Sabtu, 02 November 2013

(Refleksi) Aku Tak Ada Di Situ

                 AKU TAK ADA DI SITU

Jangan berdiri di samping makamku dan menangis,
Aku tidak ada di situ
Aku tidak tidur
Aku adalah kilau permata di atas salju
Aku adalah sinar mentari pada gandum matang
Aku adalah hujan di musim gugur.
Kalau kau bangun dalam kesunyian pagi,
Aku adalah kepakan sayap yang cepat,
Dari burung-burung yang terbang berputar-putar.
Akulah bintang yang bersinar di malam hari.
Jangan berdiri di samping makamku dan menangis,
Aku tidak ada di situ
Aku tidak tidur
(nn)

Info Iman: Api Pencucian, Neraka, dll

Ajaran katolik tentang surga, api penyucian dan neraka


Sekedar diketahui saja, umat protestan hanya mengakui adanya surga dan neraka. Mereka tidak menerima konsep adanya api penyucian. Karena tidak mengakui adanya api penyucian, mereka melihat tidak perlu adanya doa-doa untuk orang yang sudah meninggal atau ibadat peringatan arwah. Alasannya adalah karena kedua paham itu (api penyucian dan doa untuk arwah) tidak dibicarakan dalam Kitab Suci.

Seperti yang kita ketahui, sejak memisahkan diri dari Gereja Katolik, Gereja-gereja Reformis hanya berlandaskan Kitab Suci dan Iman (Sola Scriptura dan Sola Fidei). Kitab Suci yang diakui mereka pun tanpa adanya kitab-kitab Deuterikanonika, salah satunya adalah Kitab Makabe. Gereja Katolik mengakui kedua paham itu berdasarkan pada Kitab Makabe dan ajaran Bapa-bapa Gereja.
1.  Apa itu Surga?
Kitab Suci menyebut surga sebagai tempat kediaman Allah (1Raj 8: 30; Mzm 2: 4; Mrk 11: 25; Mat 5: 16; Luk 11: 15; Why 21: 2), tempat kediaman para malaikat (Kej 21: 17; Luk 2: 15; Ibr 12: 22; Why 1: 4), tempat kediaman Kristus (Mrk 16: 19; Kis 1: 9 – 11; Ef 4: 10; Ibr 4: 14) dan tempat kediaman orang-orang kudus (Mrk 10: 21; Flp 3: 20; Ibr 12: 22 – 24). Kitab Suci memakai gambaran-gambaran yang dapat ditangkap oleh manusia dengan pengalaman hidupnya untuk menunjukkan kebahagiaan surgawi, antara lain digambarkan sebagai Firdaus yang baru, kenisah surgawi, Yerusalem Baru, tanah air sejati, Kerajaan Allah. Terlihat bahwa surga lebih banyak digambarkan sebagai sebuah “tempat”.

Ketekismus Gereja Katolik (KGK) lebih menekankan gambaran surga sebagai suatu kondisi kehidupan yang serba sempurna jika dibandingkan dengan kehidupan manusia di dunia. Surga adalah persekutuan kehidupan abadi yang bahagia, sempurna dan penuh cinta bersama Allah Tritunggal Mahakudus, bersama Bunda Maria, para malaikat dan orang kudus. Surga merupakan keadaan bahagia sempurna, tertinggi dan definitif yang merupakan tujuan terakhir menjadi kerinduan terdalam manusia (KGK 1024).

Seperti apakah surga yang senyatanya? Rupanya sulit bagi kita untuk menggambarkannya sekarang. Kita hidup dalam ketidaksempurnaan, sedangkan gambaran surga memuat unsur-unsur yang serba sempurna: damai sempurna, kasih sempurna, terang yang sempurna, kemuliaan dan kebahagiaan yang sempurna, persatuan sempurna dengan Allah dan para kudusnya dalam kehidupan kekal. Santo Paulus mengatakan dalam 1Kor 2: 9, "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (bdk KGK 1027).

