Jumat, 28 Februari 2014

SMS Alay

Asep adalah seorang pemuda desa yang umurnya 17 tahun, berpacaran dengan Bunga gadis kota yang berumur 17 tahun.


Pada malam pertama jadian Si Bunga mengirim SMS ke Asep untuk nunjukin kalau Bunga perhatian. Karena tinggal di kota Bunga mengirimkan SMS dengan bahasa gaul.

Bunga : "54y4n9, L491 p4?" (dengan SMS gaul alay)

Asep : (Kebingungan) dan balik SMS "Sayang, kamu SMS 


          pakai kalkulator ya, kok SMS-nya angka semua?"


Bunga: "????"

Orang Kudus 28 Februari: St. Hilarius

SANTO HILARIUS, PAUS
Hilarius berasal dari Sardinia. Ia terpilih menjadi Paus menggantikan Paus Leo I (440 461) pada tanggal 19 November 461. Sebelum menjadi Paus, Hilarius melayani umat sebagai diakon selama masa kepemimpinan Paus Leo I. Ketika diadakan Konsili di Efesus pada tahun 449 untuk membicarakan tindakan ekskomunikasi atas diri Eutyches, seorang penyebar ajaran sesat, Hilarius diutus sebagai wakil Paus Leo I.

Selama kepemimpinannya sebagai Paus, Hilarius mengawasi pembangunan beberapa gedung Gereja di Roma. Salah satunya adalah Oratorium yang dipersembahkan kepada santo Yohanes Penginjil. Selain itu, ia juga berusaha menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi dalam tubuh Gereja sendiri. Dalam kerangka itu, ia memimpin sebuah sinode di Roma pada tanggal 19 November 462 untuk membicarakan berbagai masalah yang ada di dalam Gereja di Gaul, Perancis. Selanjutnya pada tanggal 19 November 465, ia mengadakan lagi sebuah sinode untuk membicarakan hal pengangkatan dan kuasa yuridiksi para uskup Spanyol.

Hilarius meninggal dunia pada tanggal 29 Februari 468 dan dimakamkan di Gereja Santo Laurentius di Roma.

Renungan Hari Jumat Biasa VII - Thn II

Renungan Hari Jumat Biasa VII, Thn A/II
Bac I   : Yak 5: 9 – 12; Injil           : Mrk 10: 1 – 12

Injil hari ini memberikan pengajaran Yesus tentang perkawinan. Yesus menentang perceraian, karena “apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (ay. 9). Di sini mau dikatakan bahwa perkawinan bukan cuma sekedar urusan manusiawi antara laki-laki dan perempuan yang menikah. Perkawinan dalam ajaran Yesus memiliki nilai luhur karena Allah terlibat di dalamnya. Allah-lah yang menyatukan kedua manusia dalam lembaga keluarga. Karena itu, manusia tidak bisa dengan seenaknya saja membubarkan apa yang sudah dibangun Allah itu.

Secara tidak langsung mau dikatakan bahwa dalam lembaga perkawinan, pasangan suami isteri mesti melakukan kehendak Allah. Karena Allah telah menyatukan mereka, maka mereka harus menjaga kesatuan itu. Hal ini ditekankan juga oleh Rasul Yakobus dalam suratnya. Memang pengajaran Yakobus tidak secara langsung menyentuh lembaga perkawinan ini, tetapi Yakobus menyampaikannya secara terbuka. Yakobus juga hendak menjaga kesatuan dan kerukunan dalam kehidupan. Untuk itu, dia meminta kita untuk tidak bersungut-sungut dan saling menyalahkan satu dengan yang lain. Kita diminta untuk meneladani para nabi yang selalu tekun dan setia dalam pengajaran Tuhan. Hal inilah yang akan mendatangkan kebahagiaan.

Dalam sabda-Nya hari ini Tuhan mengajak kita untuk hidup berdampingan satu sama lain, baik sebagai sesama saudara maupun sebagai pasangan suami istri. Untuk itu, Tuhan menghendaki supaya kita melaksanakan kehendak Allah dengan tekun dan setia. Setiap menghadapi persoalan hidup, kita janganlah hanya menggerutu atau mengeluh dan saling mempersalahkan. Sikap suka mengeluh dan saling mempersalahkan dapat menjadi benih perpecahan.

by: adrian

Kamis, 27 Februari 2014

Efek Tambah Usia

FAKTA MENARIK SEIRING BERTAMBAHNYA USIA

Bertambahnya usia seringkali beriringan dengan terjadinya proses penuaan seseorang. Meskipun, di masyarakat sering terdengar istilah 'usia boleh bertambah tapi penampilan tetap muda'. Terlepas dari itu semua, sebenarnya terdapat beberapa fakta yang berhubungan dengan bertambahnya usia seseorang.

