Masalah
pindah keyakinan atau agama itu adalah hal yang biasa. Hal itu merupakan hak
azasi setiap manusia. Tidak ada yang melarang. Akan tetapi, ada hukuman bagi
orang yang murtad. Bagaimana jika orang islam yang murtad. Selain hukuman di
masa depan, hukuman langsung pun dapat dikenakan. Yang terkenal adalah dibunuh.
Hal ini didasarkan pada sabda Nabi Muhammad, “Siapa saja yang mengganti
agamanya, maka hendaklah kalian bunuh dia.” (HR al-Bukhari, no. 6922). Jadi,
umat islam lainnya diperbolehkan membunuh umat islam yang telah murtad. Selain
itu, tempat bagi orang murtad adalah neraka (QS Al-Baqarah: 217).
Akan
tetapi, kita tidak akan mengusik persoalan itu. Masalah membunuh orang murtad
adalah keyakinan orang, yang tidak akan dicampuri. Kita hanya melihat fenomena
mualaf, orang kafir yang menjadi islam.
Jika
kita perhatikan di media sosial, baik media cetak maupun media elektronik,
adalah suatu kebiasaan menjelang Hari Raya Idul Fitri beberapa media
menampilkan sharing beberapa tokoh mualaf. Ada tokoh mualaf yang bersharing
dari hati, namun tak sedikit juga yang menyampaikan kebohongan. Sekedar
menyebut nama:
a.
Ustadz Bangun Samudra, yang
konon mengaku sebagai lulusan terbaik Vatikan.
b. Steven
Indra Wibowo, yang mengaku mantan frater anak petinggi PGI, yang berhasil
mengislamkan 126 orang
c.
Hj Irene, yang mengaku mantan
biarawati
d. Sinansius
Kayimter (Umar Abdullah Kayimter), yang mengaku kepala suku Asmat
Masih
ada banyak lagi tokoh mualaf yang selalu menyebarkan kebohongan (misalnya
ustadz Felix Siauw). Mereka-mereka ini sering diundang untuk berceramah, kotbah
atau berdakwah. Dan bisa dipastikan dalam dakwahnya itu, kebohongan menjadi
bumbu utama. Anehnya, begitu banyak umat islam suka dengan dakwah mereka. Tak
jarang takbir kemenangan dikumandangkan ketika para mualaf ini menekankan
keburukan agama sebelumnya dan menyanjung kehebatan islam yang menjadi dasarnya
menjadi islam.
Lebih
aneh lagi, sama sekali tidak ada teguran dari lembaga otoritas islam tertinggi
di Indonesia ini. Lembaga ini seakan-akan tutup telinga terhadap kebohongan
tersebut, sekalipun kebohongan itu berdampak buruk bagi citra islam. Tentulah
orang yang kritis akan menilai bahwa islam identik dengan kebohongan.
Benarkah
para mualaf itu berbohong? Ada banyak tulisan yang membongkar kebohongan
mereka. Misalnya “Membongkar Kebohongan Steven Indra”, “Ustadz Bangun Samudrayang Sangat Cerdas”, “Hj Irene Handono Mantan Biarawati Palsu?” dan “Benarkah Kepala Suku Besar Asmat Masuk Islam?”
Dari tulisan-tulisan itu, bahkan anak SD pun dapat menilai adanya kebohongan
dari pernyataan-pernyataan mualaf itu. Kenapa kebohongan ini disebar-luaskan?
Bukankah ini berarti memperkuat citra bahwa islam itu agama pembohong?
Menjadi pertanyaan adalah kenapa para mualaf ini begitu berani dan yakin diri dengan kebohongannya. Ataukah karena umat islam memang suka dibohongi atau dibodoh-bodohi? Ada beberapa alasan kenapa para mualaf berbohong: