliputi kesengsaraan itu, ia dikaruniai banyak penglihatan ajaib. Satu abad setelah kematiannya, Benediktus dinyatakan kudus oleh Paus Leo XIII (1878 – 1903).

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Jumat Biasa XIX-C

Renungan Hari Jumat Biasa XIX, Thn C/I
Bac I   : Yos 24: 1 – 13; Injil         : Mat 19: 3 – 12

Sabda Tuhan dalam Injil hari ini sangat menarik untuk direnungkan. Tema umumnya adalah tentang perkawinan atau menikah. Dari pernyataan Yesus, kita dapat menarik beberapa kesimpulan tentang perkawinan untuk kepentingan para imam, biarawan dan biarawati serta untuk kaum awam.

Yang pertama sekali harus disadari adalah bahwa menikah itu merupakan suatu panggilan hidup, bukan keharusan. Demikian juga sebaliknya. Orang tidak menikah bukan karena tidak laku, melainkan karena ada beberapa sebab. Yesus memberikan tiga alasan: cacat dari lahir, dibuat orang sehingga tidak bisa nikah atau karena tujuan luhur (demi kerajaan Allah). Untuk alasan ketiga inilah dapat dilihat bahwa menikah itu sungguh suatu panggilan hidup. Ini juga yang menjadi salah satu alasan kenapa para imam, biarawan dan biarawati tidak menikah.

Menikah atau tidak menikah sebagai suatu panggilan hidup merupakan kehendak Allah. Semuanya berawal dan tertuju kepada Allah. Hal ini dapat dilihat juga dalam bacaan pertama. Yosua mengisahkan kembali perjalanan hidup bangsa Israel yang tak pernah lepas dari peran serta Allah. Satu hal yang hendak ditekankan adalah KESETIAAN. Kepada orang Israel, Allah mengharapkan kesetiaan mereka pada-Nya. Demikian juga, jika pilihan hidup kita menikah atau tidak menikah, diharapkan untuk tetap setia pada jalan hidup yang sudah dipilih.

by: adrian