Seperti dikutip dari Health 24, Jumat (23/8/2013) berikut ini fakta menarik di balik bertambahnya usia seseorang:

1. Frekuensi bernapas
Semakin bertambah umur seseorang, proses bernapasnya bisa lebih lambat dan secara perlahan-lahan. Tapi yang perlu dicatat, perempuan dan anak-anak bernapas lebih cepat daripada pria. Saat beristirahat, rata-rata orang bernapas 12 sampai 15 kali per menit.

2. Mendengkur
Menginjak usia 60 tahun, seseorang biasanya akan mengalami kesulitan bernapas dan sekitar 60 persen pria serta 40 persen wanita akan mendengkur ketika tidur. Dengkuran rata-rata memiliki intensitas suara 60 dB, tingkat intensitas suara normal. Tapi terkadang bisa melebihi 80 dB. Intensitas 80 dB setara dengan suara bor pemotong beton. Sedangkan, suara dengan intensitas lebih dari 85 dB bisa merusak telinga manusia.

3. Air liur untuk mengolah makanan
Saat dewasa, jumlah makanan yang kita konsumsi kira-kira 500 kg per tahun. Oleh karena itu, kita juga memproduksi 1,7 liter air liur setiap hari untuk membantu mengolah makanan tersebut.

4. Makanan yang dicerna
Setiap hari, 11,5 liter makanan dicerna termasuk yang berbentuk cairan dan nantinya akan mengalir melalui sistem pencernaan. Namun, hanya 100 ml dari hasil pencernaan itu yang hilang dalam tinja. Untuk mencerna makanan sebanyak itu, tubuh akan memproduksi lapisan perut baru setiap tiga sampai empat hari untuk memastikan bahwa asam yang kuat bisa digunakan perut untuk mencerna makanan sekaligus tidak membahayakan perut. 

5. Jumlah tulang berkurang
Saat lahir, jumlah tulang dalam kerangka kita berjumlah 350 buah. Tapi, seiring bertambahnya usia, jumlah tulang berkurang menjadi 206 buah akibat beberapa tulang lain yang telah menyatu.

6. Partikel dalam kulit yang dikeluarkan
Kita rata-rata mengeluarkan partikel kulit sebangak 600.000 setiap jamnya. Setiap tahunnya, jumlah partikel yang hilang sekitar 600 gram. Saat berusia 70 tahun, rata-rata orang akan kehilangan partikel kulitnya dengan total 47 kg.

7. Sirkulasi darah
Bayi hanya memiliki sekitar 250 ml atau secangkir darah yang akan disirkulasikan melalui tubuh mereka. Tapi orang dewasa memiliki hampir empat liter darah yang dipompa jantung ke seluruh jaringan serta dari dan ke paru-paru dalam waktu satu menit ketika jantung berdetak 75 kali.

8. Sel saraf dan otak tak bisa diregenerasi
Menariknya, sel-sel saraf dan otak adalah satu-satunya sel dalam tubuh yang tidak bisa diregenerasi. Jika sel-sel pada otak rusak, maka tidak bisa diganti. 

9. Jumlah sel otak
Saat lahir, sel otak di kepala manusia berjumlah seperempat dari panjang kita saat dilahirkan. Namun, saat dewasa, jumlah sel tersebut akan menjadi seperdelapan dari panjang tubuh kita ketika dilahirkan.

Orang Kudus 27 Februari: St. Leander

SANTO LEANDER, USKUP
Leander yang menjabat sebagai Uskup Sevilla, Spanyol ini adalah kakak Santo Isodorus. Adik-adiknya Santa Florentina dan Fulgentius dinyatakan sebagai kudus juga oleh Gereja. Dengan kesalehan hidupnya dan pengaruhnya yang besar, uskup Leander berhasil menghantar kembali Raja Harmenegild dan Rekkared beserta seluruh bangsawan Wisigoth ke dalam pangkuan Gereja Katolik.

