Selasa, 15 September 2015

Orang Kudus 15 September: St. Katarina Fiesche

Santa Katarina fieschE genoa, janda
Di antara sekian banyak wanita kudus yang menyandang nama Katarina, Katarina Fieschi patut diberi julukan “Pencinta jiwa-jiwa di Api Penyucian.” Katarina berasal dari sebuah keluarga bangsawan kaya raya. Ia cantik sekali dan berpendirian tegas.

Pada umur 13 tahun, ia masuk sebuah ordo yang keras sekali aturannya. Permohonannya ditolak karena umurnya dianggap belum memenuhi syarat. Tiga tahun kemudian ia menikah dengan Yuliano Adoro, pemuda kebanggaan orang tuanya.

Awal perkawinan mereka tidak begitu bahagia. Yuliano acuh tak acuh dan sering tidak menghiraukannya. Lima tahun lamanya ia menanggung penderitaan batin yang luar biasa karena ulah suaminya, Yuliano. Tetapi ia menanggung semuanya itu dengan sabar dan tawakal. Secara ekonomi mereka tidak berkekurangan apa pun karena harta warisan orang tuanya berlimpah-limpah. Ia hidup berfoya-foya dan menikmati kesenangan duniawi yang tak ada taranya. Namun batinnya tidak tenteram.

Pada usia 36 tahun ia melepaskan semua kesenangan duniawi itu dan bertobat. Ia mulai lebih banyak berdoa untuk memohon bimbingan Tuhan. Suaminya Yuliano pun ikut bertobat. Keduanya mulai mengenyam suatu hidup yang bahagia dalam cinta dan cita-cita yang luhur untuk mengabdi Tuhan. Mereka pindah ke sebuah rumah yang sederhana dan berkarya di sebuah rumah sakit secara cuma-cuma.

Yuliano meninggal dunia pada tahun 1497. Katarina dengan tekun melanjutkan karya amal itu sambil tetap menjalin hubungan dengan Tuhan dengan doa dan matiraga. Tuhan memperhatikan hambanya dan memberinya banyak karunia istimewa dan kehidupan mistik yang tinggi. Perhatiannya yang lebih besar dicurahkan kepada jiwa-jiwa di api penyucian karena ia berpendapat bahwa penderitaan mereka jauh lebih besar mengingat mereka dianggap belum berkenan kepada Tuhan secara sempurna. Katarina Fieschi meninggal dunia pada tahun 1510.

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

(Refleksi) Romo Juga Manusia: Pembenaran Diri

ROMO JUGA MANUSIA # 1
Tentulah kita sering mendengar pernyataan ini: “Romo juga manusia!” Pernyataan ini biasanya diucapkan oleh romonya sendiri atau orang lain, yang ingin “membela” romonya. Umumnya pernyataan ini diungkapkan di saat romo melakukan kesalahan, entah itu kecil ataupun besar. Tujuannya supaya orang lain dapat memaklumi kesalahan itu.
Misalnya, ketika ada suatu kali roma datang terlambat saat misa karena bangun telat, dengan santai romonya berujar, “Maaf. Romo juga manusia.” Atau ada seorang imam “jatuh” karena skandal, ada umat yang ingin membela imamnya itu berkata, “Romo kan manusia juga.”
Dasar pemikiran dari pernyataan ini adalah bahwa semua manusia itu lemah. Ia mudah jatuh ke dalam kesalahan. Atau dengan kata lain, tidak ada manusia yang sempurna. Setiap orang punya kelemahan dan kekurangan. Seorang imam atau romo adalah juga manusia. Karena itu, wajar kalau ia berbuat kesalahan.
Tentulah tidak ada orang yang menyangkal pernyataan tersebut. Karena seorang imam adalah manusia, maka ia punya kelemahan. Kelemahan manusiawi itulah yang membuat dia terkadang jatuh ke dalam kesalahan.
Akan tetapi, di balik pernyataan itu terkandung niat pembenaran diri. Banyak imam berusaha menyembunyikan kesalahannya di balik pernyataan dirinya manusia. Dengan menyatakan diri sebagai manusia yang lemah, yang mudah jatuh ke dalam kesalahan, seorang imam dapat dengan mudah memaklumi kesalahan, yang adalah kelemahannya. Umat pun “dipaksa” untuk menerimanya.
Sebagai contoh, ada imam yang selalu jatuh ke dalam kesalahan yang itu itu saja. Ketika ia jatuh ke dalam kesalahan itu, dengan mudah ia berkata, “Romo juga manusia.” Di sini terlihat kalau ia “membenarkan” kesalahannya itu.
Bukan berarti mau menyangkal pernyataan tersebut. Setiap manusia memang punya kelemahan. Tidak ada manusia yang sempurna. Namun, manusia dipanggil untuk menjadi sempurna. “Hendaklah kamu sempurna, seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Matius 5: 48). Dari pernyataan Tuhan Yesus ini terlihat jelas bahwa Yesus tahu pasti kalau manusia tidak sempurna. Karena itulah, Tuhan Yesus mengajak mereka untuk sempurna.
Oleh karena itu, kelemahan manusia, yang menyebabkan kita mudah jatuh ke dalam pelanggaran, bukan lantas berarti dibenarkan. Manusia dipanggil untuk berjuang mengatasi kelamahan-kelemahannya. Lewat perjuangan mengatasi kelemahan itulah langkah menuju kesempurnaan terbuka. Artinya, sekalipun sadar bahwa diri kita punya kelemahan, kita diminta untuk tidak mengikuti kelemahan itu. kita musti mengalahkan kelemahan itu. Paulus pernah memberi nasehat, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Rom 12: 2).
Karena itu, kepada mereka yang mau mengikuti-Nya, Tuhan Yesus berpesan supaya mereka berani menyangkal dirinya (bdk. Matius 16: 24). Salah satuh wujud penyangkalan diri adalah mengatasi kelemahan, yang berawal dari keinginan diri. Maka, dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus berkata, “Hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.” (Rom 6: 12).
Semua pengikut Kristus dipanggil untuk menyangkal diri, melawan kelemahan diri. Kaum awam saja diminta demikian, maka lebih lagilah kaum imam. Dengan kesadaran ini, maka orang, baik imam maupun awam, tidak akan mudah terjebak dalam pernyataan: “Romo juga manusia.”
Pangkalpinang, 10 Agustus 2015
by: adrian
Baca juga refleksi lainnya:

