Senin, 26 November 2012

Pesan Ketua KWI buat OMK

PESAN KETUA KWI UTK OMK INDONESIA
Usia muda identik dengan mimpi; mimpi menjadi pribadi yang lebih baik untuk dirinya sendiri, Gereja dan masyarakat. Tuhan memberikan banyak kepadamu, memberikan dirinya, waktu, dan segalanya. Masa depan Gereja ada di hatimu. Maka berjagalah, giatlah, bekerjalah; jangan tidur berkepanjangan, tidurlah secukupnya dan jangan ketiduran. Hamba yang diberi banyak tapi tidak berbuat banyak maka akan dipukul. Jawablah persekutuan Gereja di mana engkau hadir. Tuhan memberi banyak, Tuhan mengharapkan banyak, Orang Muda Katolik harus merekat, merajut pekerjaan menjadi tajam. Tidak hanya diam dan membiarkan perpecahan serta perselisihan terus terjadi karena hal-hal sepele. Orang Muda Katolik mengemban tugas membentuk umat yang utuh. Tuhan memberi banyak padamu, memberi kiprah yang membangun dan Tuhan mengharapkan banyak. OMK yang nampak ceria, sumringah seolah tak ada batu besar di hadapanmu. Hidup yang ditawarkan tanpa Yesus meletihkan, melelahkan sebab itu datanglah kepada Yesus, tumbuh dan berakarlah. Yesus tak minta disembah, dilayani oleh kita tetapi dialah yang melayani sebab dialah jalan kebenaran dan hidup. Jika kita memberi banyak bukan untuk DIA melainkan untuk sesama. Seorang berbuah jika terarah kepada Tuhan dan sesama, semakin kita bersolek semakin kita hanyut egoisme dalam bentuk apapun. Kejahatan tidak pernah dikalahkan oleh kejahatan. Dia memberi, menyegarkan, menghidupkan, menyirami dan membuatmu berlimpah-limpah. Jangan tunggu; jangan seorang pun memandang engkau rendah dengan usiamu yang masih muda. Yesus memandang dengan kasih. Yesus guru, Tuhan dan sahabat. Amin.   

Pesan ini disampaikan pada homili misa pembukaan Indonesian Youth Day 2012.

(Inspirasi Hidup) Kisah Dua Pria dan Jendela

KISAH DUA PRIA & JENDELA
Dua pria yang sedang sakit serius menempati satu ruangan di rumah sakit yang sama. Salah satu pria diperbolehkan untuk duduk di tempat tidurnya selama satu jam dalam sehari untuk mengeluarkan cairan di paru-parunya. Kasurnya berada di sebelah jendela satu-satunya di ruangan itu. Pria yang satu lagi menghabiskan waktunya hanya telentang di kasur.

Mereka saling bercerita setiap saat. Mereka berbicara tentang istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka dalam militer, ke mana mereka berlibur. Dan setiap siang ketika pria yang berada di dekat jendela dapat duduk, dia akan menceritakan segala yang ia lihat di luar jendela kepada temannya. 

Pria yang berada di kasur satunya akan merasa bahwa dunianya diperluas dan dimeriahkan oleh segala aktivitas dan warna dunia luar. Dari jendela terlihat sebuah taman dengan danau yang cantik, kata pria yang berada di dekat jendela. Bebek dan angsa bermain di air sementara anak-anak bermain dengan kapal mainan. Para pecinta bergandengan tangan di tengah warna-warni bunga. Pohon tua besar menghiasi pemandangan, dari jauh terlihat pemandangan kota yang menarik. Saat pria yang berada di dekat jendela menggambarkan semua itu dengan detil, pria yang berada di sisi yang lain akan menutup mata dan membayangkan suasana itu.

Di suatu siang... 
Pria yang berada di dekat jendela menggambarkan sebuah parade yang sedang lewat. Meskipun tidak bisa mendengar apapun, ia dapat melihat lewat mata pikirannya saat pria yang berada di dekat jendela melukiskan dengan detil lewat kata-katanya. Tiba-tiba, sebuah pikiran memasuki kepalanya: Mengapa harus ia yang selalu mendapatkan kesenangan melihat segalanya di saat diriku tidak pernah melihat apapun? Itu tidak adil. Awalnya ia merasa malu punya pikiran seperti itu. Namun saat hari terus berlalu dan semakin banyak pemandangan yang terlewatkan, rasa iri hati itu mulai berubah menjadi kebencian. Ia mulai merenung dan sulit untuk tidur. Ia seharusnya yang berada di dekat jendela - dan pikiran itu sekarang mengendalikan hidupnya.