Leander yang lahir pada tahun 540 ini menghembuskan nafas penghabisan pada tahun 600 di Sevilla, Spanyol. Jabatannya sebagai Uskup diambil alih oleh adiknya Santo Isodorus.

Renungan Hari Kamis Biasa VII - Thn II

Renungan Hari Kamis Biasa VII, Thn A/II
Bac I   : Yak 5: 1 – 6; Injil  : Mrk 9: 41 – 50

Dalam Injil hari ini, Markus memaparkan pengajaran Yesus tentang tuntutan menjadi orang baik. Bagi Yesus, untuk menjadi orang baik jangan tanggung-tanggung atau setengah-setengah. Menjadi orang baik itu haruslah total menyeluruh. Oleh karena itu, bila ada satu atau dua hal dalam kehidupan yang merusak kebaikan itu, hendaknya kita membuangnya. Ini diistilahkan dengan memenggal tangan atau kaki bila salah satunya menyesatkan, atau mencungkil mata bila memang mata itu yang menyesatkan. Adalah lebih baik kita kehilangan sesuatu yang merusak hidup kita, daripada kita kehilangan semuanya. Hal ini masih berkaitan dengan ajaran Yesus soal menjadi sempurna seperti Bapa di surga sempurna (Mat 5: 48).

Dalam bacaan pertama, Yakobus memberikan pengajaran tentang menjadi orang baik itu. Secara khusus surat Yakobus ini ditujukan kepada orang-orang kaya yang hanya memperhatikan kepentingan dirinya sendiri dan menindas orang lemah. Di sini Yakobus mau mengingatkan kita bahwa kekayaan itu dapat menjadi penghalang bagi kita untuk menikmati kehidupan kekal. Karena itulah, dibutuhkan sikap berani seperti yang diajarkan Yesus, yaitu "membuang" kekayaan itu. Yakobus secara implisit mau mengajak kita untuk saling berbagi. Daripada kekayaan itu membinasakan kita, lebih baik menyelamatkan orang lain yang juga diri kita sendiri.

Dalam kehidupan tak jarang kita dihadapkan pada dua pilihan dilematis: baik tapi susah dan jahat tapi enak. Yang baik itu selalu mendatangkan kebahagiaan, sementara yang jahat melahirkan derita, sekalipun nikmat mengiringinya. Karena itu, untuk menjadi baik, kita harus berani meninggalkan apa yang enak yang ada pada yang jahat itu. Melalui sabda-Nya hari ini Tuhan mengingatkan kita bahwa untuk menjadi baik itu membutuhkan pengorbanan. Tuhan menghendaki supaya kita senantiasa melakukan kebaikan dalam kehidupan, bukan hanya kepada diri sendiri dan Tuhan, melainkan juga kepada sesama. Kita harus berani mengorbankan yang ada dalam diri kita jika itu dapat menjadi penghalang bagi kita untuk berbagi.

by: adrian

Rabu, 26 Februari 2014

Kreasi Iseng



Hubungan Keluarga & Masa Bayi

BAHAYA HUBUNGAN KELUARGA PADA MASA BAYI
Perpisahan dengan Ibu
Kecuali kalau diberi tokoh pengganti yang stabil dan memuaskan, bayi yang dipisahkan dari ibunya akan mengembangkan perasaan tidak aman yang ditampilkan dalam gangguan kepribadian yang dapat merupakan dasar dari kesulitan penyesuaian diri kelak.

Gagal Mengembangkan Perilaku Akrab
Bayi yang gagal mengembangkan perilaku akrab dengan ibunya atau dengan pengganti ibu yang stabil, akan mengalami perasaan tidak aman seperti apabila ia yang dipisahkan dengan ibunya. Selanjutnya bayi tidak mengalami kegembiraan yang diperoleh dalam hubungan pribadi yang erat. Kekurangan ini menyulitkan bayi dalam mengembangkan persahabatan di kemudian hari.

Merosotnya Hubungan Keluarga
Merosotnya hubungan keluarga yang hampir selalu terjadi dalam tahun kedua secara psikologis berbahaya karena bayi memperhatikan bahwa sikap anggota-anggota keluarga kepadanya berubah dan ia diperlakukan secara berbeda. Akibatnya bayi biasanya merasa tidak dicintai dan ditolak, yakni perasaan yang mengembangkan kebencian dan rasa tidak aman.