2.  Apa arti hidup di dalam surga?
“Hidup di dalam surga berarti ‘ada bersama Kristus’. Kaum terpilih hidup ‘di dalam Dia’, mempertahankan atau lebih baik dikatakan menemukan identitasnya yang sebenarnya, namanya sendiri” (KGK 1025).

3.  Siapakah yang boleh masuk surga?
Yang boleh masuk surga adalah orang yang mati dalam rahmat dan persahabatan dengan Allah dan disucikan sepenuhnya. Mereka akan hidup bersama dengan Kristus selama-lamanya dan diperkenankan memandang Allah dalam keadaan yang sebenarnya (1Yoh 3: 2) dari muka ke muka (KGK 1023). Memandang Allah dalam kemuliaan surgawi-Nya biasa disebut sebagai pandangan yang membahagiakan (Visio beatifica).

4.  Apa itu persekutuan para kudus?
Persekutuan para kudus (Lat: communio sanctorum) adalah persekutuan dari seluruh anggota Gereja yang masih hidup di dunia ini dengan mereka yang sudah berada di surga dan juga mereka yang ada di api penyucian. Dengan demikian anggota persekutuan para kudus ini ada tiga kelompok, yaitu: mereka yang ada di bumi, di api penyucian dan yang di surga (KGK 1475). Persekutuan ini dipersatukan sebagai Tubuh Mistik Kristus.

Anggota Gereja yang masih hidup di dunia bersama-sama saling membantu dalam mengupayakan kesucian hidup, melakukan pekerjaan-pekerjaan baik dan mengakui iman yang sama. Anggota Gereja yang masih di dunia ini menyatakan kesatuannya dengan para kudus di surga dengan cara menghormati mereka, memohon bantuan doa-doa mereka, meneladan keutamaan hidup dan kekudusan mereka sehingga mereka memperoleh rahmat Allah. Kesatuan dengan jiwa-jiwa di api penyucian ditunjukkan oleh Gereja dengan mendoakan mereka dan melakukan perbuatan silih serta perbuatan baik demi keselamatan mereka. Para kudus di surga tetap ada dalam kesatuan dengan umat manusia yang sedang berjuang menguduskan diri di dunia ini maupun di api penyucian.

5.  Apa kata Konsili Vatikan II tentang jasa para kudus di surga bagi kita di bumi ini?
Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium art. 49) mengatakan bahwa persatuan antara kita yang masih hidup di dunia dengan para kudus di surga tidak terputus bahkan semakin diteguhkan. Mereka yang telah bersatu dengan Kristus membantu penyempurnaan hidup para anggota Gereja di dunia, menjadi perantara doa bagi kita. Sebagai saudara dalam Kristus, para kudus di surga membantu kita yang masih ada dalam kelemahan.

6.  Apa itu api penyucian?
Dalam Bahasa Latin, api penyucian disebut purgatorium, yang berarti pembersihan. Sebenarnya bahasa resmi Gereja tidak menyebut sebagai api, tetapi hanya penyucian saja, artinya tahap terakhir dalam proses pemurnian sebelum masuk surga. Munculnya ‘api’ mungkin dikaitkan dengan fungsi api itu sendiri untuk memurnikan atau sebagai sarana untuk menguji (bdk 1Kor 3: 13; 1Ptr 1: 7; Why 3: 18).

Dalam KGK 1030 dikatakan bahwa api penyucian adalah keadaan yang harus dialami oleh orang yang meninggal dalam rahmat dan persahabatan dengan Allah namun belum secara sepenuhnya disucikan. Keselamatan abadi sudah jelas baginya, namun dia harus menjalani penyucian untuk memperoleh kekudusan yang perlu agar diperkenankan masuk ke dalam kebahagiaan surgawi. Dengan demikian api penyucian bukanlah tempat antara surga dan neraka melainkan tempat antara bumi dan surga; sebagai proses untuk masuk surga.

