Kamis, 11 Oktober 2012

(Inspirasi Hidup) Percayalah Pada Diri Sendiri


BELAJAR DARI KISAH DUA KATAK
Sekelompok katak sedang berkelana melewati hutan, dan dua dari mereka jatuh ke dalam lubang yang dalam. Saat katak yang lain melihat betapa dalamnya lubang itu, mereka berkata pada dua katak itu bahwa mereka akan mati.

Dua katak itu mengabaikan komentar itu dan mencoba melompat keluar dengan segala kekuatannya. Katak yang lain terus berkata kepada mereka untuk berhenti, karena mereka sudah pasti mati. Akhirnya, salah satu dari katak itu mendengarkan dan menyerah. Ia jatuh dan mati. 

Katak yang lain terus melompat sekuat tenaga. Sekali lagi, gerombolan katak itu berteriak padanya untuk menghentikan rasa sakitnya dan lebih baik mati saja. Ia melompat lebih kuat lagi dan akhirnya berhasil. Saat ia keluar, katak yang lain berkata, "Apakah kamu tidak mendengarkan kita?" Katak itu menjelaskan bahwa Ia tuli. Ia mengira bahwa mereka menyemangatinya sepanjang waktu.

Jangan selalu mendengarkan anggapan buruk orang lain terhadap apa yang kita lakukan. Anggapan buruk akan menjadi penghalang yang besar dalam perjalananmu apabila kamu mengindahkannya. Percayalah bahwa kamu bisa mencapai tujuanmu dengan caramu sendiri!

Orang Kudus 11 Oktober: St. Elias Nieves


Beato Elias Nieves, MARTIR & PENGAKU IMAN
Marco Elias Nieves del Castillo lahir di Isle,  San Pedro, Yuriria (Guananjuato, Meksiko) pada tanggal 21 September 1882. Dia adalah anak dari Ramon dan Rita, dua petani rendah hati dan sangat religius.

Sejak awal ia menunjukkan keinginan yang besar untuk menjadi seorang imam tapi keadaan dalam hidup mencegahnya. Pada usia dua belas, kasus tuberkulosis menempatkan dia di pintu kematian dan bulan kemudian ayahnya meninggal di tangan perampok. Dengan terpaksa Elias meninggalkan studinya agar dapat memperoleh uang untuk membantu keluarganya.

Pada tahun 1904, Kolese Agustian Yuriria telah dibuka kembali. Meskipun persiapan langka dan usia dewasa, ia berhasil diterima. Dapat dimengerti betapa ia mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di seminari mengingat usianya yang sudah 21 tahun. Namun ia memiliki daya tahan yang luar biasa dan usaha, yang dia dapat dari dunia pertaniannya. Sekalipun ia mendapat kesulitan dalam bidang ekonomi dan kondisi fisiknya yang lemah, karena ia berada di ambang kehilangan penglihatannya, namun selalu saja ada orang yang membantu. Pada tahun 1911, ketika ia mengikrarkan kaulnya,  ia mengubah namanya Mateo Elias Elias del Socorro.

Setelah ditahbiskan menjadi imam tahun 1916, dia mempraktekkan pelayanannya di Bajio sampai 1921. Setelah itu ia diangkat menjadi pastor pembantu di La Cañada de Caracheo, sebuah kota berpenduduk sekitar 3.000 jiwa, terletak di celah-celah "Culiacan." Di sini sumber daya ekonomi langka, tidak ada layanan sanitasi, sekolah umum, dan listrik. Karya pastor Nieves tidak terbatas pada bantuan spiritual kepada umatnya. Pengalaman masa mudanya telah menempa dia menghadapi situasi sulit ini. Dia hidup dalam kemiskinan yang ditangani dengan cara semangat murah hati, disposisi riang, dan kepercayaan ilahi.

Ketika muncul gerakan populer "cristeros" Pater Nieves tidak terjerumus dalam arus gerakan tersebut. Pada akhir 1926 timbul penganiayaan terhadap Gereja oleh pemerintah. Pater Nieves tidak mematuhi perintah dari pemerintah untuk berada di pusat-pusat kota besar. Ia malah bersembunyi di sebuah gua dekat bukit La Gavia; dan dari sanalah ia melayani umat. Selama empat belas bulan selama situasi yang berlangsung, ia tetap merayakan misa harian.

