Senin, 15 Juni 2020

HUKUMAN MATI TAK BUAT ORANG JERA

Masalah hukuman mati sering mengundang pro kontra yang ramai dibicarakan di media-media dan forum-forum diskusi. Indonesia termasuk salah satu negara yang masih menerapkan hukuman mati. Hukuman mati dalam undang-undang hanya dikenakan kepada terpidana kasus narkoba dan kasus kejahatan kemanusiaan, seperti teroris.
Mereka yang menentang hukuman mati mendasarkan alasannya pada aspek hak asasi manusia (HAM), sementara mereka yang mendukung diterapkannya hukuman mati didasarkan pada asalan efek jera. Mereka yang mendukung melihat bahwa dengan efek jera yang ditimbulkan oleh hukuman mati dapat mengurangi tingkat kejahatan, atau malah menghilangkannya.
Akan tetapi, haruskah pelakunya dihukum mati? Apakah efek jera hanya dengan cara hukuman mati?
Logika Sesat
Seorang mantan hakim yang pernah menjatuhkan hukuman mati mengungkapkan alasan sederhananya bahwa rakyat mendukung. Ia mengambil contoh, ketika terhadap kejahatan berat dijatuhi hukuman bebas, maka rakyat akan marah; namun ketika dijatuhi hukuman mati maka rakyat diam saja. Diamnya rakyat dinilai sebagai bentuk persetujuan pada putusan tersebut. Dapat juga dikatakan diamnya rakyat karena senang, sehingga menjatuhkan hukuman mati berarti menyenangkan rakyat.
Dalam pernyataan tersebut terdapat suatu kesesatan berpikir. Pertama, mantan hakim ini mengambil contoh hitam putih sehingga tidak memberi peluang pada warna lain. Ia hanya memberi putusan antara bebas dan hukuman mati, tanpa memberi kesempatan pada pilihan lain. Sehingga kalau tidak A, maka Z. Padahal antara A dan Z masih ada banyak pilihan. Antara putusan bebas dan hukuman mati, masih ada banyak hukuman lain, mulai dari ringan, agak ringan, agak berat, berat, sangat berat sampai pada hukuman seumur hidup.