7.  Siapakah yang akan masuk ke api penyucian?
Yang harus masuk api penyucian adalah mereka yang belum siap masuk surga karena masih memiliki banyak cacat cela dan akibat-akibat dosanya masih melekat. Mereka adalah orang yang meninggal dalam rahmat dan persahabatan dengan Allah namun belum secara penuh disucikan. Mereka bukanlah calon penghuni neraka, karena mereka yang sudah positif dan definitif masuk neraka tidak perlu lagi mengalami api penyucian. Bagi mereka yang masuk neraka tidak ada lagi harapan untuk mendapatkan keselamatan. Lain dengan mereka yang harus mengalami proses pemurnian di api penyucian. Sudah lama Gereja mengajarkan adanya api penyucian. Namun rumusan secara resmi baru dinyatakan dalam Konsili Florence (1439 – 1445) dan Trente (1545 – 1563). Lalu berapa lama jiwa-jiwa haru berada di api penyucian? Sulit menjawabnya karena keadaan di api penyucian tidak dapat dihitung menurut ukuran waktu kita di dunia.

8.  Apa dasar Kitab Suci tentang api penyucian?
Dasar utamanya ada dalam Kitab 2 Makabe 12: 38 – 45 dan juga 1 Kor 3: 11 – 15. Injil Matius 5: 25 – 26; 12: 31 – 32 secara tidak langsung menyebut adanya api penyucian.

9.  Apakah jiwa-jiwa di api penyucian perlu didoakan?
Jelas bahwa jiwa-jiwa di api penyucian amat membutuhkan doa-doa kita yang masih hidup di dunia ini. Sudah sejak zaman dahulu Gereja menghargai peringatan akan orang-orang meninggal dan membawa doa dan terutama kurban ekaristi untuk mereka agar mereka disucikan dan dapat memandang Allah dalam kebahagiaan.

Gereja juga menganjurkan amal, indulgensi dan karya penitensi demi orang-orang meninggal (KGK 1032). Jiwa-jiwa di api penyucian akan dapat ditolong lewat doa-doa, amal atau silih yang dilakukan, serta belas kasih Allah. Santo Yohanes Krisostomus berkata, “Baiklah kita membantu mereka dan mengenangkan mereka. Jika anak-anak Ayub saja telah disucikan oleh kurban yang dibawakan oleh ayahnya, bagaimana kita dapat meragukan bahwa persembahan kita bisa membawa hiburan untuk orang-orang mati? Jangan kita bimbang untuk membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk mereka.” Konsili Lyons II (1274) dan Konsili Florence (1438 – 1445) mengajarkan dengan jelas tentang pemurnian setelah kematian dan pentingnya pemurnian itu.

10.               Apa itu neraka?
Neraka adalah keadaan pengucilan diri secara definitif dari persekutuan dengan Allah dan dengan para kudus (KGK 1033). Penderitaan neraka yang paling buruk adalah perpisahan abadi dengan Allah (KGK 1035). Mengapa adanya perpisahan itu? Alasannya adalah bahwa orang itu menolak tawaran rahmat belas kasih Allah. Penderitaan jiwa-jiwa di neraka akan berlangsung selama-lamanya. Kitab Suci memakai gambaran simbolik tentang neraka, yaitu bagaikan “perapian yang menyala-nyala”, “api yang tak terpadamkan”. Tradisi Gereja menyebut neraka sebagai tempat atau keadaan di mana setan-setan dan para pendosa yang tidak bertobat menderita untuk selama-lamanya (Denzinger 1002). Paham mengenai neraka saat ini lebih menekankan segi keterpisahan secara definitif dari persekutuan dengan Allah, yang berlangsung selamanya. Dalam arti inilah kehidupan dalam neraka merupakan suatu penderitaan. Gereja mengajarkan bahwa ada neraka dan bahwa neraka itu berlangsung untuk sepanjang segala masa.

