Jumat, 18 September 2020

MENGKRITISI SURAH AN-NISA AYAT 142

Mantan Guru Besar Sejarah Islam di Universitas Al-Azhar, Kairo, dalam bukunya Islam and Terrorism, mengatakan bahwa kebohongan atau penipuan adalah bagian dari pola pikir islam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online, kata ‘bohong’ dipahami dengan (1) tidak sesuai dengan hal (keadaan dan sebagainya) yang sebenarnya; (2) bukan yang sebenarnya. Dalam keseharian, kata ‘bohong’ biasa disamakan dengan kata ‘tipu’. Berbohong sama artinya dengan menipu. Karena itu, bisa dikatakan bahwa berbohong atau menipu adalah lumrah dalam agama islam.
Hal ini mungkin disebabkan karena Allah SWT sendiri melakukan kebohongan. Sangat menarik kalau kita membaca dan mengkritisi surah an-Nisa ayat 142. Di sini Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka.” Terlihat jelas kalau surah ini berisi pengakuan Allah SWT bahwa Dia adalah pembohong atau penipu karena telah melakukan penipuan.
Malah dapat dikatakan bahwa Allah SWT lebih suka memilih berbohong daripada memperbaiki kesalahan umat. Dalam surah an-Nisa itu Allah SWT dikatakan hendak ditipu oleh orang munafik. Berhadapan dengan situasi ini, Allah SWT sebenarnya dihadapkan pada dua pilihan: mengingatkan akan niat buruk orang munafik sehingga mereka tidak melakukannya (bertobat) atau balik menipu mereka. Dalam surah tersebut ternyata Allah SWT memilih pilihan kedua. Allah bukannya menegur umat yang hendak menipu-Nya atau memperbaiki kesalahan mereka, tetapi malah membalas dengan menipu atau berbohong.
Pilihan Allah SWT untuk menipu membuktikan kalau karakter pembohong itu ada pada Allah. Kata-kata Allah SWT dalam surah an-Nisa itu mirip dengan pernyataan yang lazim, “Masak pembohong dibohongi.” Dari sini dapat dikatakan bahwa Allah SWT adalah penipu atau pembohong. Untuk menguatkan pernyataan ini, kita dapat menemukan kebohongan Allah itu dalam Al-Qur’an.