Rabu, 19 Februari 2014

Tahun Politik, Kunjungan Politik

TAHUN POLITIK: POLITIK PENCITRAAN DI BALIK KUNJUNGAN PENGUNGSI?
Tahun 2014 kita kenal sebagai tahun politik. Pada tahun ini akan ada dua peristiwa politik besar di negeri ini, yaitu PEMILU, baik untuk pemilihan anggota legislatif (Bulan April) maupun pemilihan presiden (Bulan September). Pada tahun ini partai-partai mulai sibuk “berkampanye” memperkenalkan kebaikan dan keungulan partainya atau calonnya. Semuanya baik. Seperti pepatah, tak ada kecap nomor 2.

Tahun 2014 ini dikenal juga sebagai tahun bencana. Berbagai macam bencana melanda negeri ini. Ada banjir di Jakarta, Menado dan beberapa daerah di Jawa. Ada juga bencana gunung meletus (Sinabung dan Kelud). Tulisan ini hanya menyoroti bencana Sinabung dan Kelud karena dikaitkan dengan kunjungan presiden. Dan semuanya ini masih dalam kaitan tahun politik.

Pada bencana Gunung Sinabung di Tanah Karo, Sumatera Utara, pengungsi membutuhkan waktu sekitar 4 bulan untuk kedatangan Presiden SBY. Malah ada yang menilai bahwa kunjungan itu bukanlah yang utama, alias sampingan saja, karena yang utama adalah temu kader di Medan. Maklum, ini kan tahun politik. Konsolidasi partai itu perlu.

Perlakuan berbeda dirasakan oleh pengungsi Gunung Kelud di Kediri, Jawa Timur. Tidak dalam hitungan bulan atau minggu, melainkan hari. Yah, dalam beberapa hari setelah meletusnya Gunung Kelud, 13 Februari lalu, Presiden SBY mengunjungi para pengungsi. Tanggal 18 Februari siang dijadwalkan SBY dan rombongan akan tiba di lokasi pengungsian.

Banyak orang bertanya kenapa begitu cepat? Beberapa pengungsi di Tanah Karo yang diwawancarai stasiun televisi mengungkapkan kekecewaannya. Mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh SBY. Mereka merasa sebagai anak tiri di negeri ini. Seakan SBY hanya sebagai presiden bagi Tanah Jawa.

Sampai saat ini saya belum pernah mendengar atau membaca penjelasan dari istana soal perbedaan perlakuan ini. Saya hanya menganalisa, semoga analisa saya keliru, kalau semuanya ini dikaitkan dengan tahun politik: PEMILU. Dalam pemilu ini partai dan calon presiden dari partai membutuhkan dukungan suara. Semakin besar suara, semakin baik. Apa hubungan dengan kunjungan?

Kita lihat perbedaan jumlah pengungsi. Di Tanah Karo, pengungsi Gunung Sinabung terdata sekitar 32.346 jiwa (lih. di sini). Sementara jumlah pengungsi Gunung Kelud terdata lebih dari dua kali dari jumlah pengungsi Sinabung, yaitu sekitar 87.629 jiwa (lih. Kompas). Tentulah, SBY akan membutuhkan dukungan suara yang lebih banyak. Suara dari Tanah Karo jelas tidak menggiurkan dari aspek jumlah. Selain itu, citra Bupati Karo sudah merusak citra partai, sehingga dukungan suara dari Tanah Karo dirasakan tidak mungkin. Karena itulah, SBY terkesan tidak bergitu berselera berkunjung ke sana.

Berbeda dengan pengungsi Kelud. Jumlahnya besar. Jauh lebih banyak dari pengungsi Sinabung. Ini sangat berguna bagi mendongkrak popularitas partai dan calon presiden yang diusung Demokrat. Karena itu, saatnya memainkan politik pencitraan. Maka, segera SBY mengumumkan akan segera mengunjungi pengungsi. Selain itu, nanti SBY akan makan bersama dengan pengungsi dengan menu yang sama dengan mereka. SBY menunjukkan solidaritasnya kepada pengungsi. Solidaritas berselubung pencitraan.

Mungkin ada yang mengatakan bahwa data 87.629 jiwa itu merupakan data tanggal 17 Februari, sementara Presiden SBY sudah mengumumkan rencana kunjungan sehari atau dua hari setelah Gunung meletus. Kalau kita melihat jumlah pengungsi saat gunung meletus, kita akan lebih tercengang lagi. Jumlahnya lebih dari 100.000 jiwa (lih. di sini). Bisa jadi, jumlah inilah yang membuat SBY segera mengumumkan rencananya itu.

Inilah sekedar analisa mengapa Presiden SBY begitu cepat mengunjungi pengungsi Gunung Kelud. Semuanya hanya pencitraan di tahun politik. Tapi, mudah-mudahan analisa ini keliru. Ada kemungkinan, cepatnya kunjungan Presiden SBY ke pengungsi Gunung Kelud merupakan perbaikan atas kesalahan pada kunjungan pengungsi Gunung Sinabung. Semoga!
Jakarta, 18 Februari 2014
by: adrian

Bahaya Emosi Masa Bayi

BAHAYA EMOSI YANG UMUM PADA MASA BAYI
Kurangnya Kasih Sayang
Bayi yang tidak diberi kesempatan untuk mengalami emosi bayi yang normal – terutama kasih sayang, keinginan tahu dan kegembiraan – secara fisik tidak berkembang. Kalau kekurangan kasih sayang berlangsung lama dan hebat, akan mencegah penghambatan dalam mengeluarkan hormon pituitary, termasuk pertumbuhan hormon, dan ini akan mengakibatkan apa yang disebut “kekurangan kekerdilan.” Lagi pula kekurangan kasih sayang dalam masa bayi sering menyebabkan bayi mundur dalam perkembangan motorik dan berbicara, dan tidak belajar bagaimana mengungkapkan kasih sayang. Bayi biasanya menjadi lesu, murung dan acuh tak acuh, dan sering mengembangkan gerakan-gerakan gelisah seperti mengenyut ibu jari

