Dulu
sering dikatakan bahwa kitab suci orang islam itu berbeda dari kitab suci orang
kristen dan Yahudi, sekalipun ketiga agama ini masuk dalam satu rumpun, yaitu
agama samawi. Jika kitab suci orang Yahudi dan kristen itu ditulis oleh
manusia, atas inspirasi Roh Kudus, kitab suci umat islam, yakni Al-Quran,
langsung diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad. Surah As-Sajdah ayat 2 dan surah
Az-Zumar ayat 1 – 2, 41 menegaskan akan hal tersebut. Al-Quran yang sekarang
ini merupakan bentuk asli (tulisannya) sejak diwahyukan Allah kepada Muhammad.
Karena
itu, bagi umat islam Al-Quran adalah kitab yang paling suci di antara yang
tersuci, sehingga kitab ini tidak boleh diletakkan di bawah buku lain, dilarang
merokok atau melakukan aktivitas lain saat membacanya. Singkat kata, orang
harus menaruh hormat kepadanya, karena Al-Quran adalah benar-banar suci.
Umat
islam dilarang mengkritisi Al-Quran. Mempertanyakan atau mengkritisi Al-Quran
merupakan bentuk pelecehan terhadap Al-Quran itu sendiri. Isi Al-Quran hanya
bisa didengar dan diterima. Hal ini disebabkan karena ia sudah suci dan
sempurna. Kesucian dan kesempurnaan itu bersumber dari Allah; karena Allah itu
suci dan sempurna, maka kitab yang berasal dari-Nya juga suci dan sempurna.
Namun
bagi orang yang mempunyai akal budi, argumen di atas tentu tidak akan diterima
begitu saja. Mereka akan bertanya, benarkah Al-Quran sekarang ini langsung dari
sorga? Dimana letak kesempurnaan Al-Quran? Orang yang punya nalar tidak akan
menerima Al-Quran begitu saja; ia akan berusaha menerima Al-Quran dengan sikap
kritis. Kekritisan akan membawa orang untuk menggali dan terus menggali
kebenaran. Batu pijak pengkritisan itu adalah ilmu sejarah.
Dari
catatan sejarah diketahui bahwa Nabi Muhammad menerima wahyu Allah secara
bertahap sampai pada kematiannya (632 M). Konon Nabi Muhammad adalah seorang
yang buta huruf, meski ada beberapa hadis mengatakan bahwa dia pernah meminta
alat tulis karena mau menulis sesuatu, sebuah bukti yang meragukan klaim
Muhammad buta huruf. Semua wahyu yang diterima segera disampaikan kepada umat.
Sudah umum diketahui bahwa masyarakat Arab waktu itu umumnya tidak
berpendidikan. Rata-rata mereka adalah buta huruf, tidak bisa membaca dan
menulis.