Jumat, 27 Desember 2019

INILAH YANG DIKATAKAN AL QURAN MENGENAI HUJAN


Al Quran merupakan pusat spiritualitas islam. Umat islam menyakini Al Quran langsung berasal dari Allah SWT. Ada dua versi pemaknaan dari kata “langsung” ini. Versi pertama memahami Al Quran, sebagai sebuah kitab yang utuh diberikan langsung kepada Muhammad. Hal ini didasarkan pada kisah turunnya wahyu pertama, saat Muhammad bersemedi di gua Hira. Saat itu suatu malaikat menampakkan diri kepada Muhammad dan memberi perintah singkat: Bacalah! Dari kisah ini orang mengartikan bahwa pada waktu itu sudah ada kitab, yang belakangan dikenal dengan nama Al Quran.
Versi lain memahami bahwa wahyu Allah diturunkan secara bertahap dalam kurun waktu 23 tahun. Ada dua lokasi besar turunnya wahyu, yaitu Mekkah dan Madinah (jaraknya kurang lebih 450 km). Makna “langsung” di sini adalah bahwa ayat-ayat yang ada dalam Al Quran sekarang langsung berasal dari Allah. Keyakinan ini diperkuat dengan pernyataan Allah sendiri, yang dapat dibaca dalam QS 32: 2 dan QS 39: 1 – 2, 41. Jadi, ayat-ayat Al Quran tidak hanya dinilai sebagai suci oleh umat islam, tetapi juga benar, karena Allah, yang mewahyukannya, adalah mahabenar. Karena itu, dalam QS 69: 51 dikatakan bahwa “Al Quran itu kebenaran yang meyakinkan.”
Patut diakui bahwa Al Quran tidak dalam bentuk narasi yang enak dibaca, tetapi lebih dalam bentuk wejangan, penjelasan atau petunjuk yang diyakini berasal dari Allah. Di dalam Al Quran, terlihat jelas bahwa Allah menjelaskan banyak hal, yang – dalam kacamata sekarang – bisa dikatakan melampaui jamannya. Salah satunya adalah tentang turunnya hujan.

PENGANTAR INJIL YOHANES


Kalau orang membaca keempat Injil,  tentulah orang langsung menemukan perbedaan mencolok antara Injil-injil sinoptik, di satu pihak, dengan Injil Yohanes. Ketiga Injil Sinoptik menampilkan kisah Sang Penebus secara sederhana dengan menggunakan kesaksian para saksi mata. Sementara itu Injil Yohanes tidak menampilkan kesederhanaan ala Sinoptik. Kitab ini telah menjalani proses pematangan dengan bertambahnya umur Yohanes. Pengalamannya sebagai rasul menggerakkan dia untuk terus-menerus menginterpretasikan kehadiran Yesus yang telah bangkit dalam Gereja.
Yohanes memiliki tujuan dalam menulis Injil-nya, yakni "Supaya kamu percaya bahwa Yesus adalah Putra Allah" (Yoh. 20:31). Iman Gereja mewartakan Yesus sebagai Putra Allah. Sekalipun kebangkitan Yesus telah menampakkan bahwa Dia adalah pribadi ilahi, orang masih bisa bertanya bagaimana dan sejak kapan Yesus menjadi Putra Allah dan sejauh mana Ia diidentifikasikan dengan Allah. Injil Yohanes menegaskan dengan jelas bahwa Yesus selalu ada bersama Allah sejak keabadian. Penegasan tentang asal usul Yesus membantu kita untuk memahami keseluruhan karya Yohanes. Putra Allah yang abadi dan yang telah menjadi manusia tidak datang hanya untuk mengajar kita bagaimana kita dapat memperbaiki diri kita, tetapi juga untuk mentransformasikan seluruh ciptaan menjadi ciptaan baru.
Yohanes tidak menyusun Injilnya dari nol. Ada banyak saksi dan juga keterangan-keterangan yang telah dikonfirmasikan dibanding dengan Injil-Injil lain. Tetapi, Yohanes tidak membatasi diri pada ingatannya sendiri. Dengan berlalunya waktu, ia mengungkapkan dan mengembangkan sabda-sabda Yesus dengan mengarang wejangan-wejangan dimana Yesus "dengan bantuan Yohanes" berbicara kepada kita secara aktual.
Injil Yohanes itu kontroversial karena semakin murni suatu kebenaran, semakin sedikit pula orang yang bisa menerimanya. Oleh karena itu, Injil ini menimbulkan kontroversi-kontroversi di dalam Gereja sendiri tetapi kemudian Injil ini diakui sebagai sabda Allah dan sebagai kesaksian apostolik.

TEORI GEOSENTRIS DALAM KITAB SUCI


Bagi orang yang suka akan ilmu alam tentu sudah tak asing lagi dengan teori geosentris dan teori heliosentris. Sekarang ini dunia mengakui kebenaran teori heliosentris. Teori ini telah menggantikan teori sebelumnya, yaitu teori geosentris. Namun, selama ini dunia hanya tahu bahwa permasalahan teori heliosentris hanya melibatkan Gereja Katolik saja. Seolah-olah konflik seputar teori ini hanya terjadi antara Gereja Katolik dan dunia Ilmu Pengetahuan yang diwakili oleh Galileo Galilei.
Memang sejarah mengungkapkan ada pertentangan antara Gereja Katolik dan Galileo Galilei. Akar persoalannya adalah pernyataan Galileo yang mendukung pendapat Nicolas Copernikus tentang matahari sebagai pusat tata surya (dikenal dengan teori heliosentris). Pendapat Copernikus ini bertentangan dengan pendapat umum yang sudah bertahan puluhan abad bahwa yang menjadi pusatnya adalah bumi. Pendapat umum ini dikenal dengan teori geosentris.
Gereja Katolik berada di balik pendapat umum tersebut. Ia mendukung teori geosentris. Dasar dukungannya ada pada Kitab Suci, yaitu Kitab Pengkhotbah 1: 5 yang berbunyi “Matahari terbit, matahari terbenam, lalu  terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali.” Atau dari kitab Mazmur yang berbunyi, "Engkau yang telah membuat bulan menjadi penentu waktu, matahari yang tahu akan saat terbenamnya." (104: 19). Membaca teks ini sangat jelas ada proses pergerakan matahari. Yang tetap adalah bumi, sedangkan matahari bergerak.
Teori Geosentris: Al-Quran vs Alkitab