Terlampau Melindungi
Bayi yang sangat dilindungi dan dilarang melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat dilakukan menjadi sangat tergantung dan takut melakukan sesuatu yang dapat dilakukan oleh bayi lain. Nantinya hal ini akan berkembang menjadi sangat takut pada sekolah – phobi sekolah – dan sangat malu bila berhadapan dengan orang-orang asing.

Latihan yang Tidak Konsisten
Metode latihan anak yang tidak konsisten, yang dapat disebabkan karena kelemahan orang tua atau perasaan-perasaan tidak mampu menjalankan peran orang tua, akan memberikan bimbingan yang buruk bagi bayi. Hal ini memperlambat bayi dalam mempelajari perilaku yang besar.

Penganiayaan Anak
Kalau orang tua tidak menyenangi peran sebagai orang tua atau kalau terjadi pertentangan antar orang tua, maka bayi dapat menjadi sasaran amarah atau kebencian mereka. Bayi akan diabaikan atau dianiaya. Penganiayaan bayi lebih sering pada tahun kedua karena bayi pada saat ini lebih menyulitkan orang tua dan ini memancing penyaluran rasa marah, benci dan emosi-emosi buruk lainnya yang berasal dari hubungan orang tua.

sumber: Elizabeth B. Hurlock, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5). Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 101

Orang Kudus 26 Februari: St. Didakus Carvalho

SANTO DIDAKUS CARVALHO, MARTIR
Didakus lahir di Koimbra, Portugal pada tahun 1578. Walaupun masih muda, ia senang sekali dengan kegiatan-kegiatan kerohanian Gereja, punya semangat merasul yang tinggi serta berhasrat menjadi misionaris di tanah misi agar bisa mengalami kejadian-kejadian istimewa seperti yang dialami oleh para misionaris-misionaris. Cita-citanya ini tercapai pada tahun 1608, tatkala ia tiba di Jepang sebagai seorang imam misionaris. Didakus dikenal sebagai seorang misionaris Yesuit yang unggul. Ia baik dan ramah kepada umatnya, tidak segan terhadap pekerjaan dan perjalanan yang sukar, dan tidak takut menderita. Semua tantangan yang menimpanya bukan alasan untuk mengabaikan tugas pelayanannya kepada umat demi keselamatan mereka dan demi kemuliaan Allah, sebagaimana terungkap di dalam semboyan Serikatnya: Ad Majorem Dei Gloriam (Demi kemuliaan Allah yang lebih besar).

Didakus terutama mewartakan Injil di propinsi-propinsi yang belum pernah mendengar tentang nama Yesus Kristus dan Injil-Nya, dan mendirikan Gereja di wilayah-wilayah itu. Selain berkarya di Jepang, Didakus juga mewartakan Injil di negeri-negeri lain. Penangkapan dan hukuman mati atas dirinya pada tahun 1624 terjadi tatkala ia baru saja kembali dari suatu perjalanan misinya ke luar negeri.

Hukuman mati atas dirinya berlangsung amat keji. Ketika itu musim dingin. Ia dibenamkan ke dalam air sungai yang hampir beku. Setelah seluruh tubuhnya membeku, ia dikeluarkan dari air untuk disesah hingga babak belur, lalu ditenggelamkan lagi ke dalam sungai. Namun Tuhan menyertainya. Martir suci ini, meski penderitaannya hebat menimpa dirinya, ia toh tetap gembira dan menyanyikan lagu-lagu mazmur dan menghibur orang-orang serani yang datang menyaksikan pelaksanaan hukuman mati atas dirinya. Setelah 12 jam lamanya mengalami penderitaan, Didakus menghembuskan napas terakhirnya sebagai seorang Martir Kristus yang gagah berani pada usia 46 tahun.

Renungan Hari Rabu Biasa VII - Thn II

Renungan Hari Rabu Biasa VII, Thn A/II
Bac I   : Yak 4: 13 – 17; Injil         : Mrk 9: 38 – 40

Yakobus dalam suratnya, yang menjadi bacaan pertama hari ini, kembali mengingatkan kita soal sikap sombong atau congkak. Menurut Yakobus, sikap yang demikian adalah salah dan tidak baik. Yakobus mengajak kita untuk selalu bersikap rendah hati. Sikap rendah hati memampukan orang untuk dapat menerima kebaikan dari siapa saja, sekalipun kita tidak mengenalnya.