Upaya klandestinnya berakhir tanpa ia sengaja. Tentara menangkapnya. Setelah diinterogasi ia menyatakan statusnya sebagai seorang imam. Ia ditangkap bersama dengan dua rekan, saudara-saudara Sierra, yang telah menawarkan diri untuk menemaninya. Ia dibawa ke La Canada. Di sana ia berkesempatan mewartakan ajaran iman, tapi keberuntungannya telah habis.

Pada tanggal 10 Maret 1928 para tahanan dibawa ke pusat kota kecil yang di atasnya Cortazar La Cañada tergantung.Kkapten memberikan perintah untuk mengeksekusi dua sahabat Pastor Nieves. Mereka meninggal dunia dengan gagah berani memberitakan Kristus Raja sebagai pemenang. Berikutnya sang kapten menunjukkan Pastor Nieves, "Sekarang giliran Anda, mari kita lihat apakah mati adalah seperti mengatakan Misa." Nieves menjawab, "Anda telah berbicara kebenaran, karena mati untuk iman adalah korban yang berkenan kepada Allah." Dia meminta beberapa saat untuk mengumpulkan pikirannya, kemudian memberikan arlojinya untuk kapten, memberikan berkatnya kepada para prajurit berlutut untuk menerima hal itu, dan mulai membaca syahadat sementara mereka mempersiapkan senjata untuk eksekusi. Kata-kata terakhirnya adalah "Kristus Hidup Raja." Paus Yohanes Paulus II membeatifikasi dirinya pada bulan Juli 1997

Ordo Agustian merayakan pestanya pada tanggal 11 Oktober.

diterjemahkan secara bebas oleh Adrian dari http://www.osa-west.org/blessedeliasdelsocorro.html

Renungan Hari Kamis Biasa XXVII - Thn II


Renungan Hari Kamis Pekan Biasa XXVII B/II
Bac I  Gal 3: 1 – 5 ; Injil          Luk 11: 5 – 13

Injil hari ini melanjutkan Injil kemarin tentang pengajaran soal doa. Kemarin Yesus mengajarkan para murid tentang doa. Tekanan lebih pada bentuk doa itu sendiri. Hari ini Yesus tetap mengajar soal doa, namun tekanannya pada cara: bagaimana kita harus berdoa.

Dalam pengajaran-Nya tentang doa hari ini, Yesus mau mengajak para murid-Nya untuk selalu berdoa tanpa jemu-jemu. Tuhan tidak tuli. Tuhan pasti mendengarkan doa umat-Nya. “Jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga!” (ay. 13).

Akan tetapi, mungkin di antara kita ada yang berkata bahwa saya sudah berdoa, tapi koq Tuhan tidak mengabulkan permohonan saya. Ada beberapa hal yang perlu direfleksikan soal hal ini. Pertama, mungkin semangat juang kita masih kurang atau masih rendah. Berdoa tanpa jemu-jemu sebagai bentuk cara berdoa yang ditunjukkan Yesus kepada para murid-Nya mau menunjukkan semangat juang tanpa henti.

Hal kedua yang perlu direfleksikan adalah mungkin kita belum siap menerima apa yang kita mohonkan. Harus diingat bahwa Tuhan itu mahatahu. Dia mengenal betul siapa diri kita. “Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh.” (Maz 139: 2). Tuhan tahu bahwa apa yang kita mohon itu dapat membahayakan diri kita sendiri.

Ketiga, perlu direfleksikan juga cara dan bentuk doa kita. Mungkin ada yang salah atau kurang atau keliru dengan doa kita. Atau juga dengan apa yang kita mohonkan. Untuk itu, dibutuhkan sikap rendah hati untuk mengubahnya.

Di atas semuanya itu, dalam pengajaran doa ini Tuhan Yesus menghendaki kepada kita agar kehendak Allah-lah yang terlaksana. Sikap iman inilah yang harus ditanamkan dalam diri kita: “Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu.”

by: adrian