Senin, 23 Maret 2015

Islam, ISIS dan Terorisme

BENARKAH ISIS BUKAN ISLAM?
KOMPAS, 14 Maret 2015, menampilkan tulisan Ali Mustafa Yaqub, imam besar Masjid Istiqlal. Judul tulisannya adalah “NIIS, Khawarij, dan Terorisme”. Tulisan menarik ini bisa dikatakan sebagai bentuk pembelaan terhadap agama islam. Sebenarnya pembelaan ini sudah banyak kali muncul, semenjak kehadiran kelompok teroris Al Qaeda. Jadi, dapatlah dikatakan bahwa tidak ada yang baru dalam tulisan tersebut.

Akan tetapi, tulisan tersebut, sebagaimana tulisan-tulisan lain yang sejenis, masih menyisahkan kebingungan. Satu hal yang membuat bingung akhirnya melahirkan pertanyaan sebagaimana judul tulisan ini. Selain kebingungan, dalam tulisan Mustafa terdapat satu hal, yang bagi saya, terkesan lucu.

Dikatakan lucu karena, untuk membela agama islam, Mustafa malah semacam melemparkan persoalan radikalisme ini kepada penganut agama lain. Ali Mustafa menulis, “Sebab, terorisme dapat datang dari pemeluk agama mana saja…” Argumentasi ini mirip seperti argumen seorang anak yang kedapatan menyontek saat ujian. Ketika ditanya gurunya, ia berkata, “Orang lain juga nyontek, koq!”

Pernyataan Mustafa ini terkesan menutupi persoalan utama: kaitan agama islam dan terorisme. Memang penulis mengatakan bahwa sejatinya terorisme tak ada kaitannya dengan agama. Tapi, benarkah demikian?

Pernyataan Mustafa di atas perlu dikritisi. Tak bisa dipungkiri bahwa pernyataan itu benar: terorisme bisa muncul dari pemeluk agama mana saja (harap bisa bedakan antara agama dan pemeluk agama). Terorisme bisa dilakukan oleh pemeluk agama Islam, Kristen, Buddha dan lainnya. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa landasan terorismenya berbeda. Aksi teror yang dilakukan oleh kelompok islam dilandasi pada ajaran agamanya. Ada banyak buku yang menyatakan hal ini, seperti Sejarah Teror dan Kudeta Mekkah. Karena itu, sekitar bulan September 2013 lalu, Pemerintah Rusia mengeluarkan perintah untuk membakar Al Quran, karena kitab itu dinilai menciptakan radikalisme yang mengarah pada terorisme. Berbeda dengan pemeluk agama lain. Jika orang Kristen atau Buddha melakukan terorisme, bisa dipastikan mereka melanggar ajaran agamanya, karena tidak ada ajaran untuk melakukan hal itu.

Berkaitan dengan konteks ajaran agama, sangat menarik kalau kita kritisi pernyataan Mustafa lainnya. Dia menulis, “…, mengaitkan NIIS dengan agama islam akan melahirkan kesimpulan yang salah, karena islam adalah ajaran yang tertulis dalam Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW…” Hal inilah yang membuat banyak orang bingung.

Orang Kudus 23 Maret: St. Dismas

SANTO DISMAS, PENGAKU IMAN
Konon, Dismas adalah penyamun, yang disalibkan di sebelah kanan Yesus dan bertobat sebagaimana dikatakan dalam Injil Lukas, “Seorang dari penjahat yang digantung itu menghojat Dia, katanya, ‘Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkan diri-Mu dan kami.’ Tetapi yang seorang menegor dia, katanya, ‘Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.’ Lalu ia berkata, ‘Yesus, ingatlah aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.’ Kata Yesus kepadanya, ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus.’” (Luk 23: 39 – 43).

Renungan Hari Senin Prapaskah V - B

Renungan Hari Senin Prapaskah V, Thn B/I
Bac I    Dan 13: 41c – 62; Injil                      Yoh 8: 1 – 11;

Hari ini bacaan pertama diambil dari Kitab Daniel. Di sini ditampilkan kisah penyelamatan Susana dari hukuman mati. Dikatakan bahwa Susana difitnah telah berbuat zinah oleh dua orang tua-tua, yang justru sebenarnya ingin melakukannya. Namun kebenaran masih berbicara. Adalah Daniel yang membuka mata semua rakyat Israel akan kebenaran dari peristiwa itu sehingga warga tidak melakukan hukuman kepada Susana, tetapi kepada kedua orang tua-tua itu.

Kisah dalam bacaan pertama tak jauh berbeda dengan Injil hari ini. Hari ini juga Injil mengisahkan orang Israel, di bawah pimpinan ahli-ahli Taurat dan kaum Farisi membawa kepada Tuhan Yesus seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Mereka meminta “persetujuan” Tuhan Yesus untuk menghukum perempuan itu sesuai Taurat Musa. Berbeda dengan Susana, perempuan ini mungkin benar-benar melakukan perbuatan zinah itu. Akan tetapi, sebagaimana Daniel, Tuhan Yesus pun membuka mata orang banyak itu akan kebenaran. Sebelum menghakimi orang lain, cobalah menghakimi diri sendiri. Dengan kebenaran ini, perempuan itu luput dari hukuman mati.

Dalam kehidupan kita sering bertindak seperti orang tua-tua atau kaum Farisi dan ahli Taurat. Kita suka menghakimi orang lain tanpa pernah koreksi diri. Kita suka menyembunyikan borok kita dengan memaparkan kesalahan orang lain. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk terlebih dahulu membersihkan diri sendiri sebelum membersihkan orang lain. Tuhan menghendaki supaya kita tidak terlalu mudah menghakimi sesama, tanpa pernah mau terlebih dahulu menghakimi diri sendiri. Masa prapaskah merupakan kesempatan bagi kita untuk bertobat. Kita diajak untuk mengubah perilaku dan kebiasaan buruk kita.

by: adrian