EKSPERIMENKU: KENYAMANAN
Pada
24 Mei 2016, sekitar pukul 15.45 WIB, wilayah keuskupan dan sekitarnya diguyur
hujan lumayan lebat. Saat itu saya sedang jogging mengitari kompleks wisma. Spontan
mata saya tertuju pada kolong gorong antara ruang TV dan kapel. Biasanya di
kolong itu ada anak anjing menikmati istirahat siangnya. Sekedar informasi,
anak anjing ini memiliki trauma dengan saya. Melihat saya ia selalu ketakutan. Dan
sebagai ungkapan ketakutan ia selalu menggonggong. Segera gagasan untuk
melakukan eksperimen kecil muncul di benakku.
Awalnya
anak anjing ini sama sekali tidak terganggu dengan turunnya hujan. Ia merasa
nyaman di kolong itu. Namun ketika hujan kian deras, dan air hujan mulai
membasahi kolong, anjing ini mulai terasa tidak nyaman. Hal ini sudah kuduga. Dan
seperti biasa, secara naluri, siapa dan apapun, akan berusaha meninggalkan
ketidak-nyamanan dan mencari situasi nyaman. Demikian halnya dengan anak anjing
itu.
Anak
anjing itu mulai meninggalkan kolong. Akan tetapi, saya berdiri sekitar 3
langkah dari mulut kolong. Melihat saya, anak anjing langsung menggonggong. Saat
kepalanya mau keluar, saya maju satu langkah. Anak anjing itu menggonggong
sambil mundur ke dalam kolong. Ketika ia mundur, saya kembali ke posisi semula.
Begitulah situasinya. Ketika anak anjing itu hendak keluar, saya maju satu
langkah, dan ia mundur kembali sambil menggonggong. Sementara hujan terus mengguyur,
hanya tingkat intensitasnya mulai menurun.
Dari
dalam kolong anak anjing itu terus menggonggong. Situasi ini berlangsung kurang
lebih sekitar 25 menit. Setelah itu, tak terdengar lagi bunyi gonggongan anak
anjing itu. Hujan tinggal rintik-rintik saja. Dari kejauhan saya melihat anak
anjing itu mengambil posisi tidur.
Dari
sini dapat dilihat beberapa kesimpulan. Ketika menghadapi situasi tak nyaman
(daerah kolong basah), anak anjing, secara naluri, berusaha untuk keluar dari
situasi tidak nyaman itu. Namun ia menemukan penghalang (dalam hal ini saya). Karena
tidak dapat mengatasi penghalang ini, anak anjing ini akhirnya memutuskan untuk
bertahan di bawah kolong, meski situasinya tidak nyaman. Dengan kata lain, anak
anjing ini menikmati ketidak-nyamanan sampai akhirnya merasa nyaman.
Namun,
masih ada satu dua pertanyaan yang belum bisa terjawab. Kesimpulan di atas
terjadi karena nilai ketidak-nyamanan lebih rendah daripada penghalangnya. Bagaimana
jika seandainya nilai ketidak-nyamanan itu sama atau lebih besar dari
penghalang, apakah anak anjing itu tetap menikmati ketidak-nyamanannya? Dalam kasus
di atas, daerah kolong hanya sekedar basah. Bagaimana kalau air menggenangi
kolong sehingga situasi benar-benar sangat tidak nyaman? Mungkin suatu saat saya
akan mencobanya.