Di suatu malam yang larut... 
Saat ia sedang menatap langit-langit, pria yang berada di dekat jendela tiba-tiba terbatuk. Pria itu tersedak oleh cairan yang berada di paru-parunya. Pria yang lain melihat dalam ruangan yang remang-remang saat pria di dekat jendela meraba-raba tombol untuk meminta bantuan. Mendengar dari sisi yang lain, ia tidak bergerak, tidak memencet tombolnya sendiri yang akan membawa perawat berlari ke ruangan itu. Dalam waktu kurang dari lima menit, suara batuk dan tersedak itu berhenti, bersama dengan suara nafasnya. Sekarang, hanya ada keheningan--keheningan yang mematikan.

Pada keesokan paginya... 
Perawat datang membawa air untuk mandi. Ketika ia menemukan tubuh yang tak bernyawa lagi di dekat jendela, ia merasa sedih dan memanggil petugas rumah sakit untuk dibawa-- tanpa kata-kata. Sesudah merasa pantas, pria itu bertanya jika ia bisa pindah ke dekat jendela. Si perawat merasa senang untuk melakukan pertukaran dan sesudah ia memastikan pria itu merasa nyaman, ia meninggalkannya sendiri.

Pelan-pelan, sambil menahan rasa sakit, ia bersandar dengan satu sikunya untuk melihat keluar pertama kali. Akhirnya, ia akan mendapatkan kegembiraan bisa melihat semuanya sendiri. Ia menggeliat pelan-pelan untuk melihat ke luar jendela di samping tempat tidurnya. Yang ia lihat hanyalah tembok kosong.

Moral cerita:
Mengejar kebahagiaan hanyalah masalah pilihan... Kebahagiaan adalah sikap positif yang secara sadar kita pilih untuk kita ekspresikan. Kebahagiaan bukanlah sebuah hadiah yang dikirimkan di depan pintu kita setiap pagi, bukan juga datang lewat jendela. dan aku yakin bahwa keadaan kita hanyalah bagian kecil yang membuat kita bahagia. Jika kita hanya menunggu keadaan menjadi benar, kita tidak akan pernah menemukan kebahagiaan itu.

Mengejar kebahagiaan adalah sebuah perjalanan batin. Pikiran kita itu seperti program, menunggu kode-kode yang menentukan tindakan kita; seperti brankas bank menunggu apa yang kita simpan. Jika kita secara teratur menyimpan pikiran positif, membesarkan hati, dan semangat, jika kita terus menggigit bibir kita sebelum kita mulai menggerutu dan mengeluh, jika kita menghilangkan pikiran negatif yang tampak tidak berbahaya saat mulai tumbuh, kita akan menemukan bahwa banyak hal yang bisa membuat kita bergembira.

Orang Kudus 26 November: St. Yohanes Berchmans

Santo yohanes berchmans, pengaku iman
Yohanes Berchmans lahir di kota Diest, Belgia Tengah, pada 13 Maret 1599. Ayahnya yang tukang kayu itu bercita-cita agar Yohanes Berchmans kelak menjadi orang yang berpangkat tinggi dan masyhur namanya. Dalam sikapnya yang tenang laksana air jernih tak beriak, Yohanes Berchmans bercita-cita menuntut ilmu setinggi-setingginya. Ia mendapat pelajaran bahasa Latin  dari Peter Emerich. Imam ini sering mengajaknya ke biara dan pastoran. Pengalaman inilah yang mempengaruhi cita-citanya di kemudian hari, yaitu menjadi seorang imam. Tetapi karena perusahaan ayahnya mengalami kemunduran hebat dan ibunya sakit keras, ia dipanggil pulang ke rumah agar bisa membantu ayahnya dalam memperbaiki keadaan ekonomi keluarga. Ayahnya memutuskan untuk menghentikan studinya.