Sikap rendah hati inilah yang tidak dimiliki oleh para rasul. Dalam Injil dikisahkan bahwa para rasul mencegah orang yang mengusir setan dalam nama Yesus. Alasan mereka adalah karena orang itu tidak masuk kelompok mereka. Para rasul merasa bahwa kuasa mengusir setan hanya dimiliki oleh mereka saja, orang-orang yang masuk ke dalam kelompok Yesus. Ini adalah bentuk keangkuhan diri. Sikap inilah yang dikritik Yesus. Tuhan Yesus mengajak para rasul untuk bersikap rendah hati. Dengan sikap rendah hati ini mereka akan dapat menerima siapa saja yang berbuat baik.

Semangat kelompokisme dewasa ini sangatlah kuat merasuk kehidupan manusia. Kelompokisme itu bisa saja berwujud suku, agama, ras, golongan, dan kelompok-kelompok lain. Sikap yang sering muncul adalah merasa kelompoknya paling hebat, paling benar dan lain sebagainya. Sikap ini melahirkan sikap merendahkan kelompok lain. Orang tidak bisa melihat dan menemukan adanya kebaikan dan kebenaran dari kelompok lain. Sabda Tuhan hari ini mau mengajak kita untuk mengikis semangat seperti ini. Tuhan menghendaki agar kita membangun sikap rendah hati supaya mampu melihat dan menerima kebaikan dan kebenaran dari orang lain yang mungkin tidak kita sukai.

by: adrian

Selasa, 25 Februari 2014

Foto-foto Medan Pastoral Tg Balai: Umat MGI






Dari Simpang Naga (P-21), naik poce menuju MGI. Kalau lancar, bisa 30 menit, tapi jika banyak sampah di kanal, bisa makan waktu 1 jam.



Bersiap untuk mengunjungi saudara lain di kelurahan lain.


(Pencerahan) Jangan Takut Dikritik

JANGAN TAKUT DIKRITIK
Tentulah setiap kita pernah menerima kritikan dari orang lain, entah itu sahabat ataupun lawan kita, entah itu dari atasan, rekan sekerja atau juga bawahan kita. Biasanya kecenderungan kita atas kritikan adalah melawan, menolak atau cuek. Semua ini termasuk dalam sistem pertahanan diri (Self defence). Banyak dari kita takut dengan kritik.

Kecenderungan untuk mempertahankan diri merupakan ciri orang yang tidak dapat menerima diri. Orang seperti ini selalu merasa dirinya yang benar dan hebat. Dia tidak bisa melihat kebenaran dan kebaikan yang dilontarkan orang lain terhadap dirinya dalam bentuk kritikan. Menerima kebenaran dari orang lain akan dapat merendahkan martabat dan harga dirinya.

Kebenaran yang disampaikan, baik oleh teman maupun musuh kita, baik atasan, rekan ataupun bawahan kita, bisa menjadi pelengkap atas kekurangan kita. Namun, karena kita merasa kebenaran kita sudah penuh, kita lantas menolaknya. Dan tak jarang ketika orang melontarkan kritikan terhadap kita, kita tidak lagi memperhatikan kebenaran dalam kritikan tersebut. Yang seringkali kita lakukan adalah membuat “kebenaran” baru yang hanya untuk menutupi kesalahan dan kekurangan kita.

Orang yang tak bisa menerima diri selalu lebih senang menerima pujian daripada kritikan. Tanpa disadari, sikap tidak mau menerima diri dapat menjadi awal kehancuran diri kita. St. Ignatius dari Antiokhia pernah menulis, “Mereka yang memuji saya mendera saya.”  Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Putra Sirakh dalam kitabnya, “Seorang musuh manis dengan bibirnya, tetapi dalam hati merencanakan bagaimana ia dapat menjatuhkan dirimu ke dalam lobang.” (Sir 11: 16).

Oleh karena itu, janganlah hendaknya kita takut terhadap kritikan. Kita mesti terbuka dan menerima diri. Harus disadari tak ada manusia yang sempurna. Diri kita pun tak luput dari kekurangan. Menerima kritikan berarti kita berusaha melengkapi kekurangan kita.