Tekanan
Tekanan, yaitu keadaan emosi kurang baik yang berlangsung lama seperti takut dan marah, dapat menyebabkan perubahan endokrin yang mengganggu keseimbangan tubuh. Ini kemudian akan tercermin dalam kesulitan makan dan tidur, dalam gerakan gelisah seperti sering mengenyut ibu jari dan terlampau banyak menangis. Tekanan disebabkan oleh banyak hal seperti kesehatan yang buruk, diabaikan oleh orang tua dan kondisi lingkungan yang buruk yang menggangu rutin makan dan tidur. Tetapi faktor yang penting adalah hubungan erat dengan ibu yang gelisah dan tegang.

Terlampau Banyak Kasih Sayang
Orang tua yang sangat khawatir atau sangat menonjolkan diri akan mendorong bayi untuk memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri dan menjadi terikat pada diri sendiri serta mementingkan diri sendiri. Dengan demikian bayi mengharapkan agar orang lain memberikan kasih sayang tetapi ia tidak membalas memberi kasih sayang kepada orang lain.

Emosi yang Kuat
Kondisi lingkungan bayi mendorong perkembangan emosi tertentu dan menyampingkan emosi yang lain. Emosi tersebut nantinya menjadi kuat kecuali kalau kondisi-kondisi berubah perkembangan dari emosi lain yang terdorong. Sifat pemalu dapat menetap lama setelah masa bayi berlalu kalau anak yang pemalu atau penakut dihadapkan pada terlalu banyak orang asing atau terlalu banyak situasi yang menakutkan.

sumber: Elizabeth B. Hurlock, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5). Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 99

Orang Kudus 19 Februari: St. Konradus Lombardia

SANTO KONRADUS LOMBARDIA, PENGAKU IMAN
Konradus lahir di Lombardia dari sebuah keluarga bangsawan. Sebagai seorang putera bangsawan, Konradus lebih banyak menggunakan waktunya untuk bersenang-senang dan berfoya-foya. Hobinya adalah berburu. Agar cepat dan mudah menangkap binatang buruannya, biasanya ia membakar hutan tempat persembunyian binatang-binatang itu. Tapi perbuatan itu mendatangkan malapetaka baginya. Pembakaran hutan itu mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat dan harus diganti. Semua kekayaan keluarga dipakai untuk membayar kerugian tersebut. Karena itulah keluarga Konradus mulai jatuh miskin.

Di dalam situasi miskin itu, Tuhan memanggil Konradus. Isterinya sendiri menjadi biarawati, sedangkan Konradus masuk Ordo ke tiga Santo Fransiskus. Untuk lebih menyucikan dirinya, ia menjadi seorang rahib dan tinggal terpencil di dalam sebuah gua di Sisilia. Memang banyak gangguan menghadangnya tetapi kesungguhan dalam berdoa dan berpuasa membuat ia mampu mengalahkan semuanya itu. Ia meninggal pada tahun 1351.

Renungan Hari Rabu Biasa VI - Thn II

Renungan Hari Rabu Biasa VI, Thn A/II
Bac I   : Yak 1: 19 – 27; Injil         : Mrk 8: 22 – 26

Dalam Injil hari ini Markus menceritakan kisah penyembuhan orang buta di Betsaida. Diceritakan bahwa ketika Yesus dan para rasul-Nya tiba di sana, orang membawa kepada-Nya seorang buta. Yesus lalu membawa orang itu ke luar kampung dan menyembuhkannya. Setelah sembuh Yesus menyuruh orang itu kembali ke rumahnya dan berkata, “Jangan masuk ke kampung!” Sepintas kita merasa aneh, kenapa dilarang masuk ke kampung. Padahal Yesus menyuruhnya pulang ke rumahnya, dan rumahnya ada di kampung. Yang perlu disadari adalah kata “kampung” di sini memiliki makna sumber dosa. Karena itulah, nasehat Yesus itu dapat dimengerti sebagai nasehat untuk tidak kembali berbuat dosa.

Nasehat Yesus dalam Injil sejalan dengan nasehat Rasul Yakobus dalam bacaan pertama. Dalam suratnya, Yakobus menasehati kita untuk membuang “segala sesuatu yang kotor dan kejahatan” (ay. 21), dan menjaga diri agar “tidak dicemarkan oleh dunia.” (ay. 27) Salah satu wujudnya adalah dengan mengendalikan amarah. Bagi Yakobus, dengan mengendalikan amarah, kita sudah mengekang lidah kita dari hal-hal buruk.

Sabda Tuhan, dalam bacaan-bacaan liturgi hari ini, mau mengajak kita untuk senantiasa melakukan kebaikan dalam kehidupan. Tuhan ingin agar kita menghindari tindak kejahatan dan hal-hal jahat lainnya. Tuhan tidak mau kita berbuat dosa, karena dosa mendatangkan derita dan maut. Salah satu cara melakukan kebaikan adalah dengan melaksanakan sabda Tuhan. Yakobus mengajak kita untuk tidak hanya menjadi pendengar firman, melainkan juga pelaku firman (ay. 22). Firman Allah adalah sumber kebaikan. Jadi, dengan melakukan firman Allah, kita sudah melakukan kebaikan karena firman Allah mengajarkan kebaikan.

by: adrian