Senin, 02 Oktober 2017

SAKSI NIKAH PERNIKAHAN KATOLIK

Kanon menuntut adanya 2 orang saksi atas pernikahan katolik demi sahnya pernikahan itu (Kan 1108 §1). Dua orang ini disebut saksi nikah. Tugas mereka hanya sebagai saksi mata sebuah pernikahan demi sahnya pernikahan. Namun, ada orang melihat saksi nikah sebagai bentuk lain seperti wali baptis. Kepada mereka dikenakan juga kewajiban untuk menuntun kedua mempelai dalam menghayati nilai-nilai keluarga kristiani. Tak jarang juga saksi ini akan dimintai bantuannya untuk membantu menyelesaikan persoalan dalam kehidupan rumah tangga yang ia saksikan.
Pemaknaan saksi nikah seperti wali baptis ini adalah ide yang muncul kemudian, dan tidak ada dalam aturan Gereja Universal (Kitab Hukum Kanonik). Norma-norma Koplementer Gereja Partisipatif, sebagai produk hukum bagi Keuskupan Pangkalpinang, juga tidak mengatur hal tersebut. Artinya, untuk Keuskupan Pangkalpinang diberlakukan hukum universal, yaitu KHK.
Mungkin ada yang akan bertanya, jika terjadi masalah (pertengkaran, misalnya) dalam keluarga, siapa yang harus turun tangan. Siapa saja terpanggil untuk membawa damai. Tuhan Yesus meminta para murid-Nya untuk senantiasa membawa damai (bdk. Luk 10: 5, Mat 5: 9, Rom 14: 19) Secara khusus, tugas itu diemban oleh para pastor paroki atau seksi keluarga. Di beberapa paroki di kota-kota besar ada tersedia ruang konsultasi, termasuk untuk keluarga, yang ditangani oleh ahli di bidangnya.
Apa saja ketentuan untuk saksi pernikahan katolik? Pertama-tama dia itu haruslah orang katolik dewasa yang sudah dibaptis dan tidak terkena hukuman Gerejawi. Saksi bukan orangtua kedua mempelai. Saksi boleh diambil dari kedua pihak, masing-masing satu orang, atau keduanya hanya dari satu pihak saja. Saksi nikah tidak dibatasi hanya pada jenis kelamin tertentu, dan juga tidak harus pasangan suami isteri; kedua saksi nikah bisa pria semuanya atau sebaliknya perempuan semua, bisa juga berpasangan meski bukan suami isteri.

by: adrian