Kita seharusnya bersyukur kepada mereka yang membantu kita dengan cara kritik. Sesungguhnya mereka jauh lebih berguna bagi kita daripada yang mendukung dan menyanjung kita. Menghadapi kritikan tidak perlu dengan sikap emosional. Dengan tenang kita telaah kritikan tersebut: adakah kebenaran dan kebaikannya di dalamnya? Jika ada maka terimalah sebagai kelengkapan diri kita. Tapi jika tidak, ya biarkan saja.

Menerima diri adalah modal awal untuk berkembang.

by: adrian

Renungan Hari Selasa Biasa VII - Thn II

Renungan Hari Selasa Biasa VII, Thn A/II
Bac I   : Yak 4: 1 – 10; Injil           : Mrk 9: 30 – 37

Dalam Injil hari ini, Markus mengisahkan pertentangan yang terjadi di antara para rasul. Mereka mempersoalkan siapa yang terbesar di antara mereka. Tampak jelas kalau masing-masing mereka ingin menjadi yang paling hebat, paling berpengaruh, paling dikasihi Sang Guru, paling berkuasa dan lain sebagainya. Tujuannya jelas, agar ia dapat menikmati pelayanan, dihormati dan berkuasa atas orang lain. Yesus membongkar cara pandang ini dan membalikkannya. “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.” (ay. 35). Bagi Yesus, orang yang hebat adalah orang yang rendah hati, yang mau mendahulukan orang lain.

Ajaran Yesus ini diteruskan oleh Yakobus. Dalam suratnya, Yakobus seakan kembali merefleksikan peristiwa pertengkaran itu. Bagi Yakobus, hal itu terjadi karena adanya hawa nafsu. Hawa nafsu merupakan wujud lain dari keangkuhan yang bertentangan dengan sikap rendah hati. Karena itu, Rasul Yakobus mengajak kita untuk bersikap rendah hati.

Refleksi Rasul Yakobus masih relevan buat kehidupan manusia jaman sekarang. Pertikaian, perpecahan dan penderitaan muncul dari hawa nafsu. Kita ingin memenuhi hidup dengan segala-galanya sesuai keinginan. Hal ini muncul karena kita tidak memiliki sikap rendah hati. Adanya sikap rendah hati membuat kita bisa mensyukuri apa yang ada. Melalui sabda-Nya, Tuhan menghendaki kita untuk selalu bersikap rendah hati. Terlebih di saat kita menjadi pemimpin. Dengan sikap ini, maka seorang pemimpin akan selalu tampil melayani.

by: adrian

Senin, 24 Februari 2014

Foto-foto Medan Pastoral Tg Balai: Pulau Burung Km 09

Gereja Ekumene di km 9. Umat dilarang memasak salib sebagai menaranya.




Perjalanan melalui kanal perkebunan kelapa. Jalur darat susah ditempuh karena merupakan lahan gambut.

Sejauh mata memandang, hanya pohon kelapa. Dari sinilah Hydro Coco berasal.



Orang Kudus 24 Februari: St. Montanus dkk

SANTO MONTANUS, LUCIUS, DKK, MARTIR
Para Martir suci Montanus dan Lucius beserta dengan teman  temannya, yaitu Falvianus, Yulianus, Viktorianus, Quartillosia, Viktor, Donatian, Primolus dan Renus, dipenjarakan di Kartago (Tunisia) karena berpegang teguh pada imannya kepada Kristus. Selama mendekam di dalam penjara mereka kekurangan makanan dan minuman sehingga beberapa di antara mereka mati. Sebagian yang lain kemudian diseret ke tempat penjagalan.

Renungan Hari Senin Biasa VII - Thn II

Renungan Hari Senin Biasa VII, Thn A/II
Bac I   : Yak 3: 13 – 18; Injil         : Mrk 9: 14 – 29

Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Surat Rasul Yakobus, penulis memberi pengajaran tentang dua hikmat, yaitu yang berasal dari atas (dari Allah) dan yang berasal “dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan.” (ay. 15). Bagi Yakobus, hikmat yang dari dunia hanya akan melahirkan kekacauan dan perbuatan jahat. Sementara hikmat Allah mendatangkan damai, karena “Hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan, dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik.” (ay. 17).