Mendengar keputusan ayahnya ia diam tertegun sambil merenungkan nasibnya di kemudia hari. Ia lalu memutuskan untuk melanjutkan studinya atas tanggungan pribadi dan berjanji untuk makan roti kering saja dan hidup sederhana, asal cita-citanya tercapai. Ayahnya mengalah. Sambil mengikuti pelajaran di sebuah kolese umum, ia bekerja sebagai pelayan di gereja Katedral untuk memperoleh nafkahnya. Berkat kecerdasan serta kemauannya yang keras ia selalu lulus dalam ujian dengan nilai yang gemilang. Ia bahkan selalu menjadi juara kelas. Teman-temannya sangat baik dan sayang padanya karena tabiatnya yang tenang dan periang. Kegemarannya adalah menjadi pelakon dalam setiap drama yang dipertunjukkan sekolah.

Ketika menginjak tahun terakhir studinya, yaitu tahun retorika, ia pindah ke Kolese Yesuit di Malines pada tahun 1615. Hal yang menarik dia ke sana ialah semangat perjuangan dan kemartiran para misionaris Yesuit di Inggris. Tahun 1616, setelah mengalahkan ketegaran hati ayahnya, ia masuk novisiat Yesuit dan setahun kemudian ia dikirim ke Roma untuk melanjutkan studinya di sana. Dari sana ia mengirim surat kepada orang tuanya, “Dengan rendah hati aku berdoa untuk ayah dan ibu. Dan dengan segenap kasih sayangku dan cintaku... saya ucapkan ‘selamat datang dan selamat tinggal’ kepada kalian, karena kalian mempersembahkan kembali aku, puteramu, kepada Tuhan, Dia yang telah memberikan aku kepada kalian.”

Sebagai novis, Yohanes Berchmans sangat mengagumkan. Hidup asketik dan tulisan-tulisan rohaninya sangat mendalam, sempurna, seperti tampak di dalam kalimat, “Menabung banyak harta dalam bejana yang kecil.” Sekali peristiwa ia membaca riwayat hidup Santo Aloysius. Pedoman yang diambilnya dari Aloysius adalah: “Jika saya tidak jadi orang suci di masa mudaku, maka tak pernah aku akan menjadi demikian.” Tuhan memberinya waktu tiga tahun untuk mencapai apa yang diidamkannya. Dua hari sebelum pesta Santa Maria Diangkat ke Surga, 15 Agustus 1621, ia meninggal dunia dalam usia 22 tahun.

Meskipun dia meninggal dalam usia yang begitu muda, namun ia dinyatakan ‘kudus’ oleh Gereja karena ia menyempurnakan diri dengan melaksanakan tugas-tugas hariannya dengan sangat baik. Ia berhasil mencapai cita-citanya: menjadi seorang biarawan yang tekun melaksanakan tugas-tugas yang sederhana dengan sempurna penuh tanggung jawab, riang dan senang hati demi cinta akan Tuhan. Yohanes Berchmans menjadi contoh teladan dan pelindung para pelajar.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Senin sesudah HR Kristus Raja - Thn II

Renungan Hari Senin Pekan Biasa XXXIV B/II
Bac I : Why 14: 1 – 3, 4b – 5; Injil       : Luk 21: 1 – 4

Hari ini Yesus berbicara tentang memberi persembahan dalam Injil. Ada dua tokoh yang ditampilkan, yaitu orang kaya dan janda miskin. Masing-masing mereka memberikan persembahannya. Jelas, jika dilihat dari nominalnya, persembahan orang kaya itu tak sebanding dengan persembahan janda miskin, yang hanya dua peser.

Akan tetapi Yesus justru memuji persembahan janda miskin itu. Bagi Yesus "janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu." (ay. 3). Tentulah semua orang yang bersama Yesus merasa heran. Keheranan mereka wajar, karena mereka melihat dari sisi nominal persembahan. 

Yesus melihat persembahan itu bukan dari sisi nominalnya melainkan dari sisi "hati" si pemberi. Yesus menilai bahwa orang-orang kaya "memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya." (ay. 4). Pada diri si janda miskin ada ketulusan dalam memberi. Dia memberi dengan seluruh hatinya. Dia tidak memakai "otak" yang bisa menyebabkan munculnya hitung-hitungan untuk rugi. Bagi dia persembahan kepada Allah itu harus total seluruh hidup.

Lewat Injil hari ini Tuhan menghendaki kita untuk tulus dalam memberi, baik kepada Allah maupun kepada sesama. Hendaknya bantuan atau pemberian kita itu tidak setengah-setengah, melainkan harus total, tanpa pamrih dan tanpa perhitungan.

by: adrian