Rabu, 25 Mei 2022

RENUNGAN HR KENAIKAN YESUS, THN C

 

Renungan Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus, Thn C

Bac I  Kis 1: 1 - 11 ; Bac II       Ef 1: 17 – 23;

Injil    Luk 24: 46 – 53;

Setelah bangkit dari kematian, Yesus tidak langsung pergi ke surga. Ada alasan yang wajar kenapa hal itu terjadi. Peristiwa kematian-Nya di kayu salib tidak hanya meninggalkan duka yang begitu mendalam di hati para murid, teristimewa para rasul, melainkan juga membuat mereka kehilangan harapan. Dibutuhkan waktu 40 hari untuk membangkitkan harapan para rasul dengan membuka pikiran mereka akan makna Kitab Suci tentang peristiwa yang terjadi. Setelah yakin, akhirnya Tuhan Yesus berpisah. Yesus naik ke surga. Hari ini Gereja universal merayakan peristiwa tersebut. Yohanes dalam Injilnya menyatakan bahwa peristiwa kenaikan Yesus ke surga merupakan suatu kebenaran (Yoh 16: 10). Bacaan-bacaan liturgi hari ini menegaskan peristiwa itu.

Yang sangat menarik adalah bacaan pertama dan Injil, yang diyakini oleh Gereja ditulis oleh penulis yang sama, yakni Santo Lukas. Ada pesan yang sama dari peristiwa kenaikan Yesus ke surga. Sebelum berangkat, Tuhan Yesus menyampaikan beberapa pesan kepada para rasul-Nya. Salah satunya adalah agar para murid menjadi saksi-Nya. Mereka akan menjadi saksi Yesus mulai dari Yerusalem “sampai ke ujung bumi” (Kis 1: 8) atau “kepada segala bangsa” (Luk 24: 47). Namun sebelum mereka melaksanakan tugas perutusan itu, Tuhan Yesus menjanjikan juga Roh Kudus. Oleh karena itu, Tuhan Yesus meminta mereka untuk tidak meninggalkan Yerusalem sebelum Roh Kudus diturunkan.

Sabda Tuhan hari ini mau mengajak kita untuk bergembira merayakan hari raya kenaikan Tuhan Yesus ke surga. Melalui perayaan ini kita tidak hanya sekedar merayakan kebenaran iman kita, melainkan juga diingatkan akan tugas panggilan kita sebagai murid-murid Yesus. Pesan Yesus agar para murid menjadi saksi-Nya tidak hanya berlaku bagi para murid Yesus 2000 tahun lalu saja, tetapi berlaku juga bagi kita saat ini. Tugas perutusan yang Tuhan Yesus berikan kepada para murid ketika Dia naik, secara tidak langsung menjadi tugas perutusan kita juga. Karenanya, perayaan ini menyadarkan kita bahwa kita saksi-saksi Yesus.

SIKAP BERSYUKUR DARI PERSPEKTIF PSIKOLOGI

Umumnya semua agama mengajak umatnya untuk selalu bersyukur atas apa yang terjadi dalam hidupnya. Namun apa kata psikologi tentang bersyukur? Dalam kajian psikologi, terutama psikologi positif, perasaan bersyukur selama ini telah banyak dijelaskan dalam berbagai konsep seperti sebuah emosi, sikap, watak, kebiasaan, nilai moral dan juga sebagai sebuah respon untuk mengurangi stress.

McCullough, seorang peneliti yang telah banyak meneliti mengenai fenomena bersyukur mendefinisikannya sebagai detektor yang mengingatkan seseorang secara emosi, bahwa mereka telah mendapatkan keuntungan dari pertolongan orang lain, Tuhan, hewan, dll.

Perasaan bersyukur berbeda dari perasaan memiliki kewajiban (obligation). Singkatnya, kalimat “Saya harus membalas kebaikanmu” berbeda dengan kalimat “Saya bersyukur atas bantuanmu”, walaupun di masa depan orang yang mendapat bantuan akan membalas kebaikan yang didapat. Perasaan memiliki kewajiban untuk “mengganti” pertolongan orang lain lebih dekat perasaan negatif dan tidak nyaman. Sementara perasaan bersyukur biasanya dihubungkan dengan kesejahteraan dan perasaan bahwa hidup terasa utuh.

“Kewajiban” ini mirip dengan perasaan berhutang budi (indebtedness) yang biasanya keluar saat si pemberi menunjukkan ekspektasi atau keinginan adanya sebuah balasan. Biasanya reaksi yang terjadi adalah stress dan keinginan untuk menghindar si pemberi. Sedangkan saat orang bersyukur, ia akan lebih cenderung untuk menolong, memuji dan berdekatan dengan si pemberi.

Apa yang bisa dipelajari dari hal di atas? Bahwa pemberian kita dapat diartikan berbeda-beda oleh orang yang menerimanya. Jadi, ikhlaslah dalam memberi. Bagi seseorang yang mendapatkan pemberian, berprasangkalah baik saat menemukan pertolongan yang ikhlas dan bersyukurlah.

Ada banyak manfaat dari sikap bersyukur ini. Pertama, dari penelitian McCullough dan Emmons didapat bahwa orang yang bersyukur lebih merasa bahwa mereka lebih memiliki kehidupan yang baik dan pandangan yang optimis mengenai minggu depan. Selain itu, mereka jarang sekali mengeluh soal keluhan fisik dan cenderung untuk menghabiskan banyak waktu berolaraga.

Kedua, dari penelitian Masingale didapat bahwa orang yang dapat bersyukur merasakan trauma yang lebih ringan saat sesuatu yang buruk terjadi pada mereka. Ini sejalan dengan penelitian McCullough dan Emmons, yang melihat orang bersyukur jarang menderita depresi. Hal ini dikarenakan mereka memiliki cara yang tepat untuk berhadapan dengan keadaan hidup yang menyulitkan dan lebih mampu mengingat hal-hal positif.

Ketiga, kehidupan sosial sehari-hari dapat dipengaruhi secara positif oleh kebiasaan bersyukur. Perasaan bersyukur dapat memotivasi seseorang untuk membantu orang lain dan mengurangi motivasi untuk berperilaku merusak.