Yesus, dalam Injil hari ini, menunjukkan hikmat Allah itu dalam diri-Nya. Ini terjadi lewat penyembuhan anak yang kerasukan setan. Anak itu dirasuki hikmat dari setan, sehingga menyebabkan penderitaan pada dirinya dan kesusahan pada keluarganya. Karena itu, ayah anak itu datang kepada Yesus memohon hikmat dari Allah. Awalnya ayah anak itu meragukan sampai Yesus menantangnya sehingga ia pun berseru, “Aku percaya! Tolonglah aku yang tidak percaya ini!” (ay. 24). Di sini mau dikatakan bahwa hikmat Allah itu ada dalam diri Yesus, karena Dia adalah Allah yang menjadi manusia.

Terkadang hidup ini diibaratkan dengan perjuangan antara kebaikan dan kejahatan, antara kerajaan Allah dengan kerajaan setan. Kita berada di antaranya. Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita bahwa berpihak pada kejahatan atau kerajaan setan akan membawa kita kepada kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan pada kerajaan Allah ada damai, sukacita dan kebahagiaan. Tuhan menghendaki supaya kita senantiasa berjuang menegakkan kerajaan-Nya; berjuang melaksakan hikmat Allah dalam kehidupan. Kita harus tetap percaya sekalipun keraguan selalu menghampiri.

by: adrian

Minggu, 23 Februari 2014

(Sharing Hidup) Mengkritisi Single Fighter

SINGLE FIGHTER
Single fighter adalah istilah untuk orang yang suka bekerja sendiri, tidak mau melibatkan orang lain. Di balik kecenderungan ini ada tersembunyi sifat serakah akan peran dan jabatan. Ada begitu banyak faktor yang membuat seseorang bertindak single fighter, mulai dari ketidakpercayaan pada orang, kecenderungan ingin dipuji hingga keserakahan peran dan jabatan tadi. (Uraian lain tentang hal ini dapat klik di sini).

Seseorang mensyeringkan pengalamannya berkaitan dengan single fighter ini. Dulu ia suka mengkritik sikap pimpinannya yang single fighter. Sekalipun dirinya, sebenarnya adalah pembantu atau rekan tugas, namun semua tugas selalu ditangani pimpinan sendiri tanpa pernah berkoordinasi dengan dirinya. Hanya tugas yang benar-benar tidak bisa dilakukan oleh pimpinan itu, baru dilimpahkan kepada dirinya atau orang lain. Misalnya, ia tidak bisa melaksanakan tugas pada tempat yang berbeda dengan waktu yang sama atau berdekatan.

Akan tetapi, sikap kritisnya akan kecenderungan single fighter pimpinannya ini ditanggapi negatif oleh orang lain. Ada orang mengatakan kalau dirinya ambisius; ada pula yang bilang jika ambisinya tak tercapai sehingga timbul sikap iri. Yang lain menilai dia cemburu karena tidak bisa seperti sang boss. Dan masih ada banyak pendapat lain berkaitan dengan sikap kritisnya atas kecenderungan single fighter bossnya. Semuanya bernada negatif.

Benarkan ia cemburu? Iri hatikah dia? Atau apa yang mendasarinya mengkritik kecenderungan single fighter pimpinannya?

UMAT. Cuma satu kata saja. Pengalaman membuktikan bahwa kecenderungan single fighter sang pimpinan membawa korban, yaitu umat. Banyak pelayanan pastoral untuk umat jadi terbengkelai. Karena begitu banyaknya yang mau dikerjakan, sementara ia tidak mau berbagi peran dan tugas, membuat ada banyak tugas yang terlupakan. Dan ujung-ujungnya umat yang menanggungnya.

Sebagai contoh, soal pembagian jadwal misa. Masalah ini pun, yang sebenarnya bisa dilimpahkan kepada rekan kerjanya, tetap berada di bawah kendalinya. Namun karena kesibukan lainnya, terkadang, bahkan sering, jadwal ini terbengkelai. Akhirnya, ada beberapa kelompok yang luput dari pelayanan misa. Pertanyaan: kenapa urusan ini tidak mau dilimpahkan kepada rekan yang lain? Apakah takut tidak mendapatkan jatah misa di “tempat yang basah”?

Contoh lain adalah soal rencana kegiatan rohani. Ada kelompok kategorial ingin mengadakan kegiatan rohani. Mereka menghadap kepada pimpinan minta pendapat soal waktu, dana dan hal-hal lainnya. Acara ini selalu molor hingga berbulan-bulan, hanya karena tidak ada kecocokan waktu dengan sang boss. Di tempat lain bukan hanya sekedar molor, tetapi batal. Persoalan, kenapa masalah waktu hanya dipatokkan pada waktunya saja? Bagaimana dengan rekannya yang lain? Padahal setelah dicek, rekan yang lain memiliki waktu yang luang. Kenapa tidak mau berbagi?

Dari dua contoh di atas, dan masih ada banyak contoh lain, dapat disimpulkan bahwa akibat keserakahan akan jabatan dan peran membawa korban pada orang lain yang seharusnya dilayani. Umat yang seharusnya mendapatkan pelayanan pastoral, akhirnya diabaikan, hanya karena satu orang serakah yang lalai. Sebenarnya hal ini dapat dengan mudah diatasi jika ada pembagian tugas dan peran; jika pimpinan mau berbagi tugas dan peran dengan pembantu atau rekannya.

Inilah yang mendasari kenapa seseorang tadi selalu mengkritik pimpinannya yang cenderung single fighter. Bukan karena iri hati atau lainnya seperti penilaian negatif kebanyakan orang, melainkan karena tidak tega melihat umat menjadi korban atas sikap serakah itu. Seandainya kecenderungan single fighter ini tidak membawa dampak buruk bagi umat, tentulah tidak ada kritik pedas yang dilayangkan kepada pimpinan. "Saya tidak akan mempermasalahkan single fighter jika semua tugas bisa ditangani dengan baik dan benar sehingga umat tidak menjadi korban," ungkapnya menutup sharing ini.
Jakarta, 18 Desember 2013

Orang Kudus 23 Februari: St. Willigis

SANTO WILLIGIS, PENGAKU IMAN

Willigis adalah seorang anak dari orang kebanyakan; namun ia berhasil menjadi kanselir tiga orang Kaisar Jerman. Negarawan bijaksana ini berhasil menjaga keamanan seluruh negeri. Sebagai Uskup Mainz dan wakil Paus, ia mengangkat uskup-uskup yang baik, mendirikan gereja-gereja dan membangun banyak jembatan. Ia membangun sekolah-sekolah untuk memajukan ilmu. Willigis menegakkan tata tertib dan memajukan kegiatan penghormatan pada Tuhan.

Renungan Hari Minggu Biasa VII - A

Renungan Hari Minggu Biasa VII, Thn A/II
Bac I   : Im 19: 1 – 2; 17 – 18; Bac II      : 1Kor 3: 16 – 23;
Injil     : Mat 5: 38 – 48

Sabda Tuhan dalam bacaan-bacaan liturgi hari ini dapat dirangkum sebagai berikut: Kita adalah bait Allah. Bait Allah itu kudus. Oleh karena itu, hendaklah kita hidup kudus atau sempurna.

Itulah yang dikatakan Paulus dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus. Paulus mengingatkan para jemaat akan keberadaan Roh Kudus dalam diri mereka. Paulus juga menyadarkan para jemaat bahwa tubuh mereka adalah bait Allah. Karena bait Allah itu adalah kudus, maka jemaat diminta untuk menjaga kekudusan dirinya dengan tidak mencemari tubuh dengan dosa.

Dalam bacaan pertama dan Injil, kembali ajakan untuk menjadi kudus disuarakan. Dalam bacaan pertama, Allah meminta umat-Nya untuk hidup kudus seperti diri-Nya. Hal ini dapat dilakukan dengan tidak membenci saudara, hidup jujur, tidak berdosa, tidak menuntut balas atau mendendam serta hidup dalam kasih. Permintaan Allah ini kembali disuarakan oleh Yesus dengan sedikit perubahan. Bagi Yesus, perbuatan baik itu ditujukan bukan saja kepada orang sendiri, melainkan orang luar, bahkan musuh sekalipun.

Hendaklah kita menjadi kudus seperti Allah. Hendaklah kita sempurna seperti Bapa di surga yang adalah sempurna. Inilah yang hendak disampaikan Tuhan melalui sabda-Nya hari ini. Tuhan menyadarkan kita bahwa diri kita adalah bait Allah yang hidup. Kita diminta untuk menjaga kekudusan bait Allah itu. Jangan mencemarinya. Menjadi pengikut Kristus kita dituntut untuk hidup sempurna.

by: adrian