11.               Siapakah yang masuk neraka?
Mereka yang masuk neraka adalah orang yang dengan suka rela memutuskan untuk tidak mencintai Allah, mereka yang berada dalam dosa berat tanpa menyesalinya dan menolak belas kasih Allah, tidak mau mengasihi sesama lebih-lebih kaum lemah, mengingkari Tuhan dengan suka rela. KGK 1035 menyatakan, “Jiwa orang-orang yang mati dalam keadaan dosa berat, masuk langsung sesudah kematian ke dunia orang mati, di mana mereka mengalami siksa neraka, ‘api abadi’. Penderitaan neraka yang paling buruk adalah perpisahan abadi dengan Allah; hanya di dalam Dia manusia dapat menemukan kehidupan dan kebahagiaan, karena untuk itulah ia diciptakan dan itulah yang ia rindukan.” Namun demikian, Tuhan tidak pernah menentukan lebih dahulu siapakah yang akan masuk neraka. Penderitaan di neraka berpangkal dari suatu pilihan bebas. Tidak ada seorang pun ditentukan lebih dahulu oleh Tuhan supaya masuk ke dalam neraka; hanya pengingkaran secara suka rela terhadap Tuhan (dosa berat, bandingkan dengan dosa menghujat Roh Kudus dalam Injil Matius 12: 31), di mana orang bertahan sampai akhir, mengantarnya ke sana (KGK 1037).

12.               Apa maksud Gereja dengan pengajaran tentang neraka?
Gereja mengajarkan adanya neraka dengan maksud untuk memperingatkan umatnya agar memakai kebebasannya dengan bertanggung jawab dalam hubungannya dengan nasib abadinya di saat nanti. (KGK 1036). Bukan maksud Gereja untuk menakut-nakuti, tetapi tujuannya adalah untuk mengajak orang katolik supaya bertobat. Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium [48] mengajarkan, karena kita tidak mengetahui hari maupun jamnya, atas anjuran Tuhan kita wajib berjaga terus-menerus, agar setelah mengakhiri perjalanan hidup kita di dunia hanya satu kali saja (lih. Ibr 9:27), kita bersama dengan-Nya memasuki pesta pernikahan, dan pantas digolongkan pada mereka yang diberkati (lih. Mat 25: 31- 46), dan supaya janganlah kita seperti hamba yang jahat dan malas (lih. Mat 25:26) diperintahkan enyah ke dalam api yang kekal (lih. Mat 25:41), ke dalam kegelapan di luar, di temapat ‘ratapan dan kertakan gigi’ (Mat 22:13 dan 25:30).”

by: adrian, dari berbagai sumber

Renungan Peringat Arwah Umat Beriman, Thn C

Renungan Peringatan Arwah Umat Beriman, Thn C/I
Bac I   : 2Mak 12: 43 – 46;  Bac  : 1Kor 15: 12 – 34;
Injil     : Yoh 6: 37 40

Hari ini merupakan hari peringatan arwah semua umat beriman. Pada kesempatan ini umat beriman yang masih ada di dunia ini diajak untuk mendoakan mereka yang sudah meninggal. Dasar perbuatan ini ada pada sabda Tuhan hari ini.

Dalam bacaan pertama, Yudas mengajak umat Israel mendoakan mereka-mereka yang sudah meninggal, “supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka.” (ay. 45). Dasar tindakannya ini adalah iman akan kebangkitan (ay. 44). Iman akan kebangkitan ini juga yang menjadi pewartaan Paulus dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus. Pusatnya adalah Kristus. Kebangkitan Kristus-lah yang menjadi inti pewartaan Paulus. Karena dengan kebangkitan Kristus membawa penebusan bagi umat manusia. Tanpa kebangkitan-Nya, sia-sialah iman dan pewartaan Paulus (ay. 14).

Warta kebangkitan mau menunjukkan adanya kehidupan setelah kematian. Inilah yang diwartakan Yesus dalam Injil. Hidup tidaklah berakhir di kematian; atau kematian bukanlah akhir segala-galanya. Hidup tetap berlanjut setelah kematian, namun di tempat yang lain dan dalam situasi yang berbeda. Akan tetapi semua ini terjadi bila umat beriman pada Yesus (ay. 40).

Sabda Tuhan hari ini mau memberikan dua hal kepada kita. Pertama, kita diajak untuk tetap menaruh harapan akan kebangkitan badan bagi saudara-saudari kita yang sudah meninggal dan juga untuk diri kita sendiri. Kedua, kita diajak untuk mendoakan arwah mereka, sehingga akhirnya mereka menikmati kemuliaan kekal bersama para kudus yang berbahagia.


by: adrian