Ziarah ke Israel #18

TAMAN GETSEMANI
Tempat pertama yang kami kunjungi pada hari kelima perziarahan kami adalah Gereja Yesus Menangis. Tempat ini diyakini di mana Tuhan Yesus sedang menghadapi sakratulmaut, sehingga ia menangis dan berkeringat darah. Sebenarnya kami akan merayakan ekaristi di gereja ini.
Akan tetapi, karena terlambat kelompok ziarah lain sudah sedang misa dan masih ada kelompok lain yang akan menyusul. Akhirnya kami memutuskan untuk melaksanakan perayaan ekaristi di Taman Getsemani, lokasi yang tak jauh dari gereja tadi. Di taman ini, tempat kami merayakan ekaristi, diyakini sebagai tempat para rasul tertidur ketika Tuhan Yesus berdoa.

Renungan Peringatan SP Maria Berdukacita

Renungan St. Maria Berdukacita
Bac I  Ibr 5: 7 – 9; Injil              Luk 2: 33 – 35;

Hari ini Gereja Semesta mengajak umatnya untuk memperingati Santa Perawan Maria Bunda Berdukacita. Injil hari ini dapat diambil untuk melukiskan dukacita Bunda Maria ini. Ketika ia dan suaminya membawa Tuhan Yesus yang masih bayi ke Bait Allah untuk dipersembahkan, ia mendapat ramalan dari Simeon terkait dengan anaknya itu. Dikatakan bahwa “suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri.” (ay. 35). Tentulah pernyataan Simeon itu sangat tidak menggembirakan. Bunda Maria akan mengalami penderitaan, yang bukan hanya fisik saja, melainkan juga jiwa. Namun, sebagaimana yang sudah diketahui, Bunda Maria merenungkan semua itu dalam hati. Ia tidak lari menghindar.
Bacaan kedua, yang diambil dari Surat kepada Orang Ibrani, menggambarkan juga orang yang berdukacita. Hal ini tampak dalam kata-kata “ratap tangis dan keluhan” (ay. 7), dan “derita” (ay. 8). Akan tetapi, gambaran orang yang berdukacita ini tidak mengacu kepada Bunda Maria. Orang yang berdukacita ini adalah Tuhan Yesus, putera Maria. Akan tetapi, sama seperti Tuhan Yesus, yang karena dukacita-Nya menjadi pokok keselamatan abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya (ay. 9), demikianlah pula Bunda Maria.
Santa Maria adalah Bunda yang berdukacita, sama seperti puteranya, Tuhan Yesus Kristus. Peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita ini memiliki dua makna bagi kita. Pertama, penghormatan kepada Bunda Maria. Bunda Maria memberikan dirinya bagi rencana keselamatan Allah, sekalipun untuk itu ia harus menderita. Melalui Maria, keselamatan Allah hadir di dunia. Kedua, teladan Bunda Maria. Peringatan Santa Maria Berdukacita ini mengajak kita untuk mengikuti teladannya. Sekalipun derita menghadang, Bunda Maria tidak lari. Bunda Maria menghadapi semuanya itu dengan sikap berserah kepada Tuhan